Helloo
Silahkan untuk menemani malam minggu yang sepi ini :(
Apa yang tadi Bian katakan?
'Karena lo!?'
Mungkin pria itu mabuk. Padahal Serra hanya menyajikan air mineral dingin bukan beer atau minuman keras lainnya. Bagaimana Bian bisa melantur seperti itu?
"Maksudnya?"
"Iya waktu SMA dulu gue naik bus gara gara lo naik bus, ya udah gue juga naik. Gue turun di halte setelah lo turun," terang Bian dengan wajah santainya, berbanding terbalik dengan Serra yang kelihatan bingung.
"Rumah Kak Bian deket dong sama rumah aku?"
Bian menggeleng, membuat dahi Serra semakin berkerut.
"Gue turun di halte selanjutnya, karena baru sadar kalo bus yang gue naiki ternyata engga searah sama rumah dan gue juga kurang paham harus naik bus nomor berapa untuk sampai rumah."
"Terus Kak Bian gimana pulangnya?" tanya Serra khawatir membayangkan Bian yang kebingungan, apa lagi pada saat itu hari sudah semakin larut.
"Dijemput supir."
Bian ingat malam malam menghubungi supir keluarganya untuk menjemputnya di halte yang jauh dari sekolahnya. Hal itu mengundang tanda tanya dari Ibunya, bagaimana bisa Bian berada di sana padahal haris sudah mulai malam. Pada saat itu Bian mengatakan jika dirinya main ke rumah temannya.
Kepala Serra semakin terasa pusing. Informasi yang baru saja Bian sampaikan membuatnya bingung. Oke, Serra baru tau jika Bian sebelumnya tidak pernah naik kendaraan umum jalur darat. Dan pria itu untuk pertama kalinya mencoba dan 'kebetulan' saat bersama dirinya. Tapi kenapa? Dan apa alasan Bian memberitahunya sekarang?
"Kenapa?"
"Maksudnya?" Bian tidak paham dengan pertanyaan Serra.
"Kenapa kakak tadi bilang kalo karena aku Kak Bian naik KRL dan Bus?"
"Iya karena waktu itu lo naik Bus, udah gelap dan sepi juga."
Ini maksudnya Bian khawatir mengenai keselamatan Serra? Wanita itu terus bertanya tanya pa maksud dari setiap perkataan yang keluar dari mulut Bian.
"Terus kalo tadi? Jangan bilang karena alasan yang sama!" tandas Serra yang ingin mengetahui motif Bian sebenarnya.
Lama lama pria itu yang sedang sibuk memasak di dapurnya itu membuatnya pusing tujuh keliling. Bian mematikan kompor, takut jika makanan mereka menjadi telalu overcook sampai sampai menjadi gosong.
Bian melangkah mengikis jarak antara mereka berdua. Serra mematung, tubuhnya tidak mampu untuk sekedar bergerak atau pun menjauh. Pria itu meraih dagu Serra, menahannya agar mendongak dan tatapan mereka berdua saling terkunci.
"Gue pikir kita udah sama sama dewasa untuk semua ini. Lo pasti sebenarnya tau apa yang terjadi di antara kita."
"Memang apa?" tantang Serra yang mencoba tetap waras dan mengutuk dirinya sendiri agar tatapannya tidak jatuh pada bibir Bian yang tampak penuh.
Bian nyatanya tidak menjawab pertanyaan Serra dengan kata kata. Namun saat ini fokus Bian tertuju pada bibir Serra yang mengkilat basah karena wanita itu baru saja membasahinya. Mungkin karena terlalu gugup atau salah tingkah, tubuh mereka terlalu dekat.
Bian menatap mata Serra, menatap bibir basah itu, lalu kembali menatap mata Serra seakan meminta persetujuan atas apa yang akan dirinya lakukan. Serra tidak mengangguk, tapi wanita itu juga tidak menghindar ketika wajah Bian mulai mendekat.
Bibir mereka berdua saling menempel beberapa detik, hingga Bian bergerak melumat, dan ciuman keduanya yang awalnya terasa lembut berubah menjadi french kiss.
o0o
Pagi ini Serra membangunkan Bian yang semalam menginap. Jangan berpikiran yang tidak tidak, semalam tidak ada adegan lebih dari ciuman. Nyatanya ciuman mereka terputus karena perut Bian yang berbunyi nyaring karena seharian belum terisi makanan.
Setelah membicarakan mengenai hubungan mereka yang sebelumnya tidak jelas itu. Bian dibiarkan menginap karena sudah terlalu malam dan hujan deras yang menyebabkan banjir. Mulai semalam hubungan mereka naik tingkat, menjadi pasangan kekasih.
Mereka tidak tidur seranjang, Serra di kamarnya sedangkan Bian tidur di sofa ruang tamu.
"Kopi?"
Serra menawari Bian yang baru saja keluar dari kamar mandi. Rambut pria itu basah sepertinya baru saja mandi.
"Thanks," Bian menerima cangkir kopi dengan asap yang masih mengepul itu dengan hati yang membuncah.
"Banjirnya kayaknya udah lumayan surut. Aku bikin sandwich tuna, Kak Bian mau sarapan di sini atau langsung pulang?"
"Kamu berangkat kerja jam berapa?" tanya pria itu yang sejak semalam mengganti 'lo-gue' dengan 'aku-kamu'.
"Siang, kebetulan ada meeting."
"Ya udah nanti bareng aja."
"Loh Kak Bian emang engga kerja?"
"Kerja, tapi kan terserah mau ke cafe jam berapa. Di sini emang sering banjir kalo hujan?"
"Lumayan, maklum emang daerah rawan banjir. Tapi untungnya engga sampai masuk rumah."
Mau bagaimana lagi, dulu uang Serra hanya mampu untuk membeli rumah di kawasan ini karena harganya yang lebih murah.
"Kalau di perumahan sini keamanannya gimana? Kemarin Aku liat pos satpamnya kosong."
Serra meringis, memang bisa dibilang keamanan di perumahannya ini agak kurang. Sembarang orang bisa masuk dengan mudah, maklum perumahan dengan harga terjangkau.
Melihat wajah Serra, Bian dapat menyimpulkan sendiri. Rawan banjir, keamanan kurang, apalagi di sini Serra tinggal sendirian. Bagaimana Bian tidak khawatir!?
"Tapi lumayan nyaman kok tinggal di sini. Ada satpamnya tapi yaa kadang jarang di pos satpam. Maklum perumahan yang lumayan murah Kak. Yuk sarapan," ajak Serra mencoba mengalihkan Bian dari pembicaraan yang sepertinya kurang Bian sukai ini.
Di tengah tengah sesi sarapan mereka ponsel Serra berdering. Wanita itu mengangkat panggilan dari lawan mainnya di drama yang dirinya bintangi.
"Hmm iyaa. Okey, Engga usah nanti biar sama Irene aja." Serra melirik Bian, merasa sejak tadi diperhatikan. "Okey thanks yaa."
Serra memutus panggilan suara itu.
"Siapa?"
Wah sepertinya Bian mulai posesif pada pacar barunya itu.
"Lawan main aku di drama. Ngabarin kalo ada acara promosi minggu depan."
"Yang ciuman sama kamu itu?"
Pertanyaan itu membuat Serra tersedak kopi yang sedang diminumnya. Wanita itu terbatuk batuk.
"Kok Kak Bian tau? Emang nonton drama aku?"
"Valen yang nonton, aku engga sengaja liat." Bian ngeles.
Padahal pria itu jelas jelas ngibul!
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEN THE PARTY'S OVER
RomanceSurat cinta masa putih abu abu itu ternyata masih tersimpan rapi. Kenangan itu sulit untuk mereka lupakan. Setelah bertahun tahanun berlalu, akankah semesta mempertemukan mereka kembali? Ciuman Bian di malam promnight itu membekas meskipun sudah ber...