04

1.1K 117 16
                                    

Kejadian menakutkan baru saja terjadi didepan mata Alea, gadis belia itu melihat sang Papa terluka parah di bagian perut karenanya yang meminta untuk menolong Marsha. Namun, meski sang Papa terluka karena menolong Marsha, lantas tidak serta merta ia menyalahkan Marsha, ia justru menyalahkan dirinya yang turut membuat Marsha juga merasa bersalah.

Dan kini Alea menunggu Dokter yang menangani sang Papa keluar dari IGD, ia juga tidak sendiri karena Marsha turut menemaninya.

"Alea ..,"suara yang sangat Alea kenal membuat Alea menoleh dan kemudian beranjak dari duduknya disamping Marsha.

"Ceu Eli ..,"Alea menghampiri Helisma dan akhirnya tangis yang sejak tadi ditahan akhirnya pecah. "Ceu aku takut , aku takut papa kenapa kenapa , ini salah aku ,"ucapnya dalam tangisan.

Helisma, sekertaris Zean yang Alea panggil Ceu Eli merengkuh Alea kenadalam pelukanya, ia menenangkan putri sematawayang Bosnya itu dengan lembut. "Kamu tenang ya, kita berdoa buat Papa ,"ucapnya.

Alea mengangguk dalam pelukan Helisma. Sementara Marsha hanya diam, menonton dengan rasa takut dan khawatir.

Dua jam berlalu, seorang Dokter yang menangani Zean akhirnya keluar dan tentu saja mencari keluarga dari Zean. Dengan di wakili Helisma, sang Dokter akhirnya menyampaikan keadaan Zean setelah mendapat penanganan .

"Terimakasih Dok ,"ucap Helisma, kemudian sang Dokter pun meninggalkan mereka.

Helisma menghela nafasnya lega, kemudian berbalik menatap Alea yang sejak tadi mendengar di belakangnya. "Dengarkan Dokter bilang apa ? "tanyanya.

Alea mengangguk, sembari menarik air dari hidungnya yang hampir menetes. "Kalau gitu, sekarang Alea cuci muka dulu sambil nunggu Papa pindah ruangan. Ceu Eli mau urus admin dulu didepan ..,"ucap Helisma padanya.

Lagi, Alea mengangguk dan saat ia melihat Marsha masih berdiri mematung tidak jauh darinya, ia pun menghampiri Marsha. Ia berhambur memeluk Marsha.

"Papa baik baik aja kok, Kak Marsha jangan takut ya..,"ucap Alea, sedikit mengadah menatap Marsha.

Setelah melewati proses panjang yang menakutkan, akhirnya Alea bisa melihat sang Papa keluar dari IGD dan di pindah keruang inap. Masih dengan mata sembabnya, gadis itu pun mengekor langkah kaki suster yang membawa sang Papa .

"Maaf Ibu, ini baju kotor pasien ..,"suster memberikan kantong plastik pada Marsha yang tentu saja itu berisi baju baju Zean.

Marsha terkaget, akan tetapi meski begitu ia menerima kantong plastik itu ." Gue harus apa ?" gumamnya dalam hati dengan perasaan bersalahnya, kemudian menatap Zean yang tengah di pindahkan ke ranjang ruang inap.

Ceklek...pintu ruang inap Zean terbuka, Helisma yang sudah selesai dengan urusanya pun terlihat masuk. Ia terlihat memberikan beberapa lembar kertas pada suster dan ia belum menyadari keberadaan Marsha.

Cukup lama Helisma berada di sekitar Marsha dan akhirnya ia menyadari keberadaan Marsha setelah hanya ada ia diruangan Zean, karena Alea tengah berada di kamar mandi.

"Ka- kamu siapa ?" Helisma menatap Marsha dengan kedua alis yang sedikit bertautan, karena merasa asing pada sosok Marsha.

"Sa- saya...,"Marsha terlihat bingung. "Saya Marsha tante ," jawabnya, memperkenalkan diri.

Helisma melebarkan kedua matanya. "Tan- tante ?" kagetnya, kemudian menatap Marsha dari atas hingga bawah.

Ceklek...pintu kamar mandi terbuka, Alea menatap Marsha dan Helisma bergantian kemudian menghampiri Helisma, lalu mengajaknya keluar.

Didepan pintu ruang inap Zean yang tertutup, Alea akhirnya menceritakan tetang sosok Marsha pada Helisma ,ia juga menceritakan kronologi kenapa sang Papa bisa sampai terluka dan mendapat jahitan cukup banyak di perut.

Mendengar cerita dari Alea , Helisma hanya bisa menghela nafas. "Kak, please...kali ini aja, biar Kak Marsha tinggal sama aku dan Papa, aku kasihan Kak. Dia nggak punya siapa siapa ," pinta Alea padanya.

"Tapi Al, kamu tahukan Papa kamu itu siapa ? bisa jadi orang yang kamu tolong itu punya maksud buruk ,"ucap Helisma, menatap Alea dengan tatapan teduhnya.

Alea menggeleng. "Ceu, ini tuh beda. Aku yakin Kak Marsha nggak kayak gitu. Kalau semisal iya, harusnya Kak Marsha nggak pergi dari rumah kemarin ,"ucapnya.

"Maaf Alea, kali ini Ceu Eli nggak bisa bantu kamu. Kamu sendiri yang harus bicara sama papa kamu soal ini ,"ucap Helisma.

Alea sedikit mengigit bibir bawahnya, kemudian mengangguk samar. Karena ia sedikit ragu bisa membujuk sang Papa untuk menolong Marsha setelah kejadian yang di alami sang Papa, akan tetapi di satu sisi ia begitu kasihan dengan keadaan Marsha yang ia ketahui seorang diri.

****\\*******

Hari beranjak pagi, Zean yang sudah terbangun terlihat duduk diatas tempat tidur mendengarkan purtinya melakukan persentasi. Bukan persentasi tugas, akan tetapi persentasi proposal  untuk menolong Marsha.

Zean mendengarkan dengan seksama,, hingga selesai. " Saya harap Bapak Zean Kiano Jaya Putro menerima proposal dari saya ,Terimakasih ,"ucap Alea padanya dengan wajah penuh harap.

Zean terdiam, kemudian melirik luka di perutnya. "Pah...ayolah, kali ini aja Papa setuju sama aku ,"Alea kembali memohon padanya.

"Nggak Alea ,"Zean menolak. "Dia berbahaya, "ucapnya.

"Pah, Kak Marsha nggak bahaya. Kalau dia bahaya dan membuat papa dalam keadaan bahaya, harusnya dia nggak pergi dari rumah kayak kemarin ,"ucap Alea, mempertahankan pemikiranya, pemikiran yang semalam juga ia katakan pada Helisma.

"Harusnya Kak Marsha tetep di rumah dan ngambil sesuatu dari kita, tapi nyatanya enggak kan ? ..Ayolah pah, tolong dia. Dia nggak punya siapa siapa di sini . Sampai dia bisa ketemu keluarga nya atau satu bulan  . ah Iya , satu bulan ," Alea kembali memohon.

Zean terdiam dan ia tidak sengaja melihat Marsha berada diluar ruang inapnya dari jendela. Zean melihat Marsha yang terlihat berjalan bolak balik dengan raut wajah takut, membuat Zean terdiam dan berfikir.

"Pah...,"Alea menatap sang Papa dengan tatapan yang semakin  memohonya.

**

Dengan kepala sedikit tertunduk dan wajah takutnya, Marsha berdiri disamping Zean yang menatapnya datar. Namun, di dalam lubuk hatinya Marsha ingin sekali mengucapkan terima kasih karena Zean sudah menolongnya kemarin dan meminta maaf karenanya Zean terluka.

"Om...Sa- saya mau minta maaf, karena saya Om jadi terluka ,"ucap Marsha .

Zean kembali menyipitkan kedua matanya, menatap Marsha dari atas hingga kaki untuk kedua kalinya. Karena ia merasa usia Marsha tidak jauh darinya, akan tetapi kenapa gadis itu tetap memanggilnya Om.

'Sa- saya akan melakukan apapun agar Om memaafkan saya, meski harus...,"Marsha terdiam sejenak, sedikit ragu untuk melanjutkan apa yang akan ia ucapkan. 

Zean sedikit menaikan satu alisnya, menunggu apa yang akan Marsha katakan selanjutnya.

Sementara di luar ruangan, Alea menungggu dengan rasa penasaranya terlihat dari beberapa kali gadis itu mencoba menguping  di pintu, atau pun mengintip dari jendela . Namun, sayang tidak ada satu percakapan pun yang biasa ia dengar.

"Huftt...,"Alea menghela nafasnya dan kembali membuat tanda Salib. "Tuhan, semoga papa mau bantu Kak Marsha . Amin ," do'a nya dalam hati.

Sementara itu di lain tempat ,Helisma mengurus orang orang yang mengeroyok Zean di kantor polisi.  

**See you***

More Better IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang