Duka masih terasa, situasi di perusahaan pun juga sedang tidak baik-baik saja. Akan tetapi Zean sama sekali tidak bisa fokus untuk menyelesaikan masalahnya. Karena keberadaan sang Mama yang justru menambah beban pikirannya . Seperti hari ini contohnya, di saat Zean tengah di pusingkan dengan masalahnya di kantor sang Mama datang membawa bara api yang siap membuat kepalanya semakin berat.
Sembari menata makanan yang di bawa, Laura menceritakan pertemuannya dengan Fiony. Ia bercerita dengan antusias seperti biasa. Hingga pada akhirnya sebuah pertanyaan yang sering ia lontarkan terucap.
"Jadi kapan kamu buat acara lamarannya ?" Laura sejenak menatap Zean yang duduk di kursi kerja. " Jangan di tunda- tunda terus, Mama jadi sungkan sama orang tuanya ,".
Zean menghela nafas beratnya. "Mama serius loh Zean, kalian ini sudah kenal lama dan pasti kalian sudah saling paham ,"ucap sang Mama padanya.
"Mah, keadaan Zean itu sedang enggak stabil dan Zean mohon Mama mengerti untuk kali ini saja Mah ,"ucap Zean terdengar pasrah.
Laura duduk dengan tegap, menghadap Zean. "Apa kamu bilang ? ..Tunggu, memangnya selama ini Mama kurang mengerti keadaan kamu ?..Justru keputusan Mama meminta kamu segera nikahin Fiony itu tepat ,biar kamu ada teman Zean ,". Ucapnya.
Zean berdecak kecil. "Mah, ...
"Apa selama ini kamu berpikir Mama kurang mengerti kamu ? ..Kamu lebih milih stay di Jakarta demi Alea dan tinggalin semua kesempatan baik kamu di Jepang, apa pernah Mama larang kamu ?..Kamu lebih memilih merawat Kakak kamu dari bersama Mama, apa Mama pernah mempermasalahkannya ?..Kamu ini masih muda Zean, sudahlah jangan buang-buang waktu kamu buat ngurusin Alea. Alea itu bukan lagi anak kecil, dia sudah besar dan sudah bisa berpikir ,"ucap Laura, memotong ucapan Zean.
Zean melebarkan kedua matanya, raut wajahnya berubah menjadi marah. "Stop ,stop bawa-bawa Alea dalam masalah ini. Alea enggak tahu apa-apa Mah. Dia cuma...
"Dia cuma anak yang lahir dari laki-laki yang tidak tahu diri, kamu harus ingat itu," lagi ,Laura memotong ucapan Zean. "Kalau saja kakak mu itu dengar ucapan Mama, enggak akan seperti ini jadinya, "lirihnya.
Knock....
Knock...
Knock....
Suara pintu terketuk dari luar, Zean bergegas untuk membukanya tanpa perduli dengan keberadaan sang Mama. Ia justru berharap, jika itu adalah Ceu Eli yang datang untuk mengingatkan jam meetingnya dan ia bisa pergi meninggalkan sang Mama tanpa memikirkan alasan.
"Maaf Pak, ini ada titipan dari Alea ,"ucap Ceu Eli memberikan bingkisan yang Alea titipkan.
Zean menaikkan alisnya, sedikit mencondongkan badanya ,mencari beradaan Alea. "Eum...tadi Alea buru-buru pergi Pak, soalnya datang sama temannya ,"ucap Ceu Eli yang seolah tahu Zean tengah mencari keberadaan Alea.
"Oh, Makasih ya ..,"ucap Zean dan ia pun kembali masuk ,membawa bingkisan yang Alea titipkan itu. Senyumnya terukir kembali hanya karena mencium wangi dari bingkisan itu, karena itu sudah pasti makanan kesukaannya .
Melihat senyum Zean, Laura hanya diam dan pada akhirnya membuang muka. Ia menyanggah jika senyum Zean karena perhatian dari Alea.
*******
Seperti malam-malam sebelumnya setelah kepergian Talita, Zean dan Alea selalu menyempatkan diri untuk menikmati malam berdua di halaman belakang jika tidak hujan . Seperti malam, hanya saja malam ini sedikit berbeda karena keberadaan Marsha.
Marsha yang duduk di samping Alea, cukup lama memperhatikan Alea dan juga Zean. Hatinya seperti kosong saat melihat keduanya yang hanya diam, ia seperti melihat keadaan Zean dan Alea di pertemuan pertama mereka. Dan rasanya sangat tidak mungkin juga jika malam ini ia membicarakan rencana untuk masa depannya.
Tap...
Tap...
Tap....
Suara derap langkah dari belakang, sukses mencuri perhatian ketiganya dan mereka sama-sama menoleh. Sementara sang pemilik suara derap langkah yang tidak lain adalah Aldy itu terlihat melambaikan tangannya dengan senyum merkahnya.
"Sha, aku cariin ternyata kamu disini ,"ucap Aldy pada Marsha. "Oh hey Zean ,Al ..,"lanjutnya menyapa Zean dan Alea.
Alea mengangguk sama, mengulas senyumnya membalas sapaan Aldy. Namun, Zean hanya diam menutup rapat mulutnya.
"Oh iya Sha, ini dokumen kamu sudah jadi semuanya dan besok kita bisa buat paspornya ,"ucap Aldy, memberikan sebuah almplop coklat yang berisi berkas kependudukan milik Marsha.
"Pas~ paspor ?" Alea terlihat bingung, menatap Aldy dan Marsha bergantian.
"Iya Paspor ,"jawab Aldy, kemudian menatap Marsha. "Kamu belum cerita soal rencana kamu mau ke Singapura sama aku ?" tanyanya.
Marsha terdiam, ia menatap Aldy sejenak lalu menggeleng samar.
Aldy mengerti, lalu kembali menatap Alea dan juga Zean. " Jadi Marsha mau ke Singapura ,dia mau melanjutkan pendidikannya di sana dan menjalani beberapa terapi yang dibutuhkan ,"ucapnya, menjelaskan.
Apa yang di katakan Aldy memang benar adanya, Marsha memang ingin melanjutkan kehidupannya dan memulainya dari Singapura bersama Aldy satu-satunya orang terdekat dari masa lalunya saat ini. Karena ,ia berpikir jika hanya diam di Jakarta semuanya hanya berjalan di tempat dan akan semakin membuat dadanya sesak setiap mengingat keluarga yang ia punya meninggalkannya di rumah sakit selama koma.
Srek....
Zean beranjak dari duduknya lebih dulu. "Al, ayo...sudah malam, kamu harus tidur ,"ucapnya, mengajak Alea.
"Pah...,"Alea menahan Zean, kedua matanya terlihat memohon.
"Al...,"Zean sedikit menekan nadanya dan mau tidak mau Alea pun beranjak dari duduknya. Sepasang Ayah dan anak perempuannya itu pun akhirnya masuk ke dalam rumah ,untuk tidur.
Alea dan Zean semakin jauh masuk ke dalam rumah, sementara Marsha hanya diam menatap punggung keduanya dengan rasa bersalah yang tiba-tiba menyelimuti relung hatinya.
"Oh Ya Sha, aku sudah siapkan baju buat kamu foto paspor besok. Mungkin pembantuku akan menghantarnya besok ,"ucap Aldy pada Marsha.
Marsha beralih menatap Aldy, menatap Aldy dari kepala hingga kaki.
*****
Harapan untuk segera bersanding dengan Zean terus di kumandangan oleh Laura untuk Fiony. Hal itu semakin membuat Fiony yakin jika Zean akan segera meresmikan hubungan mereka, meski hanya dalam bentuk pertunangan.
Hanya saja di balik ke yakinan Fiony ada Freya yang selalu mematahkannya, karena Freya yakin jika Zean tidak akan melakukan itu dan meminta Fiony untuk tidak terlalu berharap. Menurut Freya, Zean tidak akan melakukan itu karena ia melihat Zean menyukai Marsha.
Apa yang Freya pikirkan tentu saja di bantah oleh Fiony, karena menurutnya tidak mungkin Zean menyukai seseorang yang baru di temui dan tidak di ketahui asal usulnya. Karena Zean bukanlah dari keluarga sembarangan .
"Yang namanya suka mah suka aja, enggak perlu harus tahu ini itunya ,"ucap Freya.
Fiony berdecak, kesal. "Kamu tuh terlalu banyak nonton drakor Freyana ,makanya pikiran kamu liar seperti itu ,"ucapnya.
"Dih siapa bilang ? ..Kamu tahu cerita Gunung Tangkuban Perahu ? kamu tahu enggak kalau yang cowoknya itu enggak tahu kalau Dayang Sambi itu ibunya ?...Makanya belajar kamu tuh ,"ucap Freya .
Lagi, Fiony berdecak. "Itu kan cerita rakyat, "ucapnya, malas.