Pecel lele adalah salah satu menu makanan yang tidak pernah terlintas dalam benak Zean. Ia bahkan tidak tahu jika salah satu jenis ikan air tawar itu bisa untuk dikonsumsi. Meski ia sering melihat sepanduk pecel lele di beberapa ruas jalan yang ia lewati, akan tetapi ia sama sekali tidak tertarik untuk mencobanya. Karena memang ia bukan tipe orang yang bisa makan di sembarang tempat. Dan malam ini, untuk pertama kalinya Zean duduk disalah satu warung tenda pecel lele bersama Marsha setelah hampir satu hari mereka pergi berdua sembari menikmati beberapa jajanan sekolah yang Marsha rindukan.
Tidak, kalian tidak salah dengar. Karena memang Marsha yang ingin menikmati hari liburnya dengan berburu jajanan sekolah yang ia rindukan setelah melakukan pemeriksaan. Akan tetapi Zean yang sepertinya memiliki waktu luang, dengan penuh kesadaran menawarkan diri untuk menemaninya. Alhasil keduanya pun pergi bersama, hingga malam dan rasa lapar pun datang. Dan pecel lele adalah pilihan Marsha, sebagai penutup perburuanya mencari jajanan sekolah hari ini.
Marsha begitu menikmati setiap suapan makanannya, karena ia memang benar benar merindukan makan ini. Terlebih kali ini ia bisa membeli sendiri dengan gaji pertamanya. Sedangkan Zean, laki laki itu masih duduk terdiam disamping Marsha tanpa menyentuh sedikit pun makanannya.
"Huahh...eumm, ini enak bangettt..," ucap Marsha yang benar benar menikmati makan malamnya kali ini.
Mendengar ucapan Marsha, Zean pun menoleh dengan tatapan yang sulit di artikan. Bagaimana bisa, gadis disampingnya menyebut makanan dengan warna yang tidak menarik dan berminyak itu enak ?..itu lah yang ada dalam benak Zean.
"Gimana enakan om ?'' tanya Marsha, menoleh pada Zean.
Zean yang terkaget pun segera mengalihkan tatapanya dan mulai menggerakan tanganya untuk menyentuh makanan yang sama sekali tidak ia ketahui cara makananya karena tidak ada sendok garpu dihadapanya.
Melihat Zean yang sepertinya kesusahan untuk mulai menikamati makanan yang sama denganya, Marsha pun berinisiatif untuk membantunya. Dengan telaten, gadis itu membantu Zean memisah daging ikan dengan tulang. Bahakan ia dengan reflek, menyuapi Zean.
"Aaa..," bulatan nasi berserta ikan dan kol goreng yang tidak terlalu besar itu, Marsha suapkan untuk Zean. Akan tetapi laki laki itu terlihat ragu untuk membuka mulutnya. Namun, karena tatapan meyakinkan dari Marsha membuat Zean menerima suapan itu.
"Om tuh harus coba coba makanan kaya gini, karena ini tuh sama enaknya ,"ucap Marsha yang terlihat kembali sibuk memisah daging dengan tulang.
Zean yang awalnya terlihat ragu untuk mengunyah, perlahan menggerakan giginya mengunyah makanan yang sudah masuk kedalam mulutnya. Dan tidak lama ia kembali menerima suapan dari Marsha, sampai akhirnya ia bisa menikmati makanan itu. Hingga seisi piringnya habis tanpa sisa nasi sebutir pun.
Entah apa yang akan Zean rasakan nanti setelah seharian ini ikut menikmati semua makanan asing pilihan Marsha. Berbeda dengan Zean dan Marsha, di rumah justru Alea di kagetkan dengan kepulangan sang Mama tanpa pemberitahuan dari pihak rumah sakit.
Alea menatap kaget, sang Mama yang berdiri ambang pintu berhadapan denganya. Sedangkan sang Mama, berbalik menatapnya dengan senyum hangat di bibir meski warna lipstik yang di pakai tidak mampu menutupi bibir pucat dan mata sayu yang terlihat menyedihkan.
"Kamu nggak mau peluk mama ?' Talita merentangkan kedua tanganya, bersiap menyambut pelukan putrinya.
Brugh...Alea berhambur memeluk sang mama dengan erat karena rasa rindunya yang hanya bisa satu bulan sekali bisa terbalaskan. "Harusnya mama bilang ,biar aku bisa jemput ,"ucapnya.
Talita mengulas senyumnya, memeluk erat putrinya dengan tenaga yang ia miliki. "Kalau mama kasih tahu bukan kejutan namnaya ,"ucapnya, kemudian mengurai pelukanya dan kembali menatap Alea dengan senyum hangatnya.
Alea mempoutkan bibirnya, mengapit lengan sang Mama. " Aku nggak butuh kejutan apapun dari Mama, karena itu justru buat aku khawatir. Jadi aku harap, ini terakhir kalinya mama pulang tanpa kasih tahu aku atau Papa ,"ucapnya, sembari membawa sang Mama masuk kedalam rumah.
Lagi, Talita mengulas senyumnya menatap wajah samping putrinya yang menggemaskan.
Cekle....suara pintu kembali terbuka saat Alea dan Talita tidak terlalu jauh dari sana, hingga membuat keduanya menoleh dan bahkan menghentikan langkah mereka.
Tap...tap...tap...derap langkah kaki yang tidak lain adalah Zean, melewati Alea dan Talita begitu saja .
"Zean kam'...,"
"Entar aja...,"Zean sedikit berteriak karena sudah semakin jauh. Laki laki itu bahkan melambaikan tanganya, seolah memberi kode agar tidak terlalu mengganggu perjalanannya menuju toilet.
Iya toilet, Zean berjalan dengan langkah kaki cepatnya menuju toilet tamu di rumahnya. Karena sejak meninggalkan tenda pecel lele, Zean sudah merasakan sakit perut yang perlahan semakin terasa. Bahkan ia mengemudi sembari menahan rasa sakitnya hingga berkertingat.
Disaat Alea terfokus dengan Zean, Talita justru terfokus pada sosok wanita asing. Sosok wanita yang Talita lihat bukanlah Fiony, melainkan Marsha.
Glup....Marsha merasa nafasnya tercekat, kepalanya sedikit merunduk serta kaki dan tangan yang merapat. Ia tidak berani membalas tatapan sosok wanita dihadapanya, yang ia kira itu adalah istri dari Zean.
Sedangkan di dalam toilet, Zean terlihat menyandarkan kepalanya dengan peluh yang menetes sebesar biji jagung sembari memeluk perutnya. Tenaganya sudah habis karena semuanya sudah ia keluarkan, akan tetapi entak kenapa ia masih merasakan sakit di perutnya.
**
**********
"Terimakasih Om ,Maaf ganggu waktu istirahatnya..,"ucap Alea pada seorang Dokter yang memang sengaja ia hubungi untuk memeriksa keadaan sang Papa, setelah jatuh pingsan di depan pintu toilet beberapa saat lalu.
Dokter yang Alea panggil Om itu mengulas senyumnya, "Tidak apa apa Alea, "ucapnya.
"Lagian papa aneh aneh aja, udah tahu nggak bisa makan aneh aneh ."Alea sedikit mengerutu, melirik Zean yang terbaring diatas tempat tidur .
Srek...Sang Dokter beranjak dari duduknya. "Kalau gitu, Om permisi ya...,"ucapnya pada Alea, kemudian sejenak kembali menatap Zean sebelum keluar dari kamar Zea.
Alea menghantar sang Dokter turun, sedangkan Marsha yang masih berada di kamar Zean hanya diam dengan perasaan bersala dan takut. Takut, jika Zean akan menyalahkanya dan takut jika wanita yang masih menatapnya itu juga menyalahkannya.
Ceklek...Alea kembali membuka pintu kamar sang Papa.
"Mah, Mama istirahat aja. Papa udah nggak papa kok ,"ucap Alea pada Talita yang ia lihat tengah berdiri menatap Zean. Meski nyatanya, Talita berdiri menatap Marsha.
Talita yang sedikit terkaget, menoleh . "Eum...Mama istirahat dulu ,kamu juga ya..jangan begadang ,"ucapnya, kemudian meninggalkan kamar Zean.
Marsha tentu saja mendengar percakapan Alea dengan Talita dan semakin yakin jika itu adalah istri dari Zean. Karena Alea memanggil dengan sebutan Mama.
Melihat Marsha yang masih berdiri mematung, Alea sedikit menghela nafasnya lalu menghampiri Marsha. "Kak, kakak istirahat aja. Papa baik baik aja kok ,"ucap Alea, mengusap lengan Marsha dengan lembut dan tidak lupa senyum tipisnya.
'Ta' tapi Al...,"Marsha yang masih dengan ketakutnya, terlihat sulit untuk berkata kata.
Alea yang mengerti perasaan Marsha, menggeleng samar. "Kakak jangan mikir yang aneh aneh, nggak ada yang nyalahin kakak kok. Papa emang dari dulu kayak gitu, nggak bisa makan sembarangan. Cuma ya ..bandel dikit ," ucapnya.
Marsha kembali menatap Zean dengan rasa bersalahnya. "Lagian Om kenapa sih pakek acara mau nemenin segala ,"ucapnya, mempoutkan bibirnya.
Srek...Zean merubah posisi tidurnya, memunggungi Alea dan juga Marsha. "Sial, kenapa malah gemes gini sih. Harusnya gue marah, ngusir tuh cewek yang udah buat gue diare ..,"gumamnya dalam hati dengan kedua mata yang sedikit ia kerjap kerjapkan. Karena sebenarnya ia belum sepenuhnya tidur, setelah sadar dari pingsannya.
****See YOU***