Aktivitas telah kembali berjalan seperti biasanya setelah libur Natal dan tahun baru. Akan tetapi Alea masih meluangkan waktunya di tengah tengah kesibukan sekolahnya untuk membantu Marsha mencari pekerjaan. Seperti malam ini contohnya, setelah belajar Alea kembali duduk di ruang keluarga lantai dua dengan laptopnya dan koran bersama Marsha mencari lowongan pekerjaan.
Tidak sedikit lowongan kerja yang Alea dan Marsha baca, akan tetapi hampir semuanya mencantumkan persyaratan pengalaman kerja selama satu tahun.
"Huftt...,"Alea mendengus kesal. "Kenapa syarat lamaran kerja kayak gini ya, gimana kalau orang yang mau lamar kerja ini baru lulus SMA . Kan nggak mungkin ada pengalaman kerja , "ucapnya.
Marsha terlihat pasrah, karena tidak memiliki pengalaman kerja sebelumnya. Jangkan pengalaman kerja, hari terakhir sebelum ia koma saja tidak ingat. Akan tetapi meski begitu, Marsha bersyukur karena berkasnya seperti Ijazah dan lainnya masih ia miliki setelah ingat tempat penyimpanan berkas di ruangan rahasia yang ternyata belum Alea ketahui.
Sementara itu di lain tempat, tepatnya di sebuah apartemen . Sembari beristirahat Zean terlihat sibuk dengan iPadnya, bukan untuk mengurus pekerjaanya karena pekerjaanya sudah selesai . Akan tetapi Zean terlihat sibuk dengan iPadnya karena memantau cctv di rumahnya, tepatnya cctv di ruang keluarga lantai dua karena Alea tengah berada disana.
Memantau cctv , begitulah alasan yang Zean katakan pada Helisma yang sore tadi mengajaknya untuk keluar mencari oleh oleh karena besok mereka akan pulang ke Jakarta. Namun yang terjadi sebenarnya Zean hanya memantau Marsha, karena Zean beberapa kali terlihat mengarahkan kamera cctv ke arah Marsha.
"Katanya memantu cctv rumah, buat liat Alea. Kok malah nge zoom Marsha ?"
Srek...Zean yang terkaget segera mengambil duduk dan menoleh. "Kak Eli ,"ucapnya ketika mendapati Helisma sudah berada di ruang tamu apartemen yang mereka tempati selama di Singapura.
"Ya...,"Helisma sedikit menaikan alisnya.
"Huftt....,"Zean mendengus dan kembali meletakan iPadnya.
Helisma meletakan barang belanjaanya. "Lo udah mulai suka sama gadis itu ?" tanyanya, kemudian bergabung dengan Zean di sofa yang sama.
"Gue cuma penasaran aja dia siapa, kenapa tahu ada tempat rahasia di rumah itu ,"jawab Zean.
"Bentar deh, Alea pernah cerita kalau itu rumah dulunya punya keluarga Marsha. Lo emang nggak tahu seluk beluknya ?" tanya Helisma yang sedikit ingat cerita dari Alea saat pertama kali melihat Marsha.
Zean menggeleng. "Harusnya lo yang lebih tahu, lo yang urus pembelian itu rumah ,"jawabnya, menoleh pada Helisma.
Helisma menaikan satu alisnya. " Seinget gue, itu rumah dulunya hasil lelang. Besok deh gue check lagi berkasnya " ucapnya.
Zean hanya berdehem, karena memang ia tidak banyak tahu tentang rumah itu. Dan jika di tanya siapa yang lebih tahu, harusnya Helisma yang menjawab ,mengingat rumah itu bisa menjadi miliknya berkat Helisma yang memenangkan lelang .
Berbeda dengan Zean yang bertanya tanya tentang Marsha. Di negara lain, tepatnya di Jepang Fiony justru tengah terlihat beberapa kali berdecak saat ponselnya belum juga menerima notifikasi pesan singkat dari Zean.
"Belum bales juga ?" tanya Freya, sembari meletakan sushi pesanan mereka.
Fiony menggeleng. "Apa dia masih ada jadwal sama klien ya ?".
Freya menghela nafasnya. "Ini udah malem banget Fiony, mana mungkin dia masih sama klien ,"ucapnya.
Fiony sedikit mengembangkan kedua pipinya. "Apa aku telepon duluan ya ? nggak papa nggak sih ?".
Lagi, Freya menghela nafasnya. "Terserah kamu aja Fiony ,"ucapnya terdengar pasrah. Bagiaman tidak pasrah, sejak pemotretan terakhir selesai Fiony sibuk mengirim pesan singkat pada Zean dan menanyakan apa yang laki laki itu mau sebagai oleh oleh dari Jepang. Meski hingga malam yang semakin larut ini, laki laki itu sama sekali tidak memberikan satu balasan pun.
***
Keesokan harinya...
Fiony dan Freya memutuskan untuk menambah satu hari mereka di Jepang dengan alasan ingin beristirahat sebelum pulang ke Jakarta. Selain itu keduanya juga ingin membeli oleh oleh untuk anak anak di studio Migikata , studio dan Galeri yang Fiony dirikan untuk mendukung profesinya sebagai seorang photograper.
Sementara itu di Singapura, sebelum pulang ke Jakarta. Zean menemui sang Kakek untuk berpamitan, akan tetapi yang terjadi justru sang Kakek menahanya di ruang kerja. Beruntung, Zean masih memiliki waktu hingga tidak membuatnya terburu buru menuju airport.
Membujuk Zean untuk bergabung dalam project penelitian yang Aldi lakukan adalah alasan Kakek Jaya menahan Zean di ruang kerja. Akan tetapi, Zean tetap keukuh pada pendirianya yang tidak ingin ikut campur sedikit pun dalam hal apapun yang Aldi lakukan. Karena ia tidak ingin Kakaknya itu semakin tidak menyukainya, mengingat selama ini semua pertolongan yang ia berikan selalu di anggap sebagai niat jahat oleh Aldi.
"Huftt...,"Zean menghela nafasnya halus, kemudian sedikit mengadah menatap sang Kakek yang duduk di ujung meja menghadapnya. "Kek, sudah berapa kali Zean bilang. Zean nggak akan ikut campur dalam hal apapun jika itu sudah menyangkut Aldi ,"ucapnya.
"Kalau bukan kamu siapa lagi ? Dia butuh dana Zean, kalau penelitian itu berhasil kamu juga yang di untungkan. Bahkan kalian berdua yang di untungkan ,"ucap Kakek Jaya, penuh harap.
Zean terdiam, menimabang ucapan sang Kakek. "Baiklah, Zean akan pertimbangkan. Tapi kalau Aldi nggak mau, Zean juga nggak akan maksa ,"ucapnya.
Mendengar ucapan Zean, Kakek Jaya seperti mendapat sedikit pengharapan. "Kakek pastikan Aldi akan menerima bantuan itu, karena ini project besar ..,"ucapnya.
Zean berdehem, kemudian beranjak dari duduknya. "Kalau gitu, Zean pamit pulang ke Jakarta hari ini. Kakek jangan terlalu mikirin urusan kantor, kakek fokus aja sama kesembuhan Kakek disini biar bisa cepet pulang ke Jakarta ,"ucapnya.
Kakek Jaya mengulas senyumnya, merengkuh Zean kedalam pelukanya .
Sementara itu di Jakarta.
Sudah sejak pagi Marsha berjalan kaki mencari pekerjaan, akan tetapi hingga hari beranjak sore satu pekerjaan pun belum ia dapatkan. Bukan karena ia terlalu pemilih , akan tetapi semua tempat yang membuka lowongan pekerjan tidak menerimanya karena ia belum memiliki pengalaman kerja.
Rasa lelah yang semakin terasa, akhirnya membuat Marsha memutuskan untuk beristirahat di halte. "Huftt...sesusah ini ya cari kerja ,"gumamnya, sembari memijat kedua kakinya bergantian.
Tap..tap...tap...suara derap langkah orang orang yang menuju halte membuat Marsha sedikit menggeser duduknya, memberi tempat orang orang yang baru datang dengan rasa lelahnya karena terlihat baru pulang dari tempat mereka bekerja.
Di saat Marsha sibuk memandang orang orang yang datang ke halte, Om Danu terlihat berjalan ke arahnya.
"Neng Marsha...,".
Mendengar namanya di panggil, Marsha pun menoleh. "Pak Danu ...," gumamnya, kemudian beranjak dari duduknya.
"Neng Marsha ngapain disini ?" tanya Om Danu.
Marsha menatap surat lamaran pekerjaanya sejenak. "Hehehe..cari kerja Pak ,tapi belum ada yang terima "jawabnya.
"Ya sudah, kalau gitu ikut pulang aja Neng..lagian udah sore ini ," ajak Om Danu dan Marsha pun akhirnya mengikuti.
Degh...Marsha sedikit tersentak kaget saat membuka pintu mobil melihat Zean yang berada di bangku penumpang belakang.
"Lima menit lagu bus datang ,"ucap Zean dengan nada datarnya .
"I- iya Om..,'ucap Marsha kemudian masuk kedalam mobil dan duduk di samping Zean.
Mobil kembali melaju, membelah jalanan kota menuju kediaman Zean dengan suasana hening. Karena baik Zean ataupun Marsha, sibuk dengan pikiran masing masing. Meski sebelumnya, Zean lah yang meminta Om Danu untuk putar balik dan mengajak Marsha pulang saat ia melihat Marsha duduk di halte yang mereka lewati.
*Ini Om Zean maunya jadi Om Om Ice apa Om Om tsundere sih..."