Tujuh Belas || الباب السابع عشر

15 4 19
                                    

~~"Cinta adalah perasaan yang suci, sebagaimana kesucian tersebut datang dari Sang Pemilik Rasa Cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~"Cinta adalah perasaan yang suci, sebagaimana kesucian tersebut datang dari Sang Pemilik Rasa Cinta. Namun, sungguh disayangkan ketika ada manusia biadab yang menjadikan rasa cinta sebagai alasan untuk bermaksiat. Are you seriously, Man?"~~

***

Matahari sudah muncul sempurna di langit biru. Menenggelamkan malam dari penampakan langit.

Cklek...

Pintu dibuka dari luar. Memunculkan seorang gadis dengan pakaian lengkap di badannya. Azalia baru saja selesai mandi. Hanya mandi pagi biasa.

Pagi-pagi sekali usai menunaikan salat subuh, Azalia segera bergegas membantu umi menyiapkan sarapan di dapur. Saat mereka sedang sibuk di dapur, Fauzan--si laki-laki berstatus suami Azalia--baru keluar dari kamarnya dan mau mandi. Karena kamar mandi hanya ada satu yaitu di dapur belakang. Setelah Fauzan mandi, tepat sekali kegiatan memasak pun baru selesai mereka lakukan. Langsung saja Azalia pun bergegas untuk membersihkan badannya. Namun karena mengingat sekarang wilayah kamarnya bukanlah hal pribadinya lagi, jadi ia membawa seperangkat pakaiannya ke kamar mandi. Bahkan lengkap dengan cadar, dan satu tote bag skincare-nya pun dibawa.

"Sudah selesai mandi, Ning?" tanya Fauzan basa-basi dengan istri barunya.

"Iya."

"Ustaz?" Yang dipanggil hanya menoleh dan menatapnya dengan kebingungan.

"Kenapa ngeberesin kopernya sendiri? Sini. Biar aku aja." Azalia segera menghampiri suaminya, dan duduk di sebelahnya. Ya walaupun masih lumayan berjarak jauh.

"Tidak masalah. Ini, kan, pakaianku."

"Izinkan aku bantu, ya, Ustaz." Tanpa menunggu persetujuan, Azalia langsung membantu sang suami menyusun pakaiannya ke lemari.

"Jazakillah."

"Wa iyyak."

"Maaf, Azalia?"

Berhubung Azalia hanya terlihat sepasang biji matanya saja, jadi ia hanya menoleh dengan tatapan seolah bertanya  "Ada apa?"

"Kamu, gak panas pakai cadar terus? Ah. Maksudnya, kan, ini di rumah. Dan, aku juga udah gapapa, kan, kalo lihat muka kamu?"

Beberapa detik Azalia hanya diam sambil terus menyusun pakaian. "Iya. Memang gapapa. Hanya saja ..." Fauzan menunggu lanjutan ucapannya. " ... hmm. Aku cuma belum nyaman aja. Nanti, pasti buka, kok."

"Oh. Oke. Bawa santai aja, dan, gimana nyamannya di kamu." Fauzan tidak masalah dengan hijab istrinya yang belum mau ia buka. Hanya saja ia merasa sedikit kasihan jika istrinya harus kegerahan dengan pakaian lengkap saat di rumah. Namun jika memang belum bisa ya tidak akan dipaksakan.

"Lia, Fauzan. Sarapan dulu."

Terdengar teriakan umi dari luar kamar. "Baik, Mi. Sebentar."

Azalia segera selesaikan menyusun pakaian suaminya. Sedangkan Fauzan kini hanya sedang menonton ketelatenan sang istri. "Maa Syaa Allah," gumam Fauzan dengan suara yang sangat kecil.

Kita & 69 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang