06

1K 115 19
                                    

Belum genap satu hari keluar dari rumah sakit, Zean justru sudah terlihat memimpin rapat di kantornya meski harus menahan rasa nyeri pada lukanya belum benar benar sembuh itu. Akan tetapi Zean tetaplah Zean yang tidak ingin melewatkan satu detik pun dihadapan kliennya, meski Helisma sudah beberapa kali memberi kode padanya untuk tidak melanjutkan rapat hari ini.

Sementara itu di lain tempat, Marsha ditemani Alea mendatangi beberapa tempat yang ia ingat untuk mencari keluarganya. Akan tetapi, sayangnya dari tempat tempat itu tidak ada satu pun yang menunjukan tanda tanda keberadaan keluarganya. Bahkan alamat rumah temanya yang ia ingat sudah berganti menjadi gedung apartemen mewah.

"Huft...,"Marsha menghela nafasnya saat kembali duduk di kursi penumpang mobil yang menjadi vasilitas Alea itu.

"Kita mau cari kemana lagi kak ?" tanya Alea yang duduk di samping Marsha.

Marsha menggeleng samar. "Kakak nggak tahu lagi Al ,"jawabnya, lesu.

Alea terdiam sejenak, ia memikirkan cara lain untuk membantu Marsha. "Ah, kenapa kita nggak minta bantuan polisi aja . Siapa tahu mereka bisa bantu kita dengan petunjuk yang kakak punya ," ucapnya.

Seolah mendapat harapan baru, Marsha setuju dengan ide Alea.

"Maaf, mbak...kami tidak bisa membantu, karena kami harus memiliki ijin dari yang bersangkutan ,"ucap seorang polisi yang duduk dihadapan Marsha.

"Pak, tapi mereka keluarga saya ....,"ucap Marsha dengan wajah memelasnya.

"Syarat untuk kita dapat alamatnya gimana ya Pak ?" tanya Alea pada polisi yang juga duduk dihadapanya.

"Salah satu syaratnya adalah laporan pencarian yang di ajukan ,".

Mendengar jawaban dari polisi, Alea dan Marsha saling tatap sejenak. Keduanya sama sama menghela nafasnya dan mereka pun akhirnya meninggalkan kantor polisi dengan hasil kosong.

Tap...tap...tap....Marsha dan Alea berjalan menuju mobil.

"Kak Marsha nggak ada alamat lagi ? kantor salah satu keluarga Kakak mungkin ," Alea menoleh, menatap Marsha.

Marsha terlihat menautkan alisnya, mengingat alamat kantor sang Paman. "Ada...,ayo kita kesana mumpung masih sore ,"ajaknya.

***

Setelah menempuh perjalanan yang tidak lama dari tempat terakhir, Marsha dan Alea akhirnya tiba disalah satu pusat perbelanjaan dan hiburan. Keduanya mencari salah satu caffe di lantai 4 di gedung itu, akan tetapi tidak menemukan cafe yang mereka cari.

"Kakak yakin paman Kakak dulu punya cafe di sini ?" tanya Alea, sedikit mengadah menatap Marsha yang sedikit lebih tinggi darinya.

Marsha mengangguk. "Kakak yakin, tapi kakak lupa pasnya di mana ,"jawabnya.

Alea pun kembali mengedarkan pandanganya , begitu juga dengan Marsha. Hingga akhirnya, keduanya pun memutuskan untuk bertanya pada seorang satpam yang berjaga .

"Permisi pak, mau tanya Maru cafe sekarang pindah dimana ya ?" tanya Marsha pada satpam yang berdiri dihadapanya. Maru Cafe adalah nama Cafe pamanya.

"Maru Cafe ?"

Marsha mengangguk dengan raut wajah penuh harapnya. "Oh, Maru Cafe udah lama bangkrut mbak. Ini tempatnya sekarang jadi gedung theater ,"jawab Pak Satpam.

"Bang - bangkrut ?" Marsha melebarkan kedua matanya kaget.

"Bapak tahu nggak, pemiliknya sekarang kemana ?" tanya Alea.

"Wah, kalau itu saya nggak tahu dek. Terakhir ketemu pas serah terima kunci , itu pun sudah hampir 5 tahun lalu ,".

Pupus, harapan Marsha bisa menemukan keberadaan sang Paman kembali pupus setelah mengetahui fakta jika Maru Cafe milik sang paman sudah bangkrut.

More Better IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang