Lica dan Bian sama-sama kaget saat melihat Aksara yang tiba-tiba menggerakkan tangannya, dan menyebut nama Lica.
"Om Aksa ...." Rasanya Lica tidak bisa menahan bobot tubuhnya sendiri, apa lagi melihat Aksara yang tiba-tiba sadar, padahal kata dokter dia sudah tiada.
"I--ini beneran, Om? Om Aksa?" Tanpa aba-aba Lica langsung memeluk Aksara dengan erat dan menumpahkan semua kesedihannya saat itu juga. Bian juga dapat melihat bagaimana sikap Aksara kepada Lica.
"Ja--jangan tinggalin Lica lagi, Om! Lica gak mau pisah dari Om," ucap Lica dengan suara yang serak.
Aksara tidak tau mau berekspresi seperti apa, tapi dia betul-betul senang. Dengan apa yang dilihatnya saat ini, Lica memeluknya dengan erat, persis seperti lima tahun yang lalu.
"Ini bukan mimpi, 'kan? Kamu memeluk saya?" tanya Aksara dengan suara yang lemah.
"Gak! Ini bukan mimpi, Om! Jangan tinggalin Lica lagi pokoknya." Bian yang melihat Lica sudah lebih baik dari sebelumnya, Akhirnya memutuskan untuk keluar dan meninggalkan Aksara dan Lica yang berduaan di dalam ruangan itu.
"Huft ... misi lo siap, Bian! Setidaknya, dia sudah tersenyum lagi," ucap Bian dengan terkekeh kecil.
Tiba-tiba handphone Bian berbunyi, dan tertera nama Netha di situ. Bian pun mengangkat handphone Netha, dan kaget mendengar Netha berteriak dan meminta tolong.
"Oke, gue ke sana sekarang!" Bian langsung buru-buru pergi, tanpa mengatakannya terlebih dahulu kepada Lica.
Gama yang masih tidak terima perkataan dokter mengenai Aksara pun, kembali masuk lagi ke ruangan Aksara. Dan kaget melihat Aksara yang sudah sadar dengan Lica disampingnya.
"Papa!" ucap Lica dengan semangat, hingga membuat senyum kecil terbit dari bibir Gama.
"Kamu udah sadar, Nak? Ya Allah, terima kasih banyak ya Allah, anakku akhirnya sadar." Aksara menatap papanya dengan tatapan sendu. Awalnya dia sangat membenci Gama, karna Gama kekeh ingin mengasuh Tia. Tapi kebencian itu sirna saat melihat Gama yang begitu peduli akan dirinya.
"Maaf, Pa!" Gama tersenyum tipis mendengar ucapan anaknya itu, dan menatap dengan senang ke arah Lica.
"Lica? Kamu gak mau jujur sama, Aksara?" Lica terdiam sejenak, hingga membuat Aksara menaikkan sebelah alisnya. Dan mulai merenung, dan tiba-tiba teringat dengan keberadaan Bian tadi saat mereka sedang berpelukan.
"Maaf, saya tidak tau tadi ada Bian! Pasti dia marah, karna saya sudah memeluk istrinya," ucap Aksara dengan suara yang dingin, dan tatapan yang datar.
Lica mengantupkan bibirnya rapat-rapat, menahan senyumannya. Karna dia tau Aksara sedang cemburu. Dia pun mengkode Gama dengan lirikan mata, hingga membuat Gama paham dari maksud Lica.
"Kasian, Bian! Melihat orang yang dicintainya memeluk orang lain," ucap Gama dengan suara yang lirih. Aksara yang mendengar itu mengepalkan tangannya dengan kuat, dan menggurutu dalam hati.
"Nanti Lica minta maaf, Pa! Pasti Bian salah paham." Aksara yang sudah tidak kuat lagi mendengar ucapan mereka pun. Akhirnya, menyuruh Lica untuk keluar dengan tegas.
"Pergi! Saya mau istirahat!" ucap Aksara tanpa melihat ke arah Lica sedikit pun. Lica yang sudah tidak kuat lagi pun, akhirnya tertawa dengan ngakak dan memeluk Aksara dengan erat, dan mulai membisikkan sesuatu yang membuat telinga Aksara memerah.
'Buat apa aku nikah sama Bian, hah? Orang suami aku aja lagi aku peluk! Gak ada yang bisa gantiin kamu! Siapa pun itu.'
"Ehem!" Aksara mencoba tenang untuk menutupi saltingnya, hingga membuat Gama tidak kuasa lagi menahan tawanya.
'Mirip banget aku pas muda!'
"Cieee! Salting!" Lica menggoda Aksara dengan genit, hingga membuat Aksara memalingkan wajahnya.
"Sudah! Saya mau tidur! Jangan ganggu."
"Om gak mau tau sesuatu? Yang membuat Om semakin gak percaya?"
"Apa?"
"Anak kita!"
"Hah?"
***
Bian tergesa-gesa masuk ke dalam rumah Lica, dan mulai mendobrak pintu itu. Dan kaget melihat Netha yang sudah ketakutan dengan memeluk handphone-nya, dan bersandar di bawah sofa.
"Netha!" Bian berlari ke arahnya dan menatap Netha dengan tatapan yang iba.
"Kenapa, Neth? Apa yang terjad---" Belum selesai Bian bertanya, Netha sudah memeluknya dengan erat, dan mulai menangis tersedu-sedu. Bian yang awalnya ragu, akhirnya membalas pelukan Netha. Dengan berharap semoga Netha cepat tenang.
Dirasa sudah mulai tenang, akhirnya Bian bertanya-tanya pelan-pelan ke arah Netha, apa yang sebenarnya terjadi? Netha pun akhirnya, menjelaskan semuanya dari awal. Di mana tadi hampir ada perampokan di dalam rumahnya, tapi dengan gesit dia melawan perampok itu, tapi tenaganya tidak sebanding.
Saat dia hampir dipukuli, tiba-tiba Zein datang dan menolongnya, tapi Zein dipukuli oleh perampok itu hingga pingsan. Akhirnya, Netha dengan gesit mengambil vas bunga itu dan langsung memukulinya ke arah perampok itu, hingga membuat perampok itu pingsan di tempat. Dan tanpa pikir panjang Netha pun langsung menelpon Bian.
Bian terdiam sejenak, dan mulai melihat ke arah Zein dan perampok yang sudah pingsan. Dia pun mengambil handphone-nya dan menelpon anak buahnya, untuk memberi pelajaran pada si perampok.
Tidak butuh waktu lama, anak buah Bian datang dan mengangkat si perampok dengan senyuman iblis.
"Tenang, Bos! Dia aman sama kita!" Netha melihat ke arah Zein, dan mulai menyadarkan Zein yang masih belum sadar. Bian yang melihat itu langsung memapah Zein dan meminta sama Netha untuk di rumah saja, dan mengatakan tidak perlu panik, karna ada anak buahnya yang akan menjaganya.
'Semoga lo baik-baik aja, Zein! Makasih udah nolong gue.'
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kecil Tuan Aksara (End)
Jugendliteratur"Saya seakan berdosa, sudah menikahi gadis belia seperti kamu." Aksara Putra Dewana