20. Hadiah

998 61 0
                                    

Keesokan paginya Sera turun bersama Kavi untuk sarapan. Ia melihat semua anggota keluarganya sudah berkumpul, tinggal ia dan Kavi saja yang turun paling terakhir. Mereka tadi bangun sedikit kesiangan karena semalam setelah Sera meniup lilin mereka tidak langsung tidur lagi. Sera dan Kavi malah mengobrol hingga dini hari dan berakhir dengan ketiduran karena sama-sama mengantuk.

Sambil menguap lebar, Sera akhirnya menyiapkan sarapan untuknya dan Kavi.

"Itu kue ulang tahun, Kavi yang belikan?" tanya Anita penasaran karena tadi pagi saat membuka kulkas ia sudah melihat ada kue ulang tahun disana.

"Iya, Mas Kavi cuma belikan aku kue aja nggak pakai kado." Sindir Sera kepada Kavi.

"Kan kamu sudah dapat mobil." Sahut Rudi.

"Tapi itu dari Papa kan?"

"Dari Papa dan Kavi, kami berdua yang belikan itu untuk kamu."

"Oh ya?" ucap Sera tidak percaya sambil menatap Kavi di sampingnya, "Bener apa kata Papa?" tanya Sera untuk memastikan.

Karena Rudi sudah membocorkannya, tidak ada gunanya bagi Kavi untuk terus menutupinya. Ia hanya menganggukkan wajahnya sebagai jawaban.

"Kenapa nggak bilang dari awal?" Gerutu Sera sambil mencomot sosisnya. Jika tahu seperti ini, ia tidak perlu bersusah payah memikirkan kadonya. Karena sekarang Sera sudah tahu ingin meminta apa kepada Kavi, tapi ia malah mendengar fakta yang cukup mengejutkan barusan.

Melihat Sera cemberut, Kavi langsung buru-buru menambahkan, "Kalau kamu mau kado lagi gapapa, biar Mas belikan nanti."

Sera tidak menghiraukan ucapan Kavi, ia melanjutkan sarapannya tanpa banyak kata.

"Beruntung banget kamu punya suami seperti Kavi," ujar Anita sambil tersenyum saat melihat Kavi begitu peduli kepada Sera.

Tapi Sera tetap memilih diam, ia masih kesal karena merasa sudah dibohongi oleh Rudi, Anita dan Kavi selama ini.

***

Selama perjalanan menuju kampus, Sera masih menekuk wajahnya dan tidak mau menatap Kavi. Entahlah ia tiba-tiba merasa kesal karena Kavi tidak mau jujur dari awal. Ia jadi merasa bersalah karena menganggap Kavi sebagai sosok yang buruk, padahal pria itu juga berusaha memenuhi permintaannya agar mau menikah.

"Ser, kamu marah?" tanya Kavi sambil berusaha melirik wajah Sera.

"Enggak, ngapain marah?" Sera balas bertanya.

"Kamu mau hadiah apa? Biar Mas belikan," ujar Kavi berusaha membujuk Sera agar tidak marah lagi.

"Nggak mau, biar Abang Arash sama Ansel aja nanti yang belikan." Setiap ulang tahun ia memang mendapatkan transferan uang dari Arash dan Ansel. Kedua Abangnya itu tidak mau bersusah payah membelikannya kado, mereka selalu memberi uang dan membiarkan Sera membeli apapun yang ia mau.

"Uang dari Arash sama Ansel kamu belikan yang lain aja, biar Mas belikan lagi apa yang kamu mau ya?" Kavi masih berusaha membujuk Sera agar tidak marah.

Sera lalu melirik Kavi untuk melihat keseriusan pria itu, "Beneran?"

"Iya Ser, kamu mau apa?"

Sera menggigit bibirnya sebelum menyebutkan apa yang ia mau, "Aku mau catokan baru. Catokan lamaku udah nggak enak karena udah aku pakai dari SMA."

"Iya, Sabtu besok kita beli." Sahut Kavi mengiyakan.

Sera langsung bersorak senang dalam hati. Sejujurnya ia merasa sedikit bersalah karena sudah menguras banyak isi dompet Kavi. Mulai dari mobil baru, meminta cat rambut dan sekarang ia ingin beli catokan. Tapi itu sudah menjadi risiko Kavi karena menikahinya, jadi Sera juga tidak bisa berbuat apa-apa selain bersyukur mendapatkan suami yang royal seperti pria itu.

***

Setelah selesai kelas, Sera mengikuti Via, Diva dan Shiren menuju parkiran. Rencananya mereka ingin makan siang dan Sera yang akan mentraktirnya karena ia yang berulang tahun hari ini.

"Lo tunggu sebentar di belakang mobil Ser," ujar Diva meminta Sera menunggu di belakang mobilnya. Mereka memang berniat keluar memakai mobil Diva sekarang.

Saat melihat pintu bagasi mobil Diva terbuka, Sera hanya bisa membekap mulutnya tidak percaya. Di bagasi mobil Diva sudah ada hiasan bertuliskan 'Happy Birthday' dan ada beberapa balon yang membuatnya semakin cantik.

Via, Diva dan Shiren lalu datang kearahnya sambil membawa kue dengan angka dua puluh satu diatasnya. Mereka bertiga juga menyanyikan lagu ulang tahun untuknya. 

"Kapan kalian siapin ini semua?" tanya Sera dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Kita udah di kampus sejak pagi ya, buat dekor ini semua." Sahut Shiren.

"Thanks ya, kalian udah baik banget sama gue."

"Udah buruan tiup lilin sekarang, keburu leleh ini." Timpal Via.

Dengan segera Sera meniup lilin di depannya. Setelah selesai, ia memeluk Via, Diva dan Shiren secara bergantian.

"Yuk foto dulu," ujar Shiren yang tidak pernah lupa untuk mendokumentasikan apapun kegiatan mereka.

Saat sudah puas berfoto, mereka berempat masih diam di dalam mobil sambil menikmati kue ulang tahun Sera.

"Ini ada sesuatu dari Raka, gue nggak tahu isinya apa." Via menyodorkan paper bag berukuran sedang berwarna pink kepada Sera.

Melihat itu, Sera hanya bisa menghela napas pelan. Kejadian kemarin berputar lagi di kepalanya saat melihat Raka berboncengan dengan perempuan lain.

"Gue udah nggak pantes nerima ini dari Raka lagi." Sera mengembalikan paper bag yang Via sodorkan.

"Kenapa?" Heran Via.

"Kan kita sudah selesai, bilangin ke dia nggak perlu repot-repot kasih hadiah buat gue."

"Gapapa lah Ser, ini tanda kalau Raka masih sayang sama lo dan dia berharap kalian bisa sama-sama lagi," ujar Via.

"Betul Ser." Tambah Diva.

Sementara Shiren tidak berkomentar apa-apa karena takut salah bicara.

"Gue lihat Raka boncengan sama cewek lain." Lirih Sera sambil menundukkan wajahnya.

"Kapan?" tanya Via kaget.

"Kemarin, setelah gue anterin lo ketemu Vano. Nggak lama setelahnya gue lihat Raka datang sambil bonceng cewek lain." Jelas Sera.

"Oh ya? Gue sama sekali nggak tahu soal itu. Kurang ajar banget ya si Raka." Via tiba-tiba merasa emosi mendengar pengakuan Sera.

"Tenang aja Ser, biar kita interogasi Raka nanti." Diva berusaha menenangkan Sera.

Sera hanya tersenyum melihat sahabatnya secara bergantian.

"Nggak usah ya guys, Raka berhak bahagia sama perempuan lain. Gue udah bilang kayak gitu ke dia dulu sebelum kita putus. Jadi kalau Raka sudah punya pacar baru, kita dukung aja ya mereka."

Sera tidak bisa egois dengan menahan Raka agar tidak mempunyai pacar, sementara ia sendiri sudah menikah. Jadi, seperti janjinya dulu Sera harus ikhlas apabila melihat Raka mempunyai pacar baru. Karena bagaimanapun cowok itu berhak bahagia dengan pilihannya sendiri.

Via seketika menghela napas pelan, entah kenapa ia yang tidak rela jika hubungan Raka dan Sera harus benar-benar berakhir.

"Tapi lo beneran gapapa kan Ser?" tanya Via untuk memastikan.

"Gue gapapa, kalian tenang aja ya." Sera berusaha meyakinkan sahabatnya jika ia baik-baik saja sekarang, "Udah nggak usah pada mikir gitu, kita mau makan apa sekarang?" Sera mengalihkan percakapan agar suasana tidak berubah menjadi sedih.

"Makan di restoran Korea aja gimana? Kita pesen rose tteokbokki sama gimbap." Shiren memberikan idenya.

"Boleh, yuk berangkat." Sahut Sera kembali bersemangat.

Dengan segera Shiren melajukan mobil Diva menuju restoran Korea yang mereka maksud. Kebetulan restoran itu berada tidak jauh dari kampus mereka, hingga tidak membutuhkan waktu lama mereka sudah tiba disana.

***

Tbc...
Jangan lupa tinggalin vote dan komen setelah baca 🧡

A Dream WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang