"Kenapa, hm?" Tanya Wis memulai obrolan ketika melihat Waier terus terdiam sedari masuk mobil ketika ia menjemput.
"Eh?"
"Kenapa? Ada masalah, hm?" Tanya Wis kembali
"Anoh... Itu em..." Gumam Waier tak jelas sembari terus menautkan jari-jemarinya.
"Hm?" Tuntut Wis ketika gadis kecilnya itu tak kunjung memberi jawaban yang jelas.
"Wis kenal dengan Navean?" Bukannya memberi jawaban, Waier justru kembali bertanya dengan ragu-ragu.
"Navean pernah menemuiku" Ungkap Wis
"Mengapa Navean menemui?"
"Untuk membicarakanmu sayang."
"Membicarakan ku? Kenapa?"
"Kamu sebaiknya menanyakannya ke Navean sayang."
"Huh, mengapa tidak Wis saja yang memberitahu." Gerutu Waier pelan
"Itu haknya sayang" Jelas Wis memberi pengertian
"Baiklah, terus apa yang Wis bicarakan dengan Papi, Mami, dan Navean kemarin? Navean sampai mengejek ku terus." Tutur Waier dengan tak santainya ketika kembali mengingat muka menyebalkan adiknya itu.
Wis yang akhirnya paham ada apa dengan gadisnya itu akhirnya tertawa pelan yang membuat Waier menatap tajam ke arahnya. Bukannya terlihat mengerikan justru Waier terlihat lucu dengan mata yang dipaksakan untuk melotot.
Waier yang melihat Wis terus tertawa mulai merasa jengkel sendiri. Wis yang sadar akan perubahan mood gadis kecilnya itu berusaha menahan tawanya dan menjawab pertanyaan yang gadisnya itu lontarkan sebelumnya.
"Kami tidak membicarakan hal yang penting sayang, hanya Papimu yang menanyakan kenapa kamu bisa bersamaku hingga membahas masalah bisnis sayang." Terang Wis kepada gadis kecilnya itu.
Waier yang melamun karena memikirkan ucapan Wis tidak menyadari jika mobil telah terparkir rapi di Basement.
"Melamun apa hm?" Tanya Wis mengetuk pelan dahi Waier ketika dirinya membuka pintu mobil untuk gadisnya itu. Waier menggeleng pelan dan menerima uluran tangan Wis.
🍁
🍁
🍁
Waier kini tengah berkutat dengan berkas-berkas yang menumpuk bersama Wis. Berkat protesan yang sempat Waier utarakan pada Wis, membuat pria itu akhirnya mengizinkannya bekerja dengan catatan Waier harus bekerja di dekatnya. Karena alasan itulah Waier kini duduk di samping pria itu berbagi meja kerja.
"Kamu bisa istirahat jika lelah sayang." Tegur Wis entah untuk yang keberapa puluh kalinya sejak mereka berada di ruangan itu. Wis sedari tadi sering mencuri-curi pandang ke arah Waier hanya untuk memastikan agar gadisnya itu tidak kelelahan.
"Aku baik-baik saja, berhentilah terus menanyakan hal itu!" Tegas Waier masih tetap fokus memeriksa laporan yang kini dipegangnya.
Wis menghela nafas pelan. Gadisnya sungguh sulit untuk mengalihkan perhatian ketika sudah fokus.
"Baiklah, tapi ingat! jika merasa lelah segeralah istirahat sayang." Waier hanya menggumam singkat sebagai respon yang lagi-lagi membuatnya Wis menghela nafas pelan.
"Apa-apaan dengan berkas-berkas itu? Harusnya ku bakar saja berkas itu sekarang! Beraninya mengambil perhatian gadis kecilku. Harusnya bukan berkas itu yang Waier sentuh dan liat tapi diriku!!!" Batin Wis merasa jengkel pada berkas-berkas yang kini tengah gadisnya itu periksa. Wis merasa harga dirinya sebagai orang tampan tidak ada gunanya sekarang. Bagaimana bisa dirinya kalah saing dengan berkas? Sungguh konyol pikir Wis.
Baru kali ini dalam hidupnya ia merasa sangat jengkel melihat berkas-berkas yang ada di mejanya dan penyebabnya itu karena gadisnya yang lebih memperhatikan berkas itu daripada dirinya. Untuk pertama kalinya pula Wis sangat menyesali keputusannya memberi izin kepada gadis kecilnya itu.
🍁
🍁
🍁
Wis terus memandang tajam ke arah berkas-berkas yang terus Waier bolak-balik sedari tadi. Sudah sekitar setengah jam pria itu misuh-misuh sendiri melihat berkas yang terus gadis kecilnya itu lihat dan pegang.
"Kenapa?" Tanya Waier karena merasakan hawa tidak menyenangkan yang tak berhenti sejak setengah jam lalu. Waier sudah awalnya mencoba mengabaikan tapi sepertinya pria disampingnya itu ada masalah hidup hingga terus mengeluarkan aura yang suram.
Wis serasa mendapat angin segar ketika gadis kecilnya mulai memperhatikannya. Ia bahkan masih sempat-sempatnya memandang penuh ejekan ke arah berkas-berkas yang Waier pegang sebelumnya dan tentu tanpa sepengetahuan gadis kecilnya. Rada-rada gila emang tapi Wis tetap melakukannya.
"Mau pesan makan siang sekarang, hm?" Bukannya menjawab Wis malah mengalihkan pembicaraan.
"Jawab dulu" Tuntut Waier yang mau tak mau Wis akhirnya menjawab pertanyaan gadis kecilnya nya itu dulu.
"Aku cemburu" Ucap Wis pelan seraya memalingkan wajah ke samping dengan telinga yang memerah.
"Cemburu?" Bingung Waier
Wis kembali memalingkan wajahnya, kembali memandang gadis kecilnya itu.
"Hm, kamu terus menyentuh dan melihat kertas-kertas itu hingga mengabaikan ku. Padahal kamu kan bisa menyentuh dan melihatku sama seperti kertas itu. Aku juga lebih tampan dari kertas-kertas jelek itu."
"Hah? Apa pria ini sedang merajuk? Karena kertas?" Batin Waier tak habis pikir dengan jalan pikiran seorang Wistaria yang sangat-sangat ini ya.
"Kamu cemburu dengan kertas? Really?"
"Hm" Wis mengangguk bak orang teraniaya yang membuat Waier rasanya ingin menertawakannya. Waier mati-matian menahan tawanya hanya agar Wis tidak semakin merajuk lagi, karena jika tidak, bisa-bisa pria itu ngereog.
Waier berdiri dari posisi duduknya dan berjalan maju untuk lebih dekat dengan Wis dan mengusap kepala pria itu yang masih terduduk di kursi kerjanya.
"Kertas itu tidak lebih menarik dari Istar (Nama panggilan khusus Wistaria dari Waier), hanya saja aku perlu membacanya bukan?" Ucap Waier masih dengan tangannya yang terus mengusap rambut Wis.
Wis bergumam tak jelas membawa Waier ke pelukannya.
"Aku tidak suka kamu mengabaikan ku. Sudah cukup aku mentolerir kepergianmu selama satu tahun dan tidak mengusik mu sayang. Sekarang ketika kamu sudah disini aku tidak akan rela berbagi lagi, termasuk pada benda mati jelek itu!" Ungkap Wis dengan suara teredam.
"Istar, maafkan aku." Ucap Waier merasa sangat bersalah kepada prianya itu. Pria miliknya sedari dulu...
...TBC...
Rahasia apa sebenarnya yang mereka sembunyikan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Memilih Menjadi Villainess
Random"Jika mereka menggapku villain dikehidupannya bukankah aku akan menjadi orang yang kejam jika tidak merealisasikan anggapannya itu?" "Huuwah... Tokek bulu itu yang mendekatiku lebih dulu dan menggangguku. Bisakah kamu membantuku menyingkirkannya say...