Dua || الباب الثاني

46 12 24
                                    

~~ "Rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~ "Rumah ... ialah sebuah julukan untuk sebuah tempat pulang. Tempat yang dipenuhi kehangatan dan kasih sayang. Tetapi, apakah semua orang memiliki rumah?" ~~

***

Langit sudah diselimuti gelap. Malam sudah tiba. Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Malam selalu menjadi tempat tersunyi bagi Azalia, namun juga waktu istirahat terbaiknya.

Jadwal Azalia sangat padat setiap hari. Dimulai dengan rutinitas pergi ke sekolah setiap hari—kecuali di hari minggu dan hari libur—kemudian dilanjutkan bekerja sebagai pegawai penjual buah di pasar hingga petang, dan lanjut menyewakan jasa setrika pakaian ke rumah orang-orang di sekitarnya. Dari kerja kerasnya inilah dia hidup, atau lebih tepatnya, menghidupi diri sendiri.

Malam ini, seharusnya Azalia sudah bersiap-siap hendak pergi ke rumah orang yang menyewa jasa setrika pakaian yang ia tawarkan, seperti biasanya. Namun malam ini tidak. Azalia mendapat libur, karena sang pemilik rumah dan semua anggota keluarga mereka sedang dalam perjalanan di luar kota. Alhasil malam ini Azalia hanya berdiam di rumah. Istirahat, dan akan disertai belajar atau mengaji nantinya.

"Hmm. Keluarga."

Tatapan Azalia kosong. Tidak ada gairah atau semangat. Sepi, sebagaimana sepinya tiap detik di sini.

“Umi. Azalia kangen.” Air matanya lolos, menetes begitu saja di bukit pipinya.

Azalia menyandarkan tubuhnya ke dinding. Memandang kosong ke depan, dengan sebuah bingkai foto di pelukannya. Foto itu … foto sosok tercinta Azalia. Umi.

“Bagaimana cara aku sampaikan berita beasiswa ini ke abi, ‘ya?”

Dengan pikiran yang masih memikirkan perihal tawaran beasiswa itu. Azalia memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Memberi masa pada tubuhnya untuk menikmati kehangatan kasur di dinginnya malam. Berbaring, tanpa memberi tumpuan pada tubuh.

Azalia berdesis.

“Ah, buat apa aku repot-repot khawatir. Toh, ekspresi abi juga sudah bisa aku prediksi, ‘kan? Hanya ada dua kemungkinan, antara abi menolak mentah-mentah dan tidak memberiku izin, atau abi akan mengizinkanku dengan ekspresi dan raut wajah datarnya.”

Gadis itu menghela napas berat.

“Apa abi akan bangga ya mendengar kabar ini?”

Hening.

Sesekali ada suara nyamuk yang berterbangan tak jelas arah, dan jarum jam yang bergerak. Sepi. Sunyi.

"Apa abi akan bangga padaku, seperti ia selalu bangga pada Gita?”

Gita, dia adalah gadis kelahiran tahun 2007, yang merupakan adik tiri Azalia. Sebenarnya mereka tidak terbilang saudara tiri, karena tergolong satu ayah dan hanya beda ibu. Mereka masih satu nasab. Namun karena perbedaan kasih sayang yang mereka dapat, membuat Azalia sedikit enggan menganggapnya sebagai adik kandung. Gita tidak salah. Dia gadis yang baik. Hanya saja, Azalia tidak bisa bohong dengan perasaannya yang sudah terlanjur sakit sejauh ini.

Kita & 69 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang