Chapter 20 Bugh

75 1 0
                                    

Hello guy's...

Maaf lambat update 🙏
Aku lagi ada masalah kesehatan yang membuat gak bisa liat layar lama-lama. So, untuk update ke depannya aku mungkin gak bisa cepet-cepet untuk sementara waktu. 😊🙏

Maaf atas ketidaknyamanannya guy's.
🙏🙏🙏

=============================

Tok tok...

"Maaf Tuan, saya harus mengganggu anda."

"Sebaiknya apa yang akan kamu katakan itu hal penting." Ucap Izana pada Marvel yang baru saja menerobos ruangannya tanpa di persilahkan hingga mengganggu makan siangnya dengan sang istri.

"Sekali lagi maafkan saya Tuan tapi apa yang akan saya sampaikan ini terkait kondisi Nona Emile." Perkataan Marvel seketika menarik atensi Izana secara penuh begitupun Ai. Izana menatap Marvel menuntut penjelasan.

"Nona Emile baru saja dilarikan ke Rumah Sakit XX." Ai kontan tak dapat mengondisikan wajah terkejut sekaligus kekhawatirannya. Berbeda dengan Izana yang meskipun terkejut, ia masih dapat mengendalikan ekspresinya dengan baik.

"Katakan apa yang terjadi!" Raut wajah Izana meskipun terlihat datar tapi nyatanya isi kepala pria tidak menunjukkan hal yang sama. Jelas sekali Izana sangat mengkhawatir sekaligus marah mendengar kabar adiknya tak baik-baik saja.

Marvel kemudian menceritakan laporan yang baru saja dirinya terima jika Emile pingsan usai melepehkan brownis yang baru sebentar dirinya kunyah hingga dapat dipastika jika itu karena brownis yang mengandung alpukat.

Penjelasan Marvel sukses membuat Izana yang semula berekspresi datar semakin datar dan suram. Selama ini meskipun Izana terkesan cuek dan suka menindas adiknya itu, nyatanya ia sangat menyayanginya dan sering memperhatikan adiknya itu secara diam-diam.

"Sudah kenyang atau masih mau makan hm?" Tanya Izana kepada istrinya setelah dirinya dapat menguasai emosinya sendiri. Sangat pantang bagi Izana berbicara dengan istrinya saat dirinya tengah diliputi amarah.

Ai yang paham jika Izana pasti sangat ingin menyusul dan melihat keadaan Emile sekarang. Tentu Ai merasa senang suaminya itu tetap memperhatikan kondisinya di tengah pikirannya yang pasti kalut karena kondisi Emile. Tapi hal yang paling penting sekarang bukanlah soal kekagumannya pada sang suami dan bukan juga soal makanan melainkan kondisi Emile.

"Iza ayo pergi, aku sudah kenyang kok." Ungkap Ai yang sangat paham jika Izana pasti sangat menghawatirkan Emile sama seperti dirinya yang juga mengkhawatirkan Emile.

"Yakin hm? Aku bisa menunggumu menghabiskan makan dulu sayang." Ungkap Izana takut-takut istrinya hanya beralibih saja.

Ai menatap Izana tersenyum meyakinkan suaminya jika dirinya benar-benar sudah kenyang. Tak bisa dipungkiri jika Ai merasa sangat senang dengan sikap Izana yang tetap memperhatikan dirinya ditengah kekalutan pikirannya.

Terkadang Ai bertanya-tanya bagaimana bisa ada pria yang begitu memuliakannya? Namun Ai akhirnya menemukan jawabannya dari Ayah Mertuanya. Asal sifat Izana yang begitu menghargai miliknya nyatanya turunan Ayah Mertuanya yang begitu menyayangi Ibu Mertuanya.

Dalam hidup Ai, memiliki keluarga dan Izana adalah keberuntungan yang tak pernah Ai bayangkan akan dirinya gapai mengingat bagaimana peliknya dunia pertemanannya.

"Yakin, lagipula jika aku kelaparan bukankah aku bisa meminta makan padamu?" Ai menatap suaminya dengan senyum penuh arti.

"Sure, kamu harus melakukannya sayang." Timpal Izana sebelum keduanya bergegas menuju ke Rumah Sakit tempat Emile di rawat.

.

.

.

Dari kejauhan, Izana menatap penuh amarah pada pria yang tak lain adalah Davidson.

Aku Memilih Menjadi Villainess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang