~~ "Hidup, ialah antara menikmati anugerah dan rezeki yang Allah titipkan atau meratapi cobaan. Padahal, pada hakikatnya cobaan bahkan rezeki sekalipun akan diberikan sesuai dengan kadar tiap individu hamba-Nya, dan Allah tentu tidak akan keliru dalam qudrah kekuasaan-Nya." ~~
***
Hari demi hari diterkam waktu menjadi bulan. Begitu pula bulan yang kini menjadi tahun. Waktu terus berjalan, tanpa penghalang masa.
Terasa tidak terasa, dua tahun kini sudah berlalu sejak Azalia mendapatkan tawaran beasiswa di madrasah aliyah. Azalia, Rani, dan Defan, mereka sudah menjadi mahasiswa di Universitas Al-Azhar, di Kairo, Mesir. Namun walau sudah dua tahun menempuh pendidikan, mereka kini masih menyandang di semester dua. Itu dikarenakan satu tahun pertama adalah masa pelatihan berbahasa Arab, kemudian di tahun selanjutnya baru memulai perkuliahan akademis.
Matahari cukup terik di luar sana. Membuat Azalia dan Rani jadi lebih memilih berdiam diri di bilik asrama.
"Lia."
"Hmm."
"LIA!" Yang dipanggil terlalu sibuk dengan ponselnya, sehingga membuat Rani jengkel.
"APA?" Azalia menoleh ke arah Rani. Ia sedikit terkekeh saat melihat ekspresi jengkel di wajah temannya. "Kenapa Rani Cantik?" Yang dipuji spontan saja tersenyum. Melupakan kejengkelannya tadi.
"Kamu ngapain sih, Lia? Kok asik banget maen hp?"
"Enggak kok. Cuma lagi chatting-an sama temen di Indo." Rani hanya mengangguk-angguk. "Kenapa emangnya?"
"Gepepe sihhh. Cuma mau ajak pergi ke luar. Laper aku, nih. Jajan yuk!"
"Idih idih si anak Indonesia ini, ya. Gepepe gak tuh, hihi," ujar Azalia kemudian tertawa. Bukannya menjawab ajakan Rani, Azalia malah meledek ucapan Rani yang mengatakan Gapapa dengan kata Gepepe. Bahasa rada menye-menye ala ABG Indonesia.
"Yaa kan mumpung ngobrol sama temen Indo! Jadi harus dimanfaatkan dong, untuk ngobrol dengan gaya Indo!"
"Alay!" cibir Azalia dengan tertawa.
"Ih udah! Malah sibuk bahas gepepe. Yuk, ke luar yuk! Aku laper." Azalia melirik ke luar jendela beberapa detik sebelum memberi jawaban. "Tapi panas banget, Ran. Liat, tuh!" Ia menunjuk ke luar jendela.
"Ya terus? Karena panas, kita mau kelaparan?"
"Jujurly males banget. Tapi ya udah deh, ayok! Kamu siap-siap dulu, gih. Aku mah tinggal pake kerudung ini. Beres." Rani langsung bangkit dengan antusias. Ya, Rani memang terbilang perempuan yang mau ke mana pun, ia harus prepare dengan perfect. Mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tidak peduli walau hanya pergi ke warung depan asrama sekalipun.
Azalia kembali berfokus pada ponselnya sambil menunggu Rani. Jari jempol kedua tangannya legat tak-tik-tuk mengetik di kolom percakapan. Hingga sedetik kemudian sosok yang baru saja Azalia kirimkan pesan itu langsung meneleponnya. Mungkin sosok di seberang merasa lebih dapat menyelesaikan tujuan percakapan jika dilakukan secara langsung melalui suara, bukan pesan tertulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita & 69 Hari
Romance✨HAPPY READING✨ 🌻~Selamat Menyelam dalam kisah "Aku dan Dia" yg akhirnya menjadi "Kita" dalam 69 hari~🌻 ... Kita, bagaikan air dan gula yang dicampur dalam air dingin. Sulit larut, namun tidak mustahil untuk disatukan. Kamu dengan Alquran di tanga...