Jika bersama itu menyakitkan, apakah meninggalkan adalah pilihan yang tepat?
.
Terkadang, ketika seseorang meninggalkan, bukan karena pilihan. Ada yang dipaksa, memaksa dan terpaksa.
.
Sementara aku, "Bersamamu memang menyakitkan, tapi aku memaksa diri untuk bertahan, sampai aku dipaksa pergi hingga terpaksa meninggalkan"
.
Sakit, tapi tidak berdarah.
.
Senyuman itu sangat cantik. Maka, tersenyumlah walau dunia tidak seindah surga. Meski senyuman tidak menyelesaikan masalah. Setidaknya, dengan senyuman, masalah terasa sedikit ringan. Karena, hati yang bahagia adalah obat segalanya. Walaupun ketika seorang tersenyum bukan berarti dia berbahagia.
.
.
"BOSS? BOSS? BOSS CHAIKAMOOOOOOONNNNN!!!"
"Yess coming!"
Sosok tubuh tinggi tegap dengan pakaian rumahan santai akhirnya muncul dibarengi sahutan setelah panggilan ke tiga dari seorang perempuan cantik bertubuh mungil yang menyambutnya.
"Aku tidak tuli? Kenapa berteriak-teriak seperti di hutan" begitu datang, dia langsung menjatuhkan dirinya disofa samping si mungil sambil menggerutu. "Apanya yang tidak tuli, berapa kali aku sudah memanggilmu." Balasnya sambil berdecak.
Sesaat keduanya mengabaikan dirinya yang menjadi penonton keakraban, membuatnya tersenyum tanpa sadar lalu memperhatikan rumah super besar dan mewah yang kini terpampang didepan mata, luas, berkilau, bersih dan sangat megah, pantas saja dipanggil sekali dua kali tidak dengar, dengan rumah seluas ini jika sedang berada dilantai 2, jika dipanggil dengan suara siapa yang akan dengar? Haruskah ia menyarankan untuk memasang alat panggilan seperti di pusat perbelanjaan atau bandara? Pasti sangat berguna.
"Oh, kau juga dirumah?" Suara terkejut si mungil yang dibarengi dengan berdiri sambil menatap pada anak tangga membuat dua pria lainnya ikut melihat pada arah yang sama.
Sosok berpakaian rumahan lainnya yang didominasi hitam itu menatap tiga orang dengan pandangan datar dan lurus sebelum berlalu sambil menjawab malas, "Hm, apa makan siang ku sudah siap?" Dan bertanya, berlalu begitu saja menuju ruang makan tak kalah luas dari ruang tamu.
"Aku tidak tahu kau sudah pulang, aku belum memasak. Dan, aku sedang ada tamu" balas si mungil dengan badan bergerak memutar mengikuti pria dewasa dingin itu.
"Jadi aku harus menunggu?"
Hening, tatapan matanya tajam, berbalik dengan gerakan pelan untuk menatap si mungil yang masih berdiri ditempatnya. Oh, apakah akan terjadi pertengkaran? Pria itu terlihat marah, tapi...
"Ya, atau jika kau sangat lapar aku akan memesan makan siangmu di restoran" si mungil tidak terlihat gentar akan tatapan datar tersebut, dengan berani dia membalasnya.
"Kau tahu aku...
"Berapa kali kubilang, jika pulang kabari orang rumah. Maka kami akan menyiapkan kebutuhan mu. Jadi, tunggulah dengan tenang sampai aku selesai dengan tamuku"
"Aku..
"Bible Wichapas" potongannya tegas, menatap balik mata yang sudah menajam dipenuhi amarah. Dengan tangan terkepal erat dan rahang mengeras dia siap menumpahkan kemarahan, namun terhenti ketika netra tajamnya bertemu dengan netra yang menatapnya dengan tatapan lurus, tepat dimata namun segera berpaling setelah sesaat membuatnya yakin jika pandangan itu sudah ditujukan sejak tadi dan membuang pandangan ketika tertangkap basah sedang memperhatikan. Tcih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Again - 44444 | BibleBuild
FanfictionJika hidup adalah sebuah buku, bersamamu adalah bab favoritku.