10.

7.4K 685 58
                                    



..




Hembusan angin yang menyembur wajahnya. Menjadi saksi bahwa sang Ayah dan Ibunda meninggalkannya di akademi yang akan menjadi tempat menyeramkan baginya.

Dia harus menjalani hidup di sini dengan suka rela.

"Arrggggh!"

Avey berteriak dengan kesal. Di lihatnya para murid lain yang menatapnya takut-takut.

Dia pergi bersama pemandu untuk membawanya ke dalam ruang kepala akademi.

Para murid lain masih menatapnya takut-takut. Mungkin di kiranya Avey kesurupan.

"Grr!"

Dia mengaum mengagetkan para murid yang berlari kesetanan. Pemandunya pun hanya berdiri kaku tak melanjutkan tuntunan untuknya.

"Ayo buruan."

Pemandu itu menelan ludahnya kasar. 'Semoga Aku tidak di makan siluman singa ini ya Dewa.' Mohonnya dalam batin.

Avey berjalan dengan sebal menghentakkan kakinya, pemandu makin ketakutan hingga Dia mempercepat langkah kakinya.

Padahal Avey hanya merasa sebal karna lupa tak membawa gulali yang sudah susah payah Ia curi dari kamar Alina.

Ketukan pintu yang di lakukan pemandu membuat Avey mencebik kesal. Ia ingin ke kamar dan merebahkan tubuhnya.

Mandi air hangat dan bersantai. Ah- angan-angan yang tak masuk akal.

"Uh- Pangeran ... ai liur Anda?"

Avey mengangkat kedua alisnya. Menutuo mulut dan mengusap salivanya yang ternyata keluar dari mulut.

"Kamu tau pintu tersembunyi di mana?"

Penjaga itu menggeleng. Dia mulai berfikir. Apakah pangeran akan menutup pintu tersembunyi dan menerkam semua, seperti geramannya baru saja?

Dia merinding.

"Silahkan Pangeran, masuk."

Dalam Ruangan yang tidak lebih mewah dari kamar miliknya. Namun lebih magical dari kamarnya.

Dia berdecak kagum. Sedangkan para pengajar akademi tersentak dan ketakutan.

Apa Dia tak suka ruangannya hingga berdecak? Apa begitu buruk?

"Baik ... yang mulia, bisakah Anda duduk dahulu?"

Avey mengangguk paham. Dia duduk dengan nyaman dengan satu kaki di angkat.

Menunggu para pengajar bertanya padanya pelan-pelan. 'Ojo kesusu, mbo'an mlayu.'

Avey bergumam dengan pelan. Para pengajar menipiskan bibirnya. Enggan untuk bertanya. Sedangkan kepala akademu hanya menghela nafas.

Memang rumor Pangeran yang berperilaku buruk dan memiliki ilmu yang kuat membuat mereka bertanya-tanya.

Mengapa susah-susah mengirim Pangeran itu untuk datang kemari?

"Baik, Pangeran, apa misi Anda untuk masuk ke akademi?"

Salah satu Pengajar bertanya dengan gugup. Memandang wajahnya dengan tegang.

Avey menggaruk bagian bawah hidung. Menggaruk tengkuknya dan berfikir dengan keras.

"Untuk mengumpulkan kekuatan?"

Para pengajar saling melirik. Bingung akan pertanyaan apa lagi yang perlu di lontarkan.

Salah satu pengajar dengan jubah merah, berjenis kelamin perempuan menatapnya.

"Untuk tujuan apa anda mengumpulkan kekuatan?"

Avey memasang wajah julid- "supaya kuat. Apa lagi?"

Avey menyenderkan tubuhnya. "Sungguh pertanyaan yang tidak masuk akal." Decaknya.

Pengajar yang baru saja bertanya akhirnya tenggelam dalam kritikan Avey, Dia diam dan tak berniat kembali bertanya.

"Selain itu, Pangeran."

"Supaya Aku bisa lekas pulang. Di sini membosankan."

Avey menopang dagunya. Mengalihkan pandangan dan kembali mengamati ruangan penuh sihir ini.

"Kalau begitu yang mulia-" Kepala akademi bangkit dari acara duduknya.

Berdiri di antara para pengajar dengan gagah. "Ada satu syarat bagi para murid untuk masuk ke dalam Akademi."

Avey mengeryit. Syarat apa pula? Si Aliana bahkan tak menjelaskan apapun padanya. Kesal rasanya pikiran Avey.

Dia menghela nafas lelah. Avey menatap sang petinggi dengan berani. "Lalu, syarat apa?"

Petinggi itu membuka lembaran buku di meja-nya. "Paling tidak. Setiap satu murid harus memiliki mantra apapun untuk bekal bertarung mencari jati diri di Akademi nantinya."

Avey melongo. "Sialan, ngga ada yang bilang ke gue."

Dia berdecak sebal. Memikirkan banyak ide yang bahkan tak ada satupun hinggap di otaknya.

Kepalanya pening dan rasanya akan pecah begitu saja. Dia menunduk dan mulai memfokusan kepala dan hatinya.

Di saat-saat seperti itu. Para pengajar mengamatinya dengan tenang tanpa mengganggu. Sekiranya merasa bahwa sang Pangeran tengah mengulik ingatannya.

Mereka memberi banyak hak untuk Pangeran kali ini.

Hingga saat itu, kepalanya mendongak dengan wajah pongah. Dia menatap kepala Akademi dengan serius.

"Aku memiliki satu, yang jarang ku gunakan." Kata Avey berlagak secara misterus.

Kadua kakinya kini menyilang dan memberikannya kesan maskulin yang di buat-buat.

Tatapan yang bagi mereka terasa mengintimidasi. Padahal baginya biasa saja.

"Pangeran, Anda boleh mengucapkannya."

Avey mengangguk. Dia bangkit dan mengangkat kedua tangannya menangkap angin.

"Bersiaplah kalian." Kata Avey.

Dia menarik nafas dalam-dalam, dan mengeluarkannya secara perlahan.

Para Pengajar dan sang Kepala mengantisipasinya. Penasaran dengan mantra yang akan di sebutkan sang Pangeran.

Bibir Avey mulai bergerak. "Moncong ... moncong-"

Avey mengintip mereka saat Dia tengah memejamkan mata.

"Moncong ... moncong, sunggokong. Bokongnya gosong."






..

Bloviate.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang