20. 우리는 똑같아요

236 44 5
                                        

우리는 똑같아요
[Kita Sama]

Dunia Dohee sudah runtuh sejak ia SMA. Kedua orangtuanya memutuskan untuk berpisah, meninggalkannya di desa bersama Neneknya yang kemudian meninggal saat ia lulus SMA. Menggunakan sisa uang yang ia dapatkan dari warisan Neneknya yang tidak begitu banyak, Dohee memutuskan untuk ke Seoul, mencari kerja dan berkuliah sampai ia bisa menjadi seorang fotografer profesional seperti sekarang. Jika diingat lagi, Dohee masih tidak mengerti mengapa ia bisa bertahan sampai sejauh ini. Waktu masih muda ia mungkin punya ambisi yang besar untuk memperbaiki hidup, ambisi yang semakin menurun beringsut dengan bertambahnya umur.

Dohee tahu, dunianya tidak pernah berjalan dengan lurus. Ia berusaha memahami segala kelokan dengan sifat yang keras kepada dirinya sendiri, membuatnya dicap sebagai sosok yang selalu mencak-mencak, emosian, dan tidak pernah berpikir dua kali dalam melakukan sesuatu--padahal tidak, Dohee selalu tahu jika sikapnya akan memberikan dampak negatif dan ia mempersiapkan itu.

Sengaja ia bersikap demikian agar tidak mudah ditipu atau dikecewakan oleh seseorang. Sayangnya, setahun lalu ia salah langkah. Seseorang yang ia anggap akan menjadi masa depannya ternyata mengecewakannya, mengubek-ubek dunianya dan orang di sekitarnya hingga Dohee stress.

Sudah bukan rahasia lagi jika Dohee dikenal sebagai fotografer yang suka memotret wanita. Bukan tanpa alasan. Setelah mencoba memotret berbagai macam model, Dohee menemukan jika wanita memiliki bentuk tubuh dan wajah yang variatif, yang membuat mereka lebih tampak indah untuk dipotret. Bukan bermaksud mendiskreditkan pria, tetapi di mata Dohee, pria yang menjadi model memiliki postur yang hampir sama. Wajahnya pun. Maka dari itu, ia sangat menyukai perempuan untuk dipotret, tapi sebutan itu diubah oleh mantannya.

Melihat kehidupan Jeonghan secara singkat hari ini membuat Dohee sadar jika mereka tidak jauh berbeda. Jika Jeonghan disebut sebagai Homo, Dohee adalah sebaliknya.

Tetapi, pria yang kini sedang bersandar memandang langit dari jendela mobil di sampingnya itu memiliki pengalaman yang jauh lebih buruk darinya. Dohee yakin, Jeonghan mungkin sudah mendapatkan pelecehan seksual dari orang lain hingga trauma karena orientasi yang dikira orang itu. Berbeda dengannya yang malah ditakuti oleh model perempuan karena dikira Lesbian. Tapi bukan berarti Dohee tidak pernah mendapatkan pelecehan pula. Sebagai fotografer, ia juga pernah mendapatkannya--tetapi Dohee bisa menghalaunya dengan cepat dan tegas.

"Kau sedang diet tidak? Mau makan malam?" Tanya Dohee kepada Jeonghan yang sejak memeluknya jadi lebih banyak diam.

"Aku temani saja, ya." Jawab Jeonghan sekenanya, tanpa memandang lawan bicaranya hingga Dohee menggulum bibir.

"Lain kali saja hehe... kau sepertinya sangat lelah."

"Tidak apa-apa. Sekalian ku traktir karena sudah membantuku hari ini." Kata Jeonghan yang akhirnya menolehkan kepala ke arah Dohee yang sedang menyetir.

"Lagi diet." Dohee beralasan dengan jujur mengingat hari ini ia makan siang dalam porsi banyak, menghabiskan makanan yang seharusnya ia beli untuk Jeonghan.

Lalu Jeonghan memperbaiki duduknya menjadi lebih tegap, ia juga bersidekap, menghadapkan dirinya ke arah Dohee yang tiba-tiba merasa gugup hingga kecepatan mobilnya pun sengaja ia turunkan. Takut jika hatinya tidak kuat mendapatkan seluruh perhatian Jeonghan yang bisa membuatnya pingsan dalam sekejap.

"Aku harap kau tidak terlalu perhatian kepadaku, Dohee."

"I'm trying." Balas Dohee cepat karena gugup, kedua sudut bibirnya bergetar ingin tersenyum rikuh kepada Jeonghan yang auranya jadi sedikit menakutkan.

"Kejadian waktu itu, aku tahu... sulit untuk dilupakan." Kata Jeonghan lalu menghela napas pelan. Dohee pun diam menunggu, tidak ingin menginterupsi karena tahu omongan pria itu jadi lebih serius. "Tapi, aku tidak apa-apa. Aku tidak ingin dikasihani."

"Aku tidak mengasihanimu!" Elak Dohee cepat dan Jeonghan mendelik kepadanya.

"Tidak mengasihani tapi datang ke apartemenku? Rela menjadi asistenku selama setengah hari? Dan--" Jeonghan berniat menyebut pelukan yang mereka lakukan di ruang ganti tapi ia segera mengubahnya karena malu, "--mengkhawatirkanku?"

"Khawatir bukan berarti kasihan, Jeonghan."

"Apakah lidahmu tidak lelah memanggilku dengan Jeonghan dan Kak Jeonghan selama seharian?"

Dohee mengerucutkan bibir. "I-iya, sih."

"Panggil Kak Jeonghan saja." Pinta Jeonghan hampir membuat Dohee menginjak rem sangking kagetnya. Tidak mengira pria itu yang lebih dulu menyarankannya menggunakan panggilan itu.

"O-oke."

"Kau mengasihaniku, kan?"

"Tidak!" Elak Dohee cepat masih terheran-heran dengan Jeonghan yang mampu mengubah topik ketika ia masih memproses permintaannya tersebut.

Untung saja Dohee memang tidak mengasihani pria itu. Dohee murni mengkhawatirkannya. Dan dibandingkan mengasihani Jeonghan, Dohee lebih mengasihani diri sendiri yang masih mendapati masalah yang hampir sama seperti tahun sebelumnya. Mengasihani diri sendiri yang terjebak dalam hubungan aneh dengan Jeonghan yang awalnya ingin ia kejar cintanya.

Jeonghan pun menyoroti Dohee yang tengah menyetir dengan tajam. Ia tidak mempercayai jawaban perempuan itu, tetapi saat ditembak dengan pertanyaan yang sama dengan tiba-tiba, jawaban Dohee tidak berubah dan terdengar sangat meyakinkan.

"Aku serius, Jeong--Kak Jeonghan! Aku hanya... tidak mau... kalau..." suara Dohee berubah menjadi cicitan hingga Jeonghan harus menajamkan pendengarannya.

"Kalau apa?" Tanya Jeonghan greget.

"Aku... tidak mau... kalau..."

"Dohee," panggil Jeonghan menahan kesal.

"Aku tidak mau kau dilecehkan lagi. Aku tidak mau kau ketakutan dan aku tidak ada di sampingmu." Ungkap Dohee menahan rasa malu sampai rasanya ia ingin menepikan mobil untuk menutup muka--atau kalau perlu berlari menjauh dari Jeonghan yang sudah memandangnya dengan dua mata melebar.

Selama beberapa saat suasana di dalam mobil itu pun jadi teramat sangat tenang. Dohee yang sengaja menyalakan tape dengan volume kecil jadi gugup minta ampun, sudah pasrah jika setelah ini Jeonghan akan menjauhinya atau mencak-mencak lagi. Dan karena Jeonghan tidak kunjung mengeluarkan suara, Dohee pun berinisiatif untuk berbicara lebih dulu.

"Maaf jika kau merasa terganggu, Kak. Tapi, aku benar-benar mengkhawatirkanmu."

"Aku tidak apa-apa." Kata Jeonghan dengan nada suara yang dingin. Ia sudah kembali bersandar, tidak memandang Dohee lagi yang sudah kalang-kabut di sisinya.

"Aku tahu, tap--"

"Maaf sudah membuatmu khawatir. Tapi aku serius, tidak apa-apa, Bae Dohee."

"Kak..." Dohee meringis dan Jeonghan memilih diam sampai mobil yang mereka naiki sudah memasuki kawasan gedung apartemen yang dituju.

Dohee jadi menyesal telah mengungkapkan hal itu kepada Jeonghan. Tetapi ia tidak bisa berbohong pula. Lagipula, sikap Jeonghan kala itu memang sangat mengkhawatirkan. Apalagi saat tahu Jeonghan tinggal sendiri dan enggan memberitahukan kejadian tersebut kepada siapa pun, termasuk Mingyu yang jauh lebih dekat dengan pria itu dibandingkan dirinya.

Tidak tahan dengan aksi diam Jeonghan, Dohee pun kembali bersuara. "Aku tahu kau kesal, Kak. Aku tahu kau mungkin akan menjauhiku setelah ini. Tapi, aku tidak akan ke mana-mana jika kau membutuhkanku. Aku serius!"

Thank you for reading! If you like it don't forget to like and comment ^^

Pretty Boy [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang