Chapter 10 Jantung Murahan

168 9 0
                                    

Ai dan Izana kini tengah sarapan bersama sebelum berangkat ke Bandara. Setelah pembicaraan kedua pasutri itu semalam, akhirnya keduanya memutuskan untuk ke Indonesia hari ini.

Terburu-buru? Ya bisa dibilang seperti itu tapi bukan tanpa alasan keduanya memutuskan untuk pulang pagi ini. Entah kebetulan atau memang takdir. Usai pembicaraan pasutri itu kemarin sore, tiba-tiba malamnya Ai mendapat kabar dari ketua kelasnya semasa kuliah di Indonesia dulu. Ketua kelasnya itu mengabarinya lewat Instagram jika akan diadakan reuni satu kelas dan mengharapkan kehadiran semua anggota kelas dulunya.

Ai yang mendapat undangan itu terkejut karena sebelum dirinya memutuskan untuk ke luar negeri namanya belum tercatat sebagai lulusan dari Kampusnya di Indonesia dulu. Semenjak memutuskan untuk keluar negeri segala urusan kuliahnya sudah tidak dirinya urus. Toh dirinya juga kuliah hanya untuk menikmati suasana kuliah secara normal meskipun nyatanya karena keputusannya itu membuatnya mengalami kondisi mental yang buruk hingga kini.

Ai akhirnya memutuskan menyetujui undangan ketua kelasnya itu karena katanya undangan reuni tersebut bukan sebagai alumni kampus tapi undangan reuni teman satu kelas biasa. Tentu sebelum menyetujuinya Ai sudah memberitahu hal tersebut kepada Izana.

"Melamun apa, hm?" Tegur Izana menginterupsi keterdiaman istrinya. Ai yang kaget mendengar teguran Izana refleks menggeleng pelan.

"Jangan keseringan melamun sayang." Tegur Izana memperingati istri kecilnya itu.

"Maaf, refleks" Ungkap Ai dengan nyengir pelan sebelum akhirnya kembali fokus melanjutkan sarapannya. Izana yang melihat itu hanya bisa menggeleng pelan melihat tingkah istrinya itu.

"Kuharap kamu tidak terluka lagi makhluk kecil."
.

.

.

Indonesia

Jet yang Ai dan Izana tumpangi kini telah mendarat di Bandara pribadi keluarga Zilvamilion. Begitu pasutri itu keluar dari jet pribadi keluarga Zilvamilion, keduanya langsung disambut oleh bodyguard yang siap mengantar keduanya ke Mansion Zilvamilion. Mansion yang menjadi tujuan keduanya bukan Mansion utama keluarga Zilvamilion melainkan Mansion yang Izana bangun untuk sang istri.

"Mau makan malam di luar dulu sayang?" Tanya Izana begitu mobil jemputan keduanya meninggalkan area Bandara.

"Boleh"

"Makan apa, hm?"

"Rendang boleh?" Tanya Ai penuh harap berbalik melihat sang suami yang sedari tadi tidak melepaskan pelukannya dari pinggangnya.

"Mau makan dimana, hm?"

"Rendang yang di jalan X boleh?"

Izana mengangguk setuju dan meminta supir yang membawa keduanya ke tempat yang istrinya pinta.

Sesampainya di tujuan, Ai langsung memesan tiga porsi rendang. Dua untuk dirinya sendiri dan satu untuk sang suami. Ai juga memesan beberapa menu pelangkap lainnya.

Izana yang melihat kelakuan istrinya yang seakan tidak diberi makan berhari-hari hanya bisa menggeleng kepala pelan. Bukan karena dirinya tidak suka atau malu, hanya saja kadang Izana heran dan sekaligus khawatir dengan istrinya.

Kadang Izana mendapati keluhan aneh dari istrinya itu jika dirinya lelah makan atau tidak bisa makan banyak karena perutnya akan berujung sakit meskipun istrinya itu masih berkeinginan makan. Tapi yang lebih aneh lagi, istrinya itu seakan lupa dengan keluhannya selama ini ketika dirinya menemukan makanan kesukaannya seperti sekarang. Istrinya itu lagi-lagi kalap memesan beberapa jenis menu dengan porsi tidak biasa.

Izana tentu khawatir dengan tingkah istrinya sekarang karena biasanya jika istrinya itu makan lebih banyak dari porsi normal biasanya, istrinya itu sering kali berujung sakit perut dan akan memintanya untuk mengusap-usap perutnya itu hingga tertidur. Izana tidak mempermasalahkan permintaan istrinya untuk mengelus perutnya, tidak sama sekali. Hanya saja Izana sangat tidak suka melihat istrinya itu menderita. Apalagi dengan kebiasaan buruk istrinya jika sakit perut seusai makan maka bawaannya istrinya itu ingin langsung berbaring atau tidur-tiduran dan hal itu jelas berdampak buruk untuk kesehatan.

Izana menghela nafas pelan. Jika dirinya menegur istrinya itu bisa saja istrinya merasa tersinggung tapi jika dirinya tidak menegur maka ia harus melihat istrinya itu menderita untuk beberapa jam ke depan. Kalau sudah begini, Izana jadi serba salah rasanya.

Izana mengusap pelan rambut Ai untuk menarik atensi istrinya itu dari buku menu yang dipegangnya. Merasakan usapan tangan suaminya di rambut panjangnya membuat Ai menoleh yang membuatnya pasutri itu langsung bertatapan dengan jarak yang sangat dekat.

"Yakin bisa menghabiskannya sayang?" Tanya Izana pelan takut melukai perasaan sang istri.

"..."

Keterdiaman Ai membuat Izana lagi-lagi menghela nafas pelan.

"Pesan secukupnya aja sayang. Aku tidak akan melarang jika kamu memang bisa menghabiskannya tanpa kesakitan sayang tapi nyatanya kamu sering menderita karena itu. Kita masih bisa kesini lain kali jika kamu menginginkannya sayang." Jelas Izana yang sebenarnya agak ketar-ketir takut istrinya ngambek yang berujung dirinya tidak bisa bermanja ria.

"Maafkan aku, aku hanya terlalu senang." Ungkap Ai merasa bersalah setelah terdiam beberapa saat. Izana mengangguk dan mencium puncak kepala istrinya.

Ai yang mendapat perlakuan manis seperti itu seketika membuat denyut jantung tidak normal. Padahal perlakuan manis dari suaminya seperti sekarang bukan yang pertama kalinya bagi Ai tapi jantungnya masih saja suka baper berlebihan hingga membuatnya gugup.

Takut Izana menyadari kegugupannya sekarang, Ai langsung memanggil pelayan Restoran untuk memberi pesan yang telah dirinya kurangi. Tapi nampaknya usaha Ai untuk menutup kegugupannya tidak berhasil, Izana tetap menyadari kegugupannya.

"Gugup, hm?" Bisik Izana pelan tepat di telinga Ai yang membuat muka istrinya itu semakin memerah.

"Huh, mengapa jantungku ini sangat murahan sekali."Batin Ai menjerit

"Ti-tidak" Banta Ai yang bohongnya kelihatan jelas di mata Izana.

"Tidak usah menyangkal sayang." Goda Izana semakin menjadi-jadi yang membuat Aibrasanya ingin menenggelamkan mukanya itu ke kantong kresek tapi ujung-ujungnya tenggelam ke pelukan mas suami soalnya kreseknya gak ada. Izana yang melihat tingkah istrinya itu tertawa lepas.

"Kamu beruntung kita di luar sayang." Bisik Izana, menggigit pelan daun telinga Ai.

Ai yang mendengar bisikan suaminya itu seketika merinding sendiri. Merinding bukan karena hantu ya tapi karena...




... TBC ...

See you next chapter guy's





Aku Memilih Menjadi Villainess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang