~~ "Luka memang perih, namun tidak selamanya keperihan itu harus diratapi. Ada masanya, secangkir kopi hitam harus dinikmati cita rasanya yang pahit. Karena memang di titik rasa pahit itu bisa terciptanya kenikmatan." ~~
***
Banyak waktu telah berlalu. Meninggalkan yang lalu untuk menjadi masa lalu, demi yang ada di depan dan meraih masa depan. Namun bagaimana pun itu, masa kini tetap adalah prioritas untuk diusahakan.
Ting ...
Sebuah pesan baru saja masuk ke ponsel Azalia.
Gadis yang tengah menyusun pakaiannya ke dalam koper itu pun berhenti sejenak dari kegiatannya. Ia segera meraih benda pipih canggih yang terletak di atas meja belajarnya.
"Bu Santi," baca Azalia pada nama kontak yang tertera.
"Nak, segera berangkat, ya. Kita akan menuju bandara satu jam lagi. Usahakan kamu sampai ke sekolah segera, ya, Nak. Pak Hamdan akan memberi sedikit arahan untuk kalian sebelum berangkat. Ibu juga sudah kirimkan gojek untuk menjemput kamu ke rumahmu, ya, Nak." Azalia membaca pesan itu seksama. Bibirnya pun spontan membentuk lengkungan indah.
"Baik, Bu. Azalia akan segera sampai. Terima kasih, Bu."
Usai membalas pesan, ia kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda tadi. "Alhamdulillah, sudah selesai." Azalia menyusun dua koper, satu tas ransel, dan satu tas pegang miliknya, di dekat pintu kamar. Semua barang-barang yang ia butuhkan untuk keberangkatan siang ini sudah selesai.
Azalia lalu beralih pada lemarinya. Mengambil sebuah kerudung hitam ukuran L-yang memang sengaja ia sisakan untuk ia pakai sekarang-kemudian memakainya dengan telaten di depan cermin. Isi lemarinya sudah kosong. Pakaian dan barang yang ia butuhkan sudah ia kemas, dan beberapa yang tidak terlalu penting sudah ia titipkan di rumah abi di pondok.
Sesaat, Azalia hanya bisa terpaku menatap pantulannya di cermin. "Benarkah? Benarkah, aku akan berangkat ke Mesir? Aku ... lolos untuk menjadi mahasiswi di sana?"
Ia sedikit mendengus. Isi hatinya sangat campur aduk bak gado-gado saat ini. Senang, terharu, bangga, sedih, gelisah, bahkan takut, semuanya berkelana di pikiran si cantik Azalia. Senang dan terharu karena ia bisa mendapat kesempatan berharga ini. Namun, ia juga takut akan bagaimana nasibnya di negeri orang nanti. Walau sudah mendapat beasiswa untuk menjadi mahasiswi di sana, namun kegelisahan tetap ada di pikirannya. Apalagi, beasiswa ini tidak bersistem penuh dan permanen. Nantinya di setiap semester, Azalia dan teman-temannya harus berburu beasiswa lagi untuk bertahan. Jujur ini sedikit membuatnya ragu. Ia gelisah jika terjadi hal-hal tidak diinginkannya di sana, apalagi dengan kondisi abi yang terbilang acuh sekali padanya. Sedih? Ya, tentu saja Azalia juga sedih. Di saat para calon pelajar di luar negeri-apalagi dengan mendapatkan beasiswa-itu seharusnya mendapat respon bahagia dan terharu dari orang tuanya, namun Azalia, ia tidak mendapatkan benefit tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita & 69 Hari
Romance✨HAPPY READING✨ 🌻~Selamat Menyelam dalam kisah "Aku dan Dia" yg akhirnya menjadi "Kita" dalam 69 hari~🌻 ... Kita, bagaikan air dan gula yang dicampur dalam air dingin. Sulit larut, namun tidak mustahil untuk disatukan. Kamu dengan Alquran di tanga...