Chapter 11 Reuni¹

105 4 0
                                    

"Masih sakit, hm?" Ai menggumam tidak jelas merespon pertanyaan yang Izana lontarkan. Izana yang mendengar gumaman tidak jelas istrinya itu kembali melanjutkan aktivitasnya semula yang mengusap-usap perut sang istri.

Seperti dugaan Izana sebelumnya, istrinya lagi-lagi berujung sakit perut usai makan. Padahal ia sudah memastikan jika istrinya itu tidak makan terlalu berlebih tapi nyatanya lagi-lagi hal seperti sekarang tak bisa dihindari. Namun meski begitu, Izana masih bisa bernafas lega karena kali ini istrinya tidak terlalu menderita.

"Lain kali jika sudah merasa kenyang jangan dipaksain sayang, meskipun itu hanya sesuap. Aku tidak keberatan menghabiskannya untukmu jika alasannya hanya karena takut mubazzir sayang." Ucap Izana menasehati istrinya itu.

"Maaf" Cicit Ai pelan

Izana bergumam pelan menanggapi permintaan maaf makhluk kecilnya itu.
.

.

.

Ai pagi ini memutuskan untuk ikut menemani Izana ke Kantor pusat milik suaminya yang berada Indonesia berhubung reuni akan di adakan malam nanti jadi Ai masih bisalah lah ya menemani sang suami.

Keduanya berangkat usai sarapan bersama. Ai bahkan telah menyiapkan bekal makan siang untuk keduanya nikmati di kantor nanti.

"Sayang sebentar lagi aku ada meeting, mau ikut atau tetap di sini, hm?" Tanya Izana begitu keduanya telah berada di ruangan khusus CEO perusahaan a.k.a ruang kerja Izana sendiri. Ai yang tengah menyimpan bekal makan siang di mini kitchen menoleh ke arah suaminya itu.

"Aku disini saja"

"Sure?"

"Di ruang rapat pasti membosankan dan aku tidak tau mau melakukan apa di sana. Kalau di sini bukanlah aku bisa membantumu memeriksa berkas yang menumpuk itu." Ungkap Waier melihat ke arah berkas-berkas yang bertumpuk di meja kerja sang suami.

"Aku tidak akan melarang karena itu percuma tapi ingat untuk istirahat jika lelah sayang." Peringat Izana yang Ai balas dengan anggukan singkat.

Izana mendekat ke arah istrinya setelah menaruh tab dan tas istrinya itu di meja kerjanya. Izana memberi kecupan singkat di dahi sang istri dan berpamitan sebelum akhirnya melangkah keluar ruangan menuju ruang rapat. Tindakan Izana itu sukses membuat wajah Ai memanas.

"Huh, jantung murahan ku rasanya semakin murahan saja." Gumam Ai salting sendiri hingga rasanya ia ingin menjerit detik itu juga dan ya dia benar-benar melakukannya.
.

.

.

"Hm itu lebih baik" komentar Izana yang membuat Ai akhirnya dapat bernafas lega. Ini sudah ketiga kalinya Ai harus mengganti baju miliknya hanya karena suaminya itu protes jika dress yang dirinya pakai terlalu terbuka. Padahal menurut Ai tidak ada yang salah dengan dress pilihannya tadi, hanya saja memang panjangnya hanya sebatas lututnya saja.

Izana mendekat ke arah Ai, dirinya yakin istrinya itu pasti sedang menahan kesal sekarang karena ulahnya.

"Maaf, aku hanya tidak suka berbagi. Apalagi aku tidak mungkin berada di dekatmu nanti sayang." Ungkap Izana memeluk lembut istrinya, sedikit membungkuk menumpahkan dagunya di pundak istrinya karena tinggi istrinya itu yang hanya sebatas dagu itupun sudah ditolong high heels. Aslinya mah tinggi Ai hanya sebatas bahu Izana saja.

Sudah menjadi kebiasaan bagi Izana jika merasa bersalah kepada sang istri maka dia akan memeluk dan terus mencium leher istrinya itu. Ada perasaan tidak rela membiarkan istrinya itu bertemu orang lain tanpa dirinya. Apalagi Izana yakin pasti akan ada banyak mata yang tertuju pada istrinya itu terutama dari kaum pria saat acara reuninya sebentar dan Izana mengakui jika dirinya teramat sangat cemburu sekarang. Meskipun istrinya itu tidak berdandan yang bagaimana-bagaimana tapi tetap saja istrinya itu terlihat sangat cantik seperti biasanya dan Izana tidak rela berbagi.

Aku Memilih Menjadi Villainess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang