25

608 109 6
                                    

Laura benar-benar murka dan kecewa dengan hasil yang di sampaikan oleh team kuasa hukum mendiang Talita. Ia sebagai Ibu merasa tidak dihargai karena sama sekali tidak mendapatkan sepeser-pun warisan dari Talita. Kekecewaannya itulah yang pada akhirnya membuatnya mengambil keputusan untuk pulang ke Jepang lebih awal dari yang terjadwal.

Zean tentu saja tahu apa yang terjadi pada sang Mama, ia berusaha untuk menenangkan dan memintanya untuk kembali ke Jepang sesuai dengan jadwalnya. Akan tetapi sang Mama tetap pada keputusannya dan Zean pun pada akhirnya tidak bisa lagi untuk menahan sang Mama.

"Pah, Oma pulang ke Jepang karena Alea ya ?" tanya Alea dengan kepala sedikit mengada menatap sang Papa yang berdiri di sampingnya.

Zean mengulas senyum tipisnya, lalu menggeleng samar. "Enggak kok, siapa yang bilang ?".

"Itu buktinya Oma mau pulang ke Jepang sekarang ,"jawab Alea.

Lagi, Zean mengulas senyumnya. "Oma itu sudah enggak betah sama suasana Jakarta , jadi Oma buru-buru deh pulang ke Jepang ,"ucapnya.

"Terus Papa kapan bilang ke Oma kalau Papa mau nikah sama Kak Marsha ?" Alea bertanya dengan raut wajah penuh harap, karena ia begitu ingin Marsha menjadi bagian dari keluarganya .

Zean menaikkan sedikit alisnya. "Eummm..itu ya .Gampanglah, nanti Papa yang urus. "jawabnya.

Alea mengangguk ,mengerti. "Kalau begitu Alea ke kamar dulu ya Pah ,"pamitnya.

**********

Malam semakin larut, Zean yang masih terjaga terlihat tengah berada di balkon kamarnya. Kepalanya sedikit mengadah, menatap ke arah langit dan sesekali menghembuskan asap rokoknya ke udara. Pikirnya begitu rancau malam ini, ia ingin Alea bahagia bersamanya dan juga Marsha. Namun ia tidak tahu harus bagaimana memulainya untuk menyampaikannya pada sang Mama, ia takut jika nasib Marsha sama seperti keluarga Talita yang tidak mendapat restu dari sang Mama.

Zean yang terlalu fokus berpikir, tidak mendengar jika pintu kamarnya yang sedikit terbuka itu beberapa kali di ketuk oleh Marsha. Sampai-sampai Marsha dengan berani masuk dan menghampirinya.

"Khem...,"Marsha berdehem dan sukses membuat Zean menoleh, kaget.

Taps...Zean dengan segera membuang dan menginjak putung rokoknya.

"Shh'Sha...Ak'aku bisa jelasin ,"ucap Zean dengan gugupnya.

Marsha hanya diam, menatap lekat wajah Zean . "Sha ...Ak ,"Zean sedikit mundur saat Marsha akan menangkup wajahnya.

Grep...Marsha tiba-tiba berhambur memeluk Zean ,ia memeluk laki-laki itu dengan erat.

"Maaf ,"lirih Zean, membalas pelukan Marsha.

*******

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Zean sudah meninggalkan rumahnya untuk menghantar sang Mama yang akan pulang ke Jepang. Di dalam perjalanan, Zean yang mengemudi beberapa kali melirik ke arah sang Mama. Ia berpikir harus secepat mungkin untuk memberi tahu sang Mama jika Marsha yang ia pilih sebagai istrinya. Namun, hingga tiba di airport Zean belum juga memiliki keberanian untuk mengatakan itu pada sang Mama.

"Mah...,"Zean menahan tangan sang Mama yang hendak turun.

Masih dengan raut wajah marahnya, Laura menoleh. "Mah , Zean mau nikah sama Marsha ,"ucap Zean padanya.

Taps...Laura menepis tangan Zean, lalu turun begitu saja.

Zean pun segera turun dan menyusul sang Mama. "Mah, kali ini saja Mama setuju sama pilihan Zean ,"ucapnya memohon.

Laura menarik nafasnya dalam, lalu menatap Zean. "Apa selama ini kamu perduli dengan Mama ? lakukan sesuka mu Zean, Mama tidak perduli ,"ucapnya, kemudian meraih kopernya dan pergi.

Zean tidak beranjak dari samping mobilnya, ia hanya diam menatap kepergian sang Mama. Ia juga bimbang dengan langkah selanjutnya dan ia merasa posisinya saat ini adalah posisi sang kakak pada saat itu, saat akan meminta restu untuk menikah dengan laki-laki yang bukan pilihan sang Mama.

Sementara itu di rumah, Marsha di kagetkan dengan keberadaan Aldy yang pagi-pagi sekali datang untuk menemuinya.

"Aku sengaja datang pagi-pagi mau ajak kamu buat sarapan, terus kita beli perlengkapan kamu buat ke Singapura," ucap Aldy yang melengos masuk begitu saja, sebelum Marsha persilahkan.

Marsha berjalan mengikuti langkah kaki Aldy dengan sedikit menggigit bibir bawahnya. "Aldy....,".

Aldy yang sudah duduk di sofa dengan kaki di atas meja, menatap Marsha dengan senyum hangatnya.

Srek....Marsha mengambil duduk di sofa sudut.

"Al, apa bisa keberangkatannya kita undur ?" tanya Marsha dengan sedikit takut.

Srek...Aldy menurunkan kakinya, lalu menegapkan duduknya.

"Maksud kamu ?" Aldy berbalik bertanya.

"Aku masih belum siap buat pergi ,Aku masih yakin kalau keluarga ku masih ada . Aku masih mau cari mereka dan aku....,"Marsha sedikit menjeda ucapnya.

Aldy diam, menunggu apa yang akan Marsha ucapakan. "Aku dan Zean ,Kita..eum maksud ku sangat enggak pantas kalau aku pergi sekarang. Se-enggaknya aku mau di sini sampai keadaan Zean dan Alea membaik, "ucap Marsha.

Dalam diamnya, Aldy berpikir karena sejujurnya ia ingin segera membawa Marsha pergi dan memeriksakan keadaan Marsha. Ia ingin memastikan jika kesembuhan Marsha sudah 100%.

Ceklek...suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuat Aldy menoleh.

"Bang, "Zean yang baru datang menyapa Aldy dengan ramahnya.

Tap....

Tap....

Tap....

Zean berjalan menghampiri Marsha dan tanpa permisi ia mencium bibir Marsha di hadapan Aldy. "Aku ke kamar dulu ya ,"pamitnya pada Marsha yang terkaget dan malu karena tingkahnya.

"Bang, duluan ya...mau ke kantor ,"pamit Zean pada Aldy.

Aldy yang masih terkaget dengan apa yang ia lihat, hanya mengangguk samar.

Tap...

Tap...

Tap....

Zean menaiki anak tangga menuju kamarnya, sesekali ia melirik ke arah Aldy dan Marsha. " Apa sih pagi-pagi udah bertamu, ketemu calon istri orang pun ,"gumamnya, kesal.

******

Sepertinya pekerjaan baru Marsha adalah membujuk Zean, karena sudah satu jam lamanya Marsha membujuk Zean untuk ke kantor dan Zean belum juga beranjak untuk bersiap.

"Zean..Ya Tuhan, Kak Eli udah telpon itu loh. Kamu ada meeting Zean ,"ucap Marsha sembari menggoyangkan bahu Zean.

Zean tetap tidak bergeming dan memilih mengubah posisinya, memunggungi Marsha. Ia bukan tengah malas untuk ke kantor, ia hanya cemburu karena Marsha bertemu dengan Aldy tanpa dirinya.

"Ck..,"Marsha berdecak, lelah sudah membujuk Zean yang tengah merajuk itu. "Ya udah, terserah kamu lah. Aku juga mau kerja ,"ucapnya ,beranjak dari posisinya yang duduk di tepi ranjang.

Merasa ada pergerakan di sampingnya, Zean berbalik dan segera meraih tangan Marsha. " Aku mau ke kantor kalau kamu ikut ,"ucapnya dengan wajah sedikit tertekuk.

Marsha memutar malas kedua matanya, lalu mengangguk. "Yesss , Makasih sayangku ,"ucap Zean, kemudian beranjak dari tempat tidur.

Belum genap 24 jam kedekatanya dengan Zean ,akan tetapi Marsha sudah beberapa kali dibuat melayang karena Zean yang tidak lagi menjadi sosok laki-laki kaku.




More Better IfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang