Tiap titik terendah dalam setiap langkah menuju tempat kehormatan. Hak untuk terlihat ada sudah lama hilang semenjak satu bagian tubuh direnggut. Kalula hanya mampu diam tanpa perlawanan disaat banyak mulut yang memperbincangkan kekurangan. Menunduk dengan tatapan sendu tidak ingin mendengar berisik kata tentang keadaan.
"Lo apain Jema?"
"Aku gak lakuin apapun." Kalula menjawab tegas tuduhan ke sekian kalinya terucap dari ketiga sosok di hadapan.
Sepi koridor karena jam pembelajaran telah dimulai membuat Kalula bergerak resah. Bergetar untuk sekedar mengambil langkah mundur lalu pergi. Namun, posisi tubuh dikelilingi tidak memberikan akses beranjak di tengah-tengah suasana yang kian menuntun untuk mengakui kesalahan.
Bingung.
"Heh pincang, lo nyewa orang buat nyakitin Jema, kan?" Aurora angkat suara dengan telunjuk yang mendorong kepala Kalula.
"Aku gak tau Kak. Aku gak lakuin apapun," jawab Kalula lemah, bahunya merosot dengan tatapan sayu berharap mereka mengerti. Sedikitpun tidak terpintas dalam pikiran untuk melakukan hal seperti itu. Kalula tidak mempunyai keberanian menyentuh seujung kuku dari keempat penyebab luka pada tubuh.
Terus menyalahkan.
"Sini lo!" Rayden mengibaskan tangan dengan tatapan memerintah. Raut wajah yang suram akan keadaan Jema yang cukup memperihatinkan membuat laki-laki itu benar-benar geram.
Melampiaskan pada Kalula yang tidak bersalah. Tuli akan jawaban yang tidak tahu mengenai kejadian yang membuat temannya tidak kunjung sadar hingga kini.
Dua hari semenjak Jema ditemukan, berdarah, sekujur tubuh.
"Anjing, sini!" bentak Rayden marah saat Kalula masih tetap diam menggerakkan mata lincah berupaya kabur.
Dengan langkah berat maju lalu menarik rambut yang terurai itu kasar. Rayden berdecak dengan tatapan melotot pada wajah Kalula yang ketakutan.
"Lo bohong," bisik Rayden mendorong tubuh lemah Kalula masuk ke dalam kelas kosong. Menoleh ke belakang pada Aksa dan Aurora yang turut masuk kemudian mengunci pintu.
Membuat tenggorakan semakin tercekat dengan tangan yang meraup leher kuat. Terpekik kaget ketika tubuh terangkat dan merasakan kaki tidak lagi berpijak.
"Jujur atau gue banting tubuh lo," kata Rayden mengangkat satu alis menunggu ucapan yang sesuai dengan harapan.
"Aku gak tau Kak. Aku gak lakuin apapun sama Kak Jema, tolong ini sakit," jawab Kalula bergetar merasakan sakit di area leher.
Napasnya terengah-engah mencoba lepas dari genggaman yang mulai bergerak menurunkan namun kembali naik dengan dorongan. Membuat tulang punggung terasa ingin patah karena beradu dengan kerasnya permukaan dinding.
"Makin berani ngelawan gue?"
Kalula menggeleng ribut dengan bibir yang meracau penuh permohonan. Belum lagi tarikan pada rambut dari arah samping, keberadaan Aurora yang ikut andil melukai pagi ini. Memaksa Kalula tetap mengaku pada perbuatan yang tidak dilakukan.
"Cuma lo yang punya masalah sama kita, lo dendam kan? Lo pengen bunuh Jema. Sial, lo nusuk perut dia malam itu," tampik Rayden mengguncang tubuh Kalula yang terkulai nyaris kehilangan napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAGEDI 23.59
Novela Juvenil"Papa, anakmu dibinatangkan." ~~~ Dia, Kalula. Remaja cacat dengan kaki kiri yang pincang. Bagi Kalula, SMANTA adalah tempat yang paling menakutkan. Menjadi korban perundungan membuat hidupnya berantakan. Tubuh penuh luka. Hati yang gelisah. Akal y...