Bab 10 [ JERIT DARI YANG TERLUKA ]

773 52 5
                                    

Piala berukuran sedang itu Kalula sembunyikan dibalik punggung sembari memasang senyuman manis. Menatap rumit dua sosok remaja yang asik bercengkrama di parkiran sekolah yang sepi.

Langkah memelan dengan mulut tetap membisu.

"Mau pulang bareng?" tawar Anka menatap teduh sosok Atma yang kini melirik pada Kalula.

"Boleh?"

Dengan cepat Anka mengangguk. Tanpa diminta gerak tangannya memasangkan helm pada Atma. Tidak menyadari ada sosok lain di belakang tubuhnya.

"Tapi, dia?" tunjuk Atma memasang raut polos diikuti dengan kedipan mata lucu, terlihat bingung.

Anka sontak berbalik, menatap Kalula yang hanya diam tanpa suara. Tidak menyela kegiatan mereka sedari tadi, lebih menunggu dengan pikiran yang tidak menentu. Dengan berbagai pertanyaan yang timbul mengenai kedekatan keduanya.

Anka tergagap kemudian membuang muka. Matanya berkeliaran menatap sekitar lalu kembali pada Kalula. Berat untuk sekedar mengucapkan nama, Anka melupakan janjinya tadi pada Kalula.

"Udah lama?" tanya Anka melangkah maju untuk lebih dekat.

Menunduk namun bukan untuk beradu pandang dengan manik bulat Kalula yang memancarkan kebingungan. Melainkan, pada satu sosok yang sedari tadi memperhatikan. Bangunan tingkat dua menjadi posisi objek Anka saat ini. Seringaian kecil itu dengan gerakan bibir yang dapat Anka pahami tanpa ada suara yang terdengar.

Sial.

"Tunggu di sini bentar, ya. Gak lama," bisik Anka serak memejamkan mata. Tidak berani menangkap raut wajah Kalula yang mulai berubah.

"Kak, aku pulang sendiri aja deh," celetuk Atma menghembuskan nafas jengah. Mulai melepas kaitan helm namun Anka menahannya sembari menggeleng tegas.

"Bang Aksa kebetulan juga belum pulang. Kelihatannya kalian ada janji, ya. Sorry ganggu," lanjut perempuan itu tersenyum tidak enak. Merasa bersalah.

"Tetap sama gue." Suara bernada perintah yang tidak bisa ditolak membuat Atma mengulas senyuman tipis. Memiringkan kepala untuk lebih leluasa menatap Kalula.

"Jadi, dia?"

Anka menunduk sesaat, menoleh pada Kalula lalu mengusap rambut yang masih terkepang hingga sore ini.

"Gak papa nunggu, kan?"

Bukan seperti yang Kalula inginkan. Tidak sesuai janji selepas pemotretan kemenangan Kalula tadi.

"Aku gak lama. Nanti kita ke tempat itu, oke," kata Anka meyakinkan. Sedikit terkekeh saat Kalula tidak kunjung memberi jawaban.

Anka mulai resah. Tatapan peringatan dari atas sana seolah menyuruhnya untuk cepat pergi bersama Atma dan meninggalkan Kalula, sendiri. Tidak, Anka tidak akan setega ini. Tangan yang hendak meraih sisi wajah Kalula terhempas akan tarikan Atma yang tiba-tiba.

"Bentar."

"Cepetan dong. Dia bukan anak kecil, bisa pulang sendiri. Kak Anka udah janji ya sama Papa buat jagain aku, lupa?"

Anka menurut. Memperbaiki posisi duduk di atas motor dengan perasaan yang masih enggan untuk beranjak. Menatap lurus Kalula yang sedari tadi tidak mengalihkan pandangan, sedikitpun tidak ada penolakan ketika Anka menyuruhnya untuk menunggu.

TRAGEDI 23.59Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang