Bab 8 [ BERSEJARAH ]

2.4K 132 2
                                        

Kelopak mata Kalula menatap hamparan sekitar senang. Senyuman manis tidak luntur sembari merentangkan kedua tangan menikmati. Bukan Pantai seperti yang Kalula bayangkan namun sebuah Bukit indah diisi kehijauan rumput subur yang menyejukkan. Pertama kalinya Kalula leluasa berekspresi seperti ini. Keantusiasan terlihat kentara pada raut wajah, melangkah ke sana kemari dengan sebuah buku gambar kecil yang selalu tersimpan di dalam tas.

Tangannya bergerak dengan tubuh yang duduk pada luasnya rumput. Tidak terganggu saat hembusan angin menerpa wajah. Belum lagi kegiatan Anka yang sibuk memotret kegiatannya sedari tadi, mengabadikan momen yang jarang terjadi.

"Tentang Kalula harus diabadikan, ya."

Kalula menoleh ke belakang lalu tertawa dengan gelengan kepala yang mengiringi. Melambaikan tangannya pada kamera ditangan Anka.

"Suka, kan?" Anka turut duduk disebelah Kalula. Sedikit menunduk agar bisa melihat lebih jelas objek yang sedang Kalula gambar.

"Banget. Aku baru tau kalau ada tempat seindah ini. Tenang gitu, tempat favorit kita, oke!" Kalula tersenyum manis menatap Anka. Binar matanya seakan mengungkapkan terima kasih begitu besar untuk Anka.

Sepeleh yang dilakukan namun kenapa berdampak pada kebahagiaan Kalula?

"Kamu perempuan kedua yang aku bawa ke sini," ujar Anka menarik nafas dalam kemudian tangannya terangkat memainkan kunciran rambut Kalula layaknya anak kecil.

"Jadi, yang pertama siapa?" Suara Kalula melemah.

Anka terkekeh saat wajah cemberut Kalula terlihat lucu. Memencet hidung perempuan disebelahnya dengan geraman kecil.

"Anka," rengek Kalula semakin kesal. Seolah berat mengakui bahwa dirinya lagi dan lagi dijadikan yang kedua. Baik tentang hal apapun.

Gerak lutut Anka yang menekuk lalu satu tangannya menopang dagu. Memusatkan pandangan sepenuhnya pada Kalula yang mulai larut dengan kesukaannya.

"Kalula cantik, dari sisi manapun."

Tetap diam. Mulut Kalula terkatup tidak menjawab.

"Jangan marah!" tegur Anka tersenyum geli.

"Bukit ini tempat kesukaan aku bareng Bunda. Dia yang pertama," beritahu Anka membuat Kalula melirik dengan alis mengerut.

"Sebelum pisah Bunda selalu luangin waktu akhir pekan di sini. Bareng aku dan Ayah. Rumah aku jika sedang ingat Bunda, cuma tempat ini." Anka berucap pelan dengan kepala mendongak menatap langit yang mulai menggelap.

"Sebelum Bunda pergi selama-lamanya tempat ini jadi kenangan terakhir buat aku."

Perasaan menyesak tidak mampu Anka tahan. Terbukti dari suara yang bergetar dengan mata memerah.

"Jadi gak cemburu kan aku jadiin yang kedua?"

Kalula menggeleng cepat, merasa bersalah. Menepuk kepala Anka lalu tersenyum manis menenangkan.

"Anak baik gak boleh sedih." Hibur Kalula membuat Anka semakin melebarkan senyum.

Tangan laki-laki itu menarik bahu Kalula untuk tidur di hamparan rumput. Lalu naik mengusap pucuk kepala Kalula penuh sayang. Perasaannya tenang menghirup aroma khas minyak bayi yang menguar pada penciuman. Menoleh menatap mata bulat Kalula yang saat ini mengerjap dibawah langit.

Dia selalu cantik.

Anka tidak mengelak.

"Kamu indah, selalu."

"Gak peduli kata orang-orang tentang kamu. Bagaimana keadaan kamu, aku tetap suka jika itu tentang kamu, La. Jangan raguin rasa sayang aku, ya! Sampai kapan pun itu selagi aku masih ada di dunia ini, aku, gak akan pernah bosan buat bikin kamu selalu senyum," jelas Anka tersenyum dengan tatapan mata yang semakin teduh menghanyutkan Kalula.

TRAGEDI 23.59 ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang