"B--bian?" Rasanya napas Lica sudah berada diujung, melihat orang yang pernah ada dihidupnya, sekarang berada di hadapannya.
Tanpa memperdulikan orang yang ada disekitar mereka, Bian berlari dan memeluk Lica dengan erat, dan tanpa sadar air matanya menetes, hingga membuat orang yang ada di dalam ruangan itu kaget.
"Lo kemana aja? Gue rindu lo ... Lica." Terdengar suara Bian yang begitu lirih, hingga membuat bibir Lica keluh hingga tidak sanggup menjawab pertanyaan Bian.
"L--lepasin, Bian." Lica gugup dilihat oleh semua orang yang ada di hadapan mereka.
Bian melepaskan pelukannya dan menatap Lica dengan lekat, hingga membuat senyum yang sangat mereka dibibirnya, selama kepergian Lica, Bian nyaris tidak pernah tersenyum. Tapi sekarang Bian tersenyum sangat manis dan juga terlihat lebih begitu bersemangat.
"Why is the boss hugging Lica?" tanya salah satu model itu dengan tampang julid, ke arah temannya.
"I do not know either," balas temannya dengan menaikkan bahunya.
Mereka berdua berbisik-bisik sambil menatap Lica dengan sinis, sama seperti mereka, bedanya Anna menatap Lica dengan berbagai pertanyaan yang bersarang dikepalanya.
"Sorry everyone, for this incident! I'm just happy to be able to meet my old friend again," ucap Bian sambil menatap ke arah Lica.
"Tidak apa-apa, Pak, kami memakluminya," ucap Anna dengan senyuman yang manis ke arah Bian, dan menatap ke arah Lica seolah meminta penjelasan.
"Terima kasih."
"OK, all of you can rest, except Lica," ucap Bian sambil menatap ke arah Lica.
"Ta-tapi?"
"Saya ada urusan penting sama kamu." Mendengar ucapan Bian, membuat Lica tidak bisa membantah, karna bagaimana pun juga Bian adalah bos mereka.
Akhirnya, mereka semua pergi dari hadapan Bian. Dan menyisahkan Bian dan Lica saja.
"Mau bahas apa? Dan kenapa hanya gue yang gak dikasih pergi?" Bian sedikit shock, mendengar Lica berbicara menggunakan kata gue.
"Gue gak salah denger, Lic? Lo ngomong pakek bahasa itu?"
"Semua bakal berubah dengan seiring berjalannya waktu, Bian, lo gak perlu kaget tentang hal itu. Dan sama seperti gue, gue berubah akan semuanya," ucap Lica dengan tatapan kosongnya.
"Tapi banyak yang berubah dari lo, Lic. Lo seakan bukan Lica yang gue kenal! Separah itu kah masa lalu lo? Sampai buat lo jadi kek bukan diri lo sendiri?" Lica hanya bisa bungkam, bahkan tak ada sedikit pun jawaban untuk semua pertanyaan Bian.
"Iya."
Satu kata, namun mampu membuat hati Bian seakan ditusuk ribuan belati, karna dia tidak menyangkah, sehancur itu kah wanita yang dicintainya ini?
"Gue gak tau apa penyebabnya! Gue udah nyariin lo selama ini, Lic. Dan sekarang gue gak bakal lepasin lo!" tegas Bian, hingga membuat Lica menatap ke arahnya.
"Ila setegar itu yah? Gue bego banget, gak tau kalau sahabat gue udah pergi ninggalin gue selamanya." Bibir Lica bergetar saat mengatakan hal itu kepada Bian.
"Kenapa lo gak langsung bilang ke gue? Kenapa harus dari surat itu? Gue gak bisa liat sahabat gue untuk terakhir kalinya!"
"Gue cuma gak mau lo batalin niat lo, Lic! Gue tau saat lo pergi, lo hancur banget! Gak mungkin gue mengatakan hal itu langsung di hadapan lo! Gue masih mikirin nasib lo." Tangis Lica pecah saat itu juga, dia merasa seakan gagal menjadi seorang sahabat, dan orang yang berarti bagi Ila.
"Gue ... temen yang buruk!" teriak Lica dengan hati yang sakit, Bian yang melihat keterpurukan Lica pun, memeluk Lica dengan erat dan mencoba menenangkannya.
"Lo gak buruk! Tapi itu memang udah takdir, dan itu bukan salah lo."
'Lo bisa ngomong gitu, Bian! Karna lo gak tau rasanya kehilangan seorang sahabat.'
***
"Kamu hati-hati nanti di sana yah? Jaga pola makan! Dan istirahat teratur. Inget kamu itu gampang drop." Ayana mencoba menasehati Aksara yang akan pergi meeting ke luar negri dengan khawatir.
"Iya, Ma."
"Kamu sudah siap Aksara? Kita bakal pergi beberapa jam lagi! Dan ingat jangan ada yang tertinggal!" Mendengar suara tegas Gama, membuat Aksara menatapnya tanpa minat.
"Dan sama perkataan papa tadi, Tia bakal tetap pergi!" Aksara menatap ke arah Gama dengan menaikkan sebelah alisnya seolah Gama betul-betul ingin mengajak anak itu.
"Buat apa, Pa? Yang ada dia nyusahin! Gak guna anak itu dibawak!" ucap Aksara dengan jengkel ke arah Gama.
"Perintah papa gak bisa diganggu gugat!"
"Terserah Papa!" Aksara langsung melongos pergi dari hadapan Gama dengan wajah yang tidak bersahabat.
'Persetan dengan anak itu, semoga saya bertemu Lica nanti! Saya bakal mencari kamu Lica, di mana pun kamu berada.'
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kecil Tuan Aksara (End)
Подростковая литература"Saya seakan berdosa, sudah menikahi gadis belia seperti kamu." Aksara Putra Dewana