Sudah hampir satu bulan lamanya Aldi mendapat kabar jika Marsha menghilang dari rumah sakit dan selama itu juga ia selalu mendapat kabar jika pihak rumah sakit belum menemukan keberadaan gadis itu. Hal itu tentu saja membuat Aldi ingi segera kembali ke Jakarta dan mencari sendiri keberadaan gadis itu di tempat tempat yang dulu pernah menjadi tempat bermain mereka.
Namun, karena beberapa hal yang belum bisa di tinggalkan membuat Aldi hanya bisa mengumpat kasar setelah menerima informasi terbaru yang sama sekali tidak ada perubahan. Seperti hari ini, infromasi yang sama kembali Aldi terima dari pihak rumah sakit dan itu membuatnya mengumpat kasar setelah menutup panggilan telepon dengan pihak rumah sakit.
Indira, gadis cantik bersurai hitam yang indah menghampiri Aldi yang tengah berdiri di balkon kamar mereka. "Al..,".
Mendengar suara yang sangat familiar, Aldi pun menoleh . Dan saat ia benar benar yakin itu adalah Indira, ia segera menyimpan ponselnya dan menghampiri sang kekasih . Di rengkuhnya gadis cantik itu kedalam pelukanya. "Aku kira kamu nggak dateng ,"ucapnya.
Indira sedikit merenggangkan pelukanya dengan Aldi dan di tatapnya kedua manik mata laki laki yang sudah dua tahun bersamanya itu. "Gimana aku nggak dateng, kalau lagi lagi aku denger kamu marah marah di rumah sakit ,"ucapnya.
Aldi sedikit menaikan alisnya, mengingat apa yang sudah ia lakukan hari ini di rumah sakit. "Akhir akhir ini aku sering sekali dengar desas desus di rumah sakit kalau kamu sering marah marah. Why ?" tanya Indira padanya dengan nada lembutnya.
Alih alih menjawab pertanyaan sang kekasih, Aldi justru memberikan ciuman lembutnya di bibir. Ciuman selalu memabukan untuk keduanya yang tidak jarang membuat keduanya enggan untuk melepaskan ciuman itu dan berakhir di atas tempat tidur. Dan mungkin ciuman kali ini akan kembali membawa mereka menghabiskan malam ini dengan suasana panas yang hanya di rasakan oleh mereka saja.
**
Esok harinya, jam sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi. Indira masih terlihat lelap dalam tidurnya diatas tempat tidur dengan hanya berbalut selimut tebal yang membungkus seluruh tubuhnya yang polos. Sedangkan Aldi, ia sudah kembali ke tempat penelitianya sejak pagi buta tanpa menunggu Indira.
Sementara itu di Jakarta.
Talita dan Marsha, dua wanita yang semalam baru bertemu untuk pertama kalinya itu sama sama menyimpan rasa penasaran satu sama lain. Akan tetapi, entah kenapa keduanya justru enggan untuk bertanya dan memilih menunggu Zean atau Alea yang menjadi jembatan untuk mereka berkenalan. Meski saat ini keduanya duduk berhadapan di meja makan, menunggu Zean dan Alea turun.
Kret....suara decitan kursi yang tertarik sedikit mengagetkan, Talita dan Marsha pun sama sama menoleh pada sumber suara.
"Pagi Mah, pagi Kak ..,"Alea menyapa sang Mama dan Marsha bergantian.
Talita mengulas senyumnya, membalas sapaan putrinya dengan senyum hangat yang syarat akan rasa bahagia. Karena seingatnya terakhir kali melihat Alea berangkat sekolah saat masih berseragam sekolah dasar dan pagi ini ia melihat putrinya sudah berseragam SMA.
Tidak lama setelah Alea duduk, Zean terlihat berjalan menuju meja makan dengan stelan baju kantronya yang sudah rapi. Laki laki itu seolah tidak ingat jika semalam jatuh pingsan dan harus mendapat tambahan cairan dari infus karena efek dari sakit perutnya.
"Papa mau ke kantor ?" tanya Alea, menatap Zean dengan alis kiri yang sedikit naik.
Zean berdehem sembari menarik kursinya untuk duduk dan ia belum sadar jika sang Kakak duduk dihadapanya, sedangkan ia duduk disamping Marsha.
"Khem...Kamu nggak lupa'kan kalau semalam kamu harus di infus ?" tanya Talita, menatap Zean.
"Nggak, Papa nggak lupa ,"jawab Zean sejenak mengadah, menatap Alea. Karena ia kira, Alea yang bertanya padanya.