Bab 73

9.3K 243 1
                                    

"Papi!" Lica dan Kia yang sedang sibuk bercanda dengan Aksara, tiba-tiba mengalihkan pandangan mereka kepada seorang anak kecil yang memeluk boneka doraemon.

"Adek?" Kia yang sangat girang melihat Tia pun langsung lari ke arah Tia dan memeluk Tia erat, hingga membuat Tia sedikit terkejut.

"Kia!" Jujur Lica sedikit kaget melihat wajah Tia yang persis seperti Sella, dan tiba-tiba bayangan lima tahun yang lalu terlintas dipikirannya. Hingga membuat dia sedikit sedih.

"Kamu siapa? Kenapa manggil aku, adek?" tanya Tia dengan wajah yang bingung ke arah Kia.

"Aku, Kia! Kakak kamu! Dan itu mommy kita!"

"Mommy?"

"Opah? Apa maksudnya?" Tia mencoba bertanya pada Gama, apa maksud dari ucapan Kia?

Gama pun dengan lembut menjelaskannya, hingga membuat mata Tia berkaca-kaca. Lica yang melihat itu semua mencoba mendekatkan diri ke arah Tia, dengan senyuman tulusnya.

"Ini mommy, Nak! Mau peluk?" Tia yang selama ini tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu pun langsung tidak percaya, tiba-tiba didatangkan seorang perempuan yang baik seperti Lica.

"Tia boleh peluk, Tante?" Dia menatap ke arah Kia, Aksara dan Gama. Dan mereka semua menganggukkan kepala.

Tanpa pikir panjang, Tia langsung memeluk Lica dengan erat, bahkan dia sampai menangis sangking terharunya. Bukan Tia saja, Lica pun sama halnya dengan Tia.

"T--tia, enggak punya mami ... Tia enggak pernah dipeluk mami!" Hati Lica semakin teriris mendengarnya, walaupun Kia hidup tanpa seorang ayah? Tapi Lica selalu mencoba menjadi ibu sekaligus ayah yang baik untuk Kia.

"Sekarang, kamu udah punya mommy! Daddy, opah, oma, dan kakak!" ucap Lica dengan lembut ke arah Tia.

"Emang, Tia boleh manggil Tante dengan panggilan mommy?" tanya Tia dengan takut-takut.

"Boleh banget! Sekarang kamu anak mommy juga! Jangan pernah panggil tante, yah?"

"Iya, Mommy!"

"Papi udah sembuh?" Sekarang atensi Tia beralih ke arah Aksara yang masih menatapnya dengan tatapan yang sulit dijabarkan. Lima tahun mereka bersama, Aksara sama sekali tidak pernah bersikap lembut kepadanya. Hingga membuat Tia sedih, belum lagi saat Ayana yang selalu menghinanya.

"Sudah." Bahkan mengatakan itu saja masih berat bagi Aksara, Lica yang menatap Aksara pun langsung menggelengkan kepalanya dengan tatapan sendu.

"Om! Lupain semuanya! Aku aja bisa nerima, Kia bisa nerima! Kenapa kamu gak bisa? Padahal dia sama kamu? Dari dia masih bayi. Kenapa kamu gak bisa nerima dia?" Aksara dibuat bungkam oleh perkataan Lica. Bukan tanpa alasan Aksara begitu membenci Tia, karna Tia itu adalah anak Sella dari laki-laki lain. Tapi Sella malah menuduh Aksara, hingga membuat Aksara harus berpisah dengan Lica.

"Sulit bagi saya, Lic! Bukan gampang melupakan itu semua, entah kenapa semua yang terjadi seperti bumerang dalam hidup saya! Dan itu tidak gampang bagi saya Lica!"

Tia hanya bisa diam, Tia bukan lah anak bodoh yang tidak tau apa maksud dari Aksara. Hidup lima tahun dengan begitu banyak tekanan, membuatnya lebih mempunyai pikiran dewasa dari anak lainnya.

"Kamu egois! Kamu benci anak kecil yang ada di depan kamu? Karna kesalahan ibunya! Sedangkan dia gak tau apa-apa, kalau dia bisa memilih? Dia gak bakal mau minta lahir dari rahim perempuan murahan!" Mendengar ucapan Lica, membuat Aksara bungkam seketika.

"Kenapa? Kamu gak sanggup menjawab, 'kan? Usia kamu berapa? Dan anak kecil ini? Usianya berapa? Apa sebanding dengan pikiran kamu? Jangan turutin ego kamu, Aksara! Kalau aku ngikutin ego aku? Aku gak bakal mau peduli lagi sama kamu! Tapi aku masih ingat Kia, aku juga masih ingat, kalau kamu itu korban! Kita semua ini korban Aksara! Dan penyebabnya itu satu orang! Dan orang itu udah gak ada lagi. Apa salahnya jika kita mencoba mengikhlaskan semuanya? Aku udah ikhlas lahir dan batin, yang aku mau sekarang? Kebahagiaan aku, kamu? Dan anak-anak kita! Aku gak butuh yang lain."

Gama bahkan sampai tidak bisa berkata-kata sangking bangganya kepada Lica. Dia tidak menyangkah perempuan yang dulunya polos itu, kini sudah menjadi wanita yang sangat dewasa. Bahkan bisa dikatakan lebih dewasa dari Aksara jika dilihat dari pemikirannya.

Aksara bahkan tidak tau ingin mengatakan apa lagi, dia menatap ke arah Tia yang menatapnya dengan tatapan sendu.

"Tia!" Panggil Aksara dengan suara yang terdengar serak, karna dia mencoba menahan tangisnya.

"Papi ...." Tia yang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan pun, langsung berlari ke arah Aksara. Dan memeluk pria itu dengan erat.

"Maafin, papi!" Seumur hidup Tia, baru kali ini kata papi itu keluar dari mulut Aksara.

"Papi! Tia boleh manggil dengan sebutan, Papi?" Aksara menganggukkan kepalanya, dan memeluk Tia dengan erat, lalu matanya menatap ke arah Kia dan mulai memanggil Kia untuk gabung bersama mereka. Akhirnya, mereka bertiga berpelukan dengan erat, hingga membuat Lica dan Gama terharu.

"Dua princess Aksara! Saya gak bakal biarin kalian tersakiti! Walaupun setitik, kalian kesayangan seorang Aksara!"

"Jadi? Manggilnya apa dong? Daddy atau papi?" Kia dan Tia saling tatap lalu dengan lantang mengatakan.

"Daddy Aksara!" Gama dan Lica tertawa bersama melihat anak random yang ada dihadapan mereka.

'Terima kasih, ya Allah, setidaknya engkau telah memperlihatkan kepadaku bagaimana buah dari kesabaran itu.'

***

Ayana yang sibuk dengan kebahagiaannya pun langsung menyuruh seorang pendekor kamar untuk membersihkan kamar Aksara dan Lica.

'Gak sabar banget nungguin mereka!' Bukan tanpa sebab Ayana mengatakan hal itu, karna dia mendapatkan kabar, bahwa Aksara dan Lica akan kembali ke Indonesia.

Tak terasa sudah seminggu berlalu, Aksara pun sudah mulai membaik kesehatannya. Dan sekarang mereka sedang beres-beres untuk kepulangan mereka ke Indonesia.

"Lo bakal pulang? Lo bakal ninggalin gue? Lo gak bakal balik lagi?" ucap Netha dengan mata yang berkaca-kaca ke arah Lica.

"Gue pasti balik! Tapi gak tau kapan, lo juga diajak ke Indo gak mau! Jadi gue harus gimana?" Pecah sudah tangis Netha. Selama ada Lica disisinya, dia tidak pernah merasa kesepian. Tapi sekarang? Lica harus kembali ke Indonesia, dan akan meninggalkan dirinya.

"J--jangan tinggalin gue! Jangan, Lica ...." Lica juga sebenarnya sedih mendengar perkataan iba dan juga tangisan dari kakaknya itu. Tapi dia bisa apa? Dia harus kembali ke tempat asalnya, bersama suami dan kedua anaknya.

"Lo ikut gue mau? Kita menetap di Indonesia?" Netha menggelengkan kepalanya, dia bukan lah anak dari keluarga cemara seperti Lica. Dia adalah anak dari keluarga broken home, orang tuanya bercerai, bahkan sudah memiliki keluarga masing-masing. Sedangkan dirinya? Dicampakkan oleh orang tuanya, tanpa diperdulikan sama sekali. Dan untung saja, ada papi Lica yang membelikan rumah dan menyekolahkannya di Eropa. Hingga membuat hidupnya sedikit lebih baik.

"No! Gue tetep di sini! Gue bakal balik, kalau hati gue udah mantap! Dan kuliah gue selesai." Lica hanya menganggukkan kepalanya, dan memeluk Netha dengan erat.

"Kita bakal jumpah lagi! Gue tetep nungguin lo!"

"Bay, Netha!"

"Bay, Lica!"

Tbc

Istri Kecil Tuan Aksara (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang