Lima || الباب الخامس

25 6 25
                                    

~~ "Terlepas dari semua cobaan yang harus kita coba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~ "Terlepas dari semua cobaan yang harus kita coba. Jangan pernah lupakan ada nikmat yang harus kita nikmati.
Life Have to be balance."~~

***

Bandara. Riuh terdengar begitu bising di sini. Suara-suara dari berbagai sumber bergema asal.

"Kita sampai," ujar Pak Hamdan.

Ramai, namun tidak jelas ucapan atau pembicaraannya. Mungkin karena efek dari saking ramainya umat manusia yang bertumpuk dan serak. Bandara cukup ramai siang hari ini. Tampaknya banyak insan yang akan pergi meninggalkan rumah mereka. Entahlah untuk sesaat, atau selamanya.

Jam menunjukkan pukul satu siang. Posisi matahari sudah sedikit condong ke barat. Sinar matahari sedang semangat-semangatnya menyemarak. Bersinar lantang ke mana saja. Dinding-dinding kaca transparan tentu tidak akan mampu menghalang panasnya.

Mata Azalia berbinar menatap suasana asing yang baru pertama kali ia lihat ini. Terharu. Tidak pernah terbayangkan di benaknya, bahwa di masa depan ia akan berada di tempat ini, dan untuk berangkat pergi mengembara mencari ilmu ke negeri orang.

Gemuruh mesin si burung besi sesekali terdengar, atau mungkin suara gemuruh mesin-mesin lainnya. Entahlah, Azalia tidak tahu. Terlalu banyak mesin canggih yang baru pertama kali ia lihat di tempat ini. Dencingan roda koper para calon penumpang pun bersahutan dengan suara petak-petuk sepatu mereka. Mungkin sudah menjadi suasana ciri khas dari tempat bergelar bandara ini.

Tidak lama kemudian, suara announcement mulai terdengar, entah dari mana itu berasal, dan Azalia tidak paham pasti maksud dari suara itu. Beberapa kali mereka mengulangnya. Yang Azalia paham, itu adalah panggilan bahwa sudah hampir waktunya keberangkatan mereka.

Azalia menggenggam tasnya erat. Ya, hanya tas. Tidak ada tangan yang bisa ia genggam, atau tangan seseorang yang mau menggenggamnya. "Andai umi masih ada, pasti umi mau nganterin aku."

Rindu itu kembali hadir. Atau lebih tepatnya, selalu hadir.

Penerbangan akan segera dimulai. Ia melihat keluarga dari kedua temannya. Mereka tampak sedang bergantian memeluk anak-anak mereka. Melepas ribuan cinta untuk anaknya, dengan harapan untuk segala kebaikan buah hati tercinta. Azalia hanya bisa tersenyum. "Hangat banget ya, lihat pemandangan keluarga seperti ini. Hmm aku kapan gitu?"

Azalia kemudian menyalami tangan Bu Santi. "Azalia pamit, Bu. Mohon doanya." Ia juga berpamitan pada Pak Hamdan.

"Iya, Nak. Ibu, dan guru-guru lain tentu akan selalu mendoakan kebaikan dan kesuksesan untuk kalian semua. Semangat, ya!" Azalia memeluk guru baik hatinya itu. Memang Azalia adalah seorang piatu, tidak punya sosok ibu lagi di bumi ini. Punya ayah pun, tetapi seolah tidak punya. Namun di balik semua itu, Azalia sangat bersyukur karena Allah memberinya guru-guru sebaik gurunya, sebaik Bu Santi.

Kita & 69 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang