Satu || الباب الأوّل

43 12 17
                                    

~~ "Jangankan untuk mengambil keputusan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~ "Jangankan untuk mengambil keputusan. Untuk sekedar paham isi kepalaku sendiri saja, aku kebingungan. Waktu itu, semua rasanya terlalu kejutan untuk aku yang hanya memiliki diriku sendiri, dan Tuhan sebagai tempatku pulang." ~~

***

Kicauan para burung terdengar merdu di luar sana. Mereka terbang bebas, tanpa pengikat maupun pembatas. Terbang bersama hilir angin sejuk. Beberapa dari mereka ada yang singgah di dekat genangan air untuk memulihkan dahaga. Sudut-sudut dedaunan pohon tampak meneteskan beberapa tetes air, sisa derasnya hujan tadi malam.

Sejuk, satu kata untuk mendeskripsikan pemandangan di luar sana. Sungguh memanjakan mata saat memandangnya.

"Masyaa Allah," gumam seorang siswi kelas dua belas madrasah aliah, yang tengah tenggelam dalam lamunannya, menatap pemandangan di luar dari balik kaca jendela kelasnya.

"Nur Azalia Izzati." Seorang gadis pemilik nama tersebut sontak kaget. Ia kemudian menoleh.

"Hadir, Bu," jawabnya sopan. Lamunannya seketika buyar. Ya, dialah yang sedang asik memandang ke luar jendela sedari tadi.

"Azalia, kamu dipanggil ke ruang kepala sekolah." Mendengarnya, Azalia langsung bangkit dari bangkunya dan bergegas memenuhi panggilan tersebut. Walau dengan rasa penasaran dan penuh pertanyaan mengapa ia dipanggil, namun pertanyaan itu ia simpan sendiri di kepalanya. "Baik, terima kasih, Bu Dara," ujar Azalia tepat sebelum ia melewati tempat berdiri sang guru yang memanggilnya, tentu tidak lupa dengan poles senyuman di bibirnya. Bu Dara-sang guru yang tadi diamanahkan untuk memanggil Azalia-pun membalas senyum ramah siswinya itu.

Lorong-lorong sekolah terlihat sepi, karena sekarang sedang jam belajar mengajar berlangsung. Azalia melewati beberapa ruang kelas yang sedang aktif belajar, sebelum akhirnya ia sampai ke ruangan kepala sekolah. Beberapa siswa yang tidak berfokus pada pelajarannya, sontak celingak-celinguk melihat ke arah Azalia yang dengan santai berada di luar kelas di jam belajar.

"Gitu banget, ya, mereka liatnya. Kayak gak pernah liat manusia aja." Azalia bergumam.

Sepanjang langkahnya Azalia terus menerka-nerka. "Kenapa, 'ya, aku dipanggil ke ruang kepala sekolah?" Ada sedikit rasa khawatir, takut jika ia dipanggil karena telah melakukan suatu kesalahan. "Tapi kayaknya aku gak bikin salah, deh," gumanya lagi.

Dengan isi kepala yang terus menerka-nerka, akhirnya kini Azalia telah berada di depan pintu coklat ini. "Ruang Kepala Sekolah", papan persegi panjang itu terpaut rapi di sudut atas pintu.

Toktok ...

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam," jawab bapak kepala sekolah saat melihat siswi yang ingin ia temui kini sudah berdiri di ambang pintu. Nama beliau, Pak Hamdan.

Kita & 69 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang