Delapan Belas || الباب الثامن عشر

11 4 12
                                    

~~" Tidak masalah ada siapa pun itu di masa lalumu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~" Tidak masalah ada siapa pun itu di masa lalumu. Yang terpenting adalah sekarang ada aku di masa depanmu. Masa depan milik kita berdua dengan izin Allah Ta'ala."~~

***

Langit masih gelap. Namun hari sudah berganti. Matahari juga belum terbit. Si bintang besar itu baru sedang bersiap-siap akan muncul di ufuk timur. Mungkin akan muncul beberapa jam ke depan. Bahkan suasana bumi saat ini pun masih sangat sunyi. Hanya beberapa manusia hebat yang sudah bangun dan memulai aktifitas.

Begitu pula Fauzan. Laki-laki nan manis ini sudah bangun dari sekitar pukul tiga pagi. Ia sudah mencoba membangunkan istrinya tadi, untuk ikut dengannya menunaikan tahajud. Namun karena dilihat gadis cantik itu masih terlelap terlalu nyenyak membuatnya menunda untuk membangunkan si cantik sampai ia selesai dengan ibadahnya sendiri.

"Aamiin."

Fauzan usai membaca doa-doanya. Tuturan kalimat rahasia yang hanya dirinya dan Allah saja yang tahu. Tidak berselang lama, Fauzan sudah selesai dengan zikirnya, kemudian ia melipat sajadahnya dan menyimpannya di lemari dengan rapi.

Pria berbaju jubah itu kemudian menoleh. Melihat ke arah istrinya yang tidur cantik di ranjang. Menatap si gadis yang kini sudah sah menjadi pendamping hidupnya. Sah menjadi istrinya.

"Maa Syaa Allah," gumamnya kecil.

Malam ini Azalia tidak lagi tidur menggunakan cadarnya, namun masih menggunakan jilbab dan baju panjang.

"Terima kasih sudah menerimaku," gumamnya kecil.

Fauzan masih duduk. Hanya terdiam sambil matanya yang tak luput menatap wajah indah gadisnya itu. Seketika pula ia mengingat obrolan mereka tadi malam. Ketika akhirnya Fauzan bisa membujuk Azalia untuk tidak tidur menggunakan cadarnya. Entahlah, dilihat saja sudah gerah. Ia hanya kasihan pada gadisnya. Namun malam itu bukanlah hanya tentang melepaskan cadar, tetapi juga tentang sebuah kejujuran yang berani Azalia sampaikan pada suaminya. Bayangan obrolan tadi malam pun kembali di pikiran Fauzan.

Malam sudah menemani langit. Bintang-bintang sudah tampak berserak asal di gelapnya hamparan langit yang tak terlihat ujungnya itu.

Semua insan sudah mulai mengistirahatkan jiwa raganya. Menutup kisah lelah hari ini, untuk kisah baru di esok hari.

"Lia," panggil Fauzan saat masuk ke kamar.

Tampak Azalia menoleh ke arah panggilan suaminya itu.

"Iya, Ustaz."

Gadis itu tampak sedang santai duduk dan bersandar di ranjang. Hingga saat suaminya masuk maka spontan ia membenarkan posisi duduknya.

"Aku izin duduk di sebelah kamu, ya, Ning."

Gadis berstatus istrinya itu mengangguk mengiyakan. Walau masih canggung, namun setidaknya mereka sama-sama berusaha menghangatkan suasana. Namun bohong, jika Azalia tidak malu-malu saat ia di sebelah laki-laki yang baru satu hari menjadi suaminya itu. Apalagi dengan posisi sekarang yang terbilang cukup dekat, ditambah lagi suaminya yang menatapnya sangat intens.

Kita & 69 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang