Chapter 5 Kudu Pake Drama

256 14 0
                                    

"Rember me?" Pria itu berucap dingin.

"Ahahaha... Apakah saya mengenal anda Tuan?" Waier rasanya ingin kabur saja sekarang.

"Hm, sepertinya saya salah mengenali orang dan mengira anda orang yang sama dengan penjahat yang saya temui satu tahun lalu. Maaf atas ketidak sopanan saya Nona." Ucap pria itu tenang.

Jleb

Ucapan pria di hadapannya mungkin tenang tapi bagi Waier kalimat yang terucap itu bagaikan belati yang menghunus jantungnya. Entah kenapa melihat sorot mata pria di depannya membuatnya sangat tidak nyaman.
 
"Apa aku sungguh sekejam itu? Tapikan kami belum memiliki hubungan apapun saat itu." Batin Waier introspeksi diri.

Cielah belum, berarti ngarep kan lu?

Tanpa Waier sadari pria yang semula berdiri tidak jauh dari posisinya itu kini telah melangkahkan kakinya ke meja kerjanya, duduk dan melihat laporan yang bertumpuk di meja itu. Pria itu mencoba tidak peduli akan kehadiran Waier dan membiarkannya menyelesaikan lamunannya.

🍁🍁🍁

Waier melamun cukup lama bahkan tak sadar jika pria yang semula berada di hadapannya telah berpindah tempat. Begitu sadar dirinya sudah tidak mendapati pria itu di tempat semula. Mendengar suara dari arah belakang membuatnya kemudian menoleh dan mendapati sosok pria sebelumnya tengah membolak-balikkan laporan yang ada di atas meja.

Melihat pria, ups Tuan Bos di depannya tidak mengatakan apa-apa dan membiarkannya berdiri tidak jelas kek patung udah gitu terlupakan lagi, membuat Waier mulai jengkel. Padahalkan yang mulai mengabaikan duluan adalah dirinya sendiri.

"Haduh, jadi gue ngapain sih di sini sebenarnya? Cosplay jadi hiasan apa gimana nih? Punya Bos gak jelas lagi." Gumam Waier yang dikencengin biar kedengaran amah entuh Tuan Bos. Namun, karena pada dasarnya Tuan Bos lagi cosplay jadi talenan es jatohnya.

Krik krik... misi numpang lewat.

"Astoge... demi tomat binti togek, ini orang gak lagi minat balas dendam atau ngambek kan ya? Pikir Waier

Waier akhirnya memutuskan untuk mendekati meja Tuan Bosnya itu setelah cukup lama cosplay jadi patung tidak dianggap.

"Kepada Tuan Bos yang baik dan sangat budiman yang budimannya kelewatan. Jadi bisa kah saya keluar dan pulang sekarang?" Mendengar kalimat Waier yang kelewat budiman, pria yang semula  fokus membaca berkas itu akhirnya mengalihkan perhatiannya ke arah Waier.

"Kemarilah" Waier rasanya ingin berteriak ke pria di hadapannya sekarang. Bagaimana bisa pria itu hanya mengucapkan satu kata setelah hampir lima menit terdiam mengumpulkan energi untuk berbicara. Meski begitu Waier tetap berjalan mendekat ke arah meja kerja pria itu hingga mentok berjarak sekitar 30cm dari sisi depan meja kerja pria itu.

"Lebih dekat lagi"

"Hah?"

Melihat respon Waier yang seperti tidak menangkap maksudnya membuat pria itu akhirnya berdiri dan menarik tangan Waier agar mengikutinya ke seberang meja kerjanya dan memintanya duduk di kursi yang ada di samping kursinya. Waier sebelumnya tidak melihat kursi itu sebelumnya karena terhalangi oleh tumpukan berkas.

"Duduk dan diam disini, gunakan tab ini sesukamu agar tidak bosan. Aku sudah menginstal banyak aplikasi di sana. Kamu bisa menambahkan aplikasi yang kamu sukai disitu" Pria itu akhirnya duduk kembali di kursinya dan bersiap melanjutkan membaca berkas yang bertumpuk itu kembali.

Waier menerima tab itu dengan senang hati dan melihat-lihat isinya. Namun, teringat akan kata asisten pria di sampingnya sebelumnya bahwa dirinya bisa mulai bekerja hari ini membuatnya menoleh ke pria disampingnya.

"Aku boleh bermain-main saja dan tidak bekerja? Bukannya perusahaanmu merekrut asisten hari ini karena kau membutuhkannya?"

"Waier, kamu bukan kau." Telinga pria itu sungguh tidak suka mendengar kata kau dari Waier. Sudah cukup Waier menggunakan panggilan anda dan Tuan Bos yang entah ngide dari mana tadi, sekarang tidak akan dia biarkan Waier menggunakan kosa kata itu lagi. Belum lagi melihat respon Waier saat bertemu dengannya beberapa waktu lalu sukses membuat suasana hatinya memburuk.

"Iya iya kamu, jadi?"

"Huh, mengapa pria ini begitu peduli dengan hal itu, artinya kan sama aja." Batin Waier tidak habis pikir dengan otak pintar pria disampingnya itu.

"Aku mengaturnya untuk bertemu denganmu."

"Minumnya Le Minerale ya?"

"Hm?"

"Itu, ngomong kok ada manis-manisnya."

Melihat pria di sampingnya hanya terdiam dengan telinga sedikit memerah membuat Waier tertawa.

"Berhentilah tertawa, perutmu bisa sakit sayang."

Mendengar panggilan dari pria itu membuat Waier seketika menghentikan tawanya dan salah tingkah sendiri. "Sejak kapan pria ini suka berbicara manis? Apa sejak galong minumnya jadi Le Minerale? Tapi kapan itu terjadi?" Pikir Waier absurd.

"Kemampuan menggodamu sepertinya semakin meningkat ya." Puji Waier yang sebenarnya bukan pujian sih.

"Hm, aku tidak pernah melatihnya setahun terakhir."

Mendengar itu, Waier semakin yakin jika pria di sampingnya pasti minumnya pakai Le Minerale. Meski tak dapat dipungkiri hati murahan Waier tetap baper juga sih.

"Huff, back to topic. Aku tidak berkerja hari ini?"

"Kamu kan sedang berkerja sayang."

"Berhentilah memanggilku seperti itu dan jawab pertanyaanku dengan benar Tuan Wistaria yang terhormat!" Ucap Waier mencoba tegas yang jatohnya lebih ke salting sendiri sih.

"Aku menolak dan jawaban yang ku katakan itu sudah sangat serius sayang."

"Apanya yang serius?" Dumel Waier

"Aku sudah mengatakan yang sebenarnya sayang, kerajaanmu adalah menemaniku kerja."

Mendengar itu Waier ngang ngong ngang ngong sendiri jadinya. Bagaimana bisa kerjaan asisten adalah menemani bekerja.

"Tuan Wistaria yang terhormat bisakah anda serius sedikit menjawab pertanyaan nona ini?"

Senyum kejengkelan yang Waier tunjukkan membuat Wistaria merasa lucu dan bingung sendiri. Ia sudah mengatakan semuanya sesuai fakta yang ada, jadi harus menjelaskan seperti apa lagi untuk gadis kecilnya ini?

"Sungguh, aku sudah menjelaskan semuanya sayang. Apa aku terlihat berbohong?"

Waier memang tidak melihat kebohongan di mata pria itu sedari awal tapi mengingat penjelasan konyol itu sungguh membuatnya berpikir bahwa pria itu menjawab sekenanya saja.

"Huff, baiklah anggap saja begitu. Jadi bagaimana aku bisa mendapatkan gajiku jika hanya duduk diam seperti ini? Aku tidak mungkin menerima gaji buta kan? Jadi berilah aku kerjaan juga, aku tidak mungkin hanya melihatmu capek bekerja dan tidak melakukan apapun."

"Menghawatirkanku, hm?"

"Ti ti... tidak!!! Siapa yang mengkhawatirkanmu?" Kondisi muka dan nada suara Waier sungguh tidak mendukung perkataannya dan itu sukses membuat pria itu tertawa lepas.

"Hentikan tawamu Wis atau mulai besok aku tidak akan datang!" Ancam Waier yang sudah sangat malu sekarang. Sungguh jika dirinya bisa menghilang saat itu juga maka ia akan sangat ikhlas.

"Kamu sudah menandatangani kontrak sayang, lagipula mengapa harus begitu malu mengakui fakta, hm?"

"Siapa yang malu?!! Dan fakta apanya!!!!" Teriak Waier untuk menghilangkan kegugupan akibat hati murahannya yang sedang salto-salto.

"Jangan sering-sering berteriak sayang, tenggorokanmu bisa sakit." Wis sungguh paham bagaimana kondisi gadis kecilnya jika terlalu sering berteriak.

"Satu hal lagi, jika kamu mencoba kabur lagi maka kamu akan melihat kegilaanku sayang. Besok aku akan menjemputmu dan tidak ada bantahan."

"Kau..."

"Sepertinya mulut kecilmu butuh perhitungan, sayang."







...TBC ...

Aku Memilih Menjadi Villainess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang