Kicau merdu suara burung, bulir cristal embun yang mentes dari daun dan pancar sinar hangat sang mentari pun turut menemani orang orang memulai aktifitas mereka yang sudah sedikit membuat kegaduhan di jalanan atau tempat tempat tertu. Salah satunya adalah salah satu ruang inap di sebuah rumah sakit setelah mendapat laporan dari seorang petugas kebersihan yang mengatakan jika pasien penghuni rungan itu sadar dari koma .
Dokter yang sudah menangani sang pasien selama mengalami koma pun sesegera mungkin datang dengan perasaan senangnya, mengingat pasien itu terbaring koma sangat lama. Dan benar, saat sang Dokter itu masuk ke dalam ruang inap sang pasien, pasien yang sering ia lihat terbaring koma itu kali ini terlihat duduk menatap sebuah cermin dari tangan seorang suster.
Berbeda dengan kesibukan di lain tempat yang berbeda. Seorang laki laki dengan lihai justru tengah terlihat sibuk memasak untuk sarapan putri sematawayangnya. Menu makanan sehat adalah menu andalan dari laki laki itu, meski terkadang mendapat protes dari putrinya. Nanum, sayangnya protes itu sama sekali tidak ia dengar karena kesehatan adalah nomor satu di rumah megah itu.
Sementara itu di ruangan lain, tepatnya di dalam sebuah kamar. Seorang gadis cantik terlihat tengah bersiap untuk ke sekolah terlihat dari seragam SMP yang dikenakan. Dilihat dari seragam yang sang gadis kenakan, terlihat jika gadis cantik itu bersekolah di salah satu sekolahan elit di pusat kota.
**
******
>>>>>>>>
"Arghh...," rintihan kesakitan kembali terdengar, membuat terapis dan Dokter yang menemani tidak tega melihatnya. Namun, keinginan untuk sembuh sekali lagi membuat sang pasien tetap melanjutkan terapinya.
"Marsha, sudah satu jam kamu menjalani terapi. Tidak masalah jika kamu ingin beristirahat ,"ucap sang Dokter dengan name tag Dr. Arman.
Namun, lagi dan lagi pasien yang bernama Marsha itu menggeleng, menolak untuk beristirahat karena ia ingin segera bisa berjalan. Hingga akhirnya seseorang dengan baju Dokter datang dan memaksa Marsha untuk beristirahat. Bahkan Dokter yang baru datang itu membawa Marsha keluar meninggalkan ruangan terapi dengan kursi roda.
"Ck...aku ingin jalan. Kenapa Dokter membawa ku keluar dengan kursi roda ?" Marsha terlihat kesal, meski tetap patuh pada Dokter yang membawanya.
Dokter yang membawa Marsha hanya diam, terus mendorong kursi roda itu hingga tiba di salah satu taman rumah sakit yang cukup sejuk.
Klik...klik... kursi roda terkunci dan Dokter yang membawa Marsha keluar itu, duduk berlutut dihadapan Marsha. Sementara Marsha menatapnya penuh dengan kebingungan, karena sama sekali tidak mengenalnya atau mungkin lebih tepatnya tidak mengingatnya.
"Kamu lupa sama saya ?" . Marsha menautkan kedua alisnya, kemudian menggeleng samar sebagai tanda jika mengenali.
Sang Dokter tersenyum menatap Marsha yang tidak mengenalinya. "Cowok SMA yang dulu kamu ejek gendut ,cupu -"
Marsha melebarkan kedua matanya dengan mulut yang sedikit terbuka, kaget. "Al- ah, Reynaldi ? el- o Reynaldi Aldi ?".
Sang Dokter yang akhrinay Marsha ketahui namanya dan sedikit ingat tentangnya itu pun terlihat kembali tersenyum. "Gila, gue nggak nyangka lo beneran jadi Dokter. Gue kira lo bakalan ikutin kata bokap lo ,"ucap Marsha yang ternyata juga mengingat masa lalu mereka .
"Oh iya, lo tahu nggak berapa lama gue koma ?" tanya Marsha, menatap Aldi penuh dengan rasa penasaranya.
Aldi dengan ragu mengangguk, karena ia ingat betul awal Marsha masuk kerumah sakit hingga di nyatakan koma. Sementara Marsha, ia hanya mengingat moment terakhirnya dan sisanya tidak ada hal yang ia tahu.