Bian mematung di tempat, bahkan dia sampai cengo saat Lica mengetahui aibnya."Bener, 'kan?" Lica menatap ke arah Bian seakan menantang dan tatapan yang sinis.
"Maksud lo? Gue? Ngedot? Gak salah," ucap Bian dengan angkuh, padahal dalam hatinya dia sudah malu ketahuan oleh Lica.
Lica menaikkan sebelah alisnya, pasalnya dia tidak salah liat, saat Bian ngedot di belakang sekolah.
"Kamu boong, 'kan? Kamu gak mau ngaku, aku bakal kasih tau yang lain supaya kamu malu!" Saat ingin pergi, Bian menahan tangan Lica dan mengunci pergerakannya dan menatap Lica dengan dalam.
"Jangan macam-macam sama gue!" Lica gugup saat Bian menatapnya dengan lamat, tidak munafik bahwa Bian itu tampan dan juga manis saat senyum karna lesung pipinya.
"L--lepasin, aku mau pergi," ucap Lica dengan gugup dan juga takut karna tatapan dingin Bian.
"Kenapa? Lo takut sama gue?" tantang Bian dengan sinis, saat melihat wajah Lica yang sudah pucat basi.
'Arghh! Seharusnya aku ngasih dia malu, bukan aku yang malu.'
"Bian!" teriak seseorang yang membuat Bian melepaskan kungkungannya dari Lica, hingga membuat Lica bernapas lega.
Saat berbalik badan Lica dan Bian melihat kebelakang, yang dimana yang memanggil Bian adalah Ila.
"Mau apa lo?" tanya Bian dengan sinis ke arah Ila, tapi berbanding balik dengan Lica yang menatap Ila seperti tak enak hati.
"Kamu dipanggil ke kantor, sama Pak Ben." Bian menautkan kedua alisnya kesal, karna Pak Ben merusak momennya bersama Lica.
"Cih, bangke! Ya udah gue duluan Lic, nanti lagi yah?" Bian menatap Lica dengan senyuman yang menggoda, hingga membuat Lica ingin menelannya hidup-hidup.
Melihat kepergian Bian, Ila menatap Lica dengan dalam seakan ada sesuatu yang ingin dia katakan. Namun tertahan dimulutnya.
Saat ingin berbalik badan, Lica memanggil namanya dan membuatnya menahan sesak dalam hati.
"Aku gak tau kesalahan aku apa. Tapi satu yang aku harepin dari kamu, Ila, aku sayang sama kamu dan kamu sahabat aku satu-satunya. Kalau ada perkataan aku yang nyakitin hati kamu? Aku minta maaf sebesar-besarnya. Dan ... aku rindu kita kek dulu, Ila." Saat itu juga air mata Ila meluncur dengan deras dan membasahi pipi mulusnya, hatinya juga sakit karna masalah ini persahabatannya dengan Lica seperti diambang kehancuran.
"Kamu gak perlu tau sesuatu Lica, karna aku yakin pasti kamu akan membenci aku."
"Aku tau Ila, kamu menyembunyikan sesuatu! Tapi aku gak peduli hal itu. Karna kamu adalah sahabat aku."
"Aku mohon satu hal sama kamu, Lica," ucap Ila dengan suara yang bergetar.
"Apa?"
"Jauhi aku!"
***
"Aku rindu kamu, Na, kenapa kamu pergi? Kamu tau oma udah pergi Na. Dia ikut kamu! Aku hancur Na, aku hancur!" teriak Aksara dengan keras hingga membuat kamarnya menggema karna teriakannya.
"Kamu jahat kayak oma, kalian ninggalin aku! Aku mau kalian!" Aksara memukul dadanya dengan sesak karna mengetahui fakta bahwa dia kehilangan lagi orang yang sangat dia sayang.
"Dan aku tinggal punya Lica, dan dia juga nanti akan ninggalin aku."
"Kenapa dunia gak adil buat aku? Kenapa aku gak bisa bahagia? Apa aku harus selalu menderita?"
"Tuhan gak adil."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kecil Tuan Aksara (End)
Novela Juvenil"Saya seakan berdosa, sudah menikahi gadis belia seperti kamu." Aksara Putra Dewana