Dengan perlahan Marsha membuka kedua matanya, menyesuikan dengan keadaan sekitar dalam beberapa detik dan akhirnya ia pun mengambil duduk sembari merenggangkan ototnya. Seutas senyum terukir saat kedua netra indahnya menatap setiap sudut ruangan yang sangat ia kenal.
"Hah, akhirnya bisa tidur di kamar ini lagi ,"Marsha bergumam dan tidak lama ia kembali terdiam, mengenal masa lalunya di dalam kamar yang ia tempati saat ini, kamar yang selalu menjadi ruangan ternyamanya karena kamar ini adalah kamar mendiang kedua orang tuanya.
Ceklek...tiba tiba suara pintu terbuka, membuyarkan lamunan Marsha.
"Selamat pagi Nonn ,"Mbok Ida menyapa Marsha sembari melangkah masuk membawakan sarapan untuk Marsha.
"Pa- pagi...,"dengan sedikit bingung , Marsha menjawab . "Eum...Bibi siapa ?" tanyanya, saat Mbok Ida meletakan sebuah nampan berisi nasi goreng dan susu di meja kecil tidak jauh darinya.
Mbok Ida berbalik, menghampiri Marsha setelah meletakan sarapan yang ia bawa di atas meja. "Saya asisten rumah tangga disini Nonn. Kalau ada apa apa , kasih tahu saya ya..saya ada di belakang. Permisi Nonn ,"ucapnya, kemudian kembali meninggalkan kamar yang Marsha tempati.
"Mungkin baru ,"Marsha kembali bergumam ,kemudian beranjak dari tempat tidur. Karena ia merasa harus mandi secepatnya.
Sementara di depan pintu kamar , Alea yang berpapasan dengan Mbok Ida menayakan keadaan Marsha. Dan karena mendapat kabar Marsha sudah sadar, Alea pun berinisiatif untuk masuk memastikan keadaan Marsha dengan kedua matanya sendiri sembari membawa baju ganti. Namun, saat ia masuk justru mendapati tempat tidur yang kosong dan suara gemricik air dari kamar mandi.
Kret....Alea menarik kursi meja rias untuk ia duduk, menunggu Marsha.
Ceklek...suara pintu kamar mandi terbuka dan betapa kagetnya Marsha mendapati orang asik di dalam kamarnya.
"Hey...,"Alea melambaikan tanganya, menyapa Marsha.
"Ka- kamu siapa ?" tanya Marsha, bingung karena ia benar benar belum pernah melihat Alea sebelumnya dan jika itu salah satu anak dari kerabatnya juga tidak mungkin.
Alea beranjak dari duduknya, menghampiri Marsha. "Aku Alea, Kakak siapa ?" tanyanya.
"Ak- aku Marsha ,"jawab Marsha.
"Oh iya, ini baju buat kakak. Maaf ya kalau bajunya ,baju cowok. Soalnya itu baju papa ,"ucap Alea, memberikan baju yang ia bawa.
Dengan bingung Marsha menerima baju yang Alea berikan. "Itu baru kok , Papa belum pernah pakai, "ucap Alea, seolah mengerti kebingunganya.
"Eumm...kalau gitu, aku tunggu kakak dibawah ya. Kita sarapan bareng ,"ucap Alea, kemudian meninggalkan Marsha .
**
"Pagi pah ,"Alea menyapa sang Papa yang sudah duduk di meja makan dengan stelan baju kantor dan tidak lupa dengan iPadnya.
Zean sejenak mengadah, menatap Alea. "Hem..," jawabnya, hanya berdehem.
Begitulah Zean jika sudah sibuk dengan iPadnya, akan tetapi meski begitu ia selalu memiliki waktu untuk putrinya .Bahkan ia rela meninggalkan meeting pentingnya jika putrinya sudah meminta waktunya, meski hal itu sangat jarang terjadi.
Tap..tap...tap...derap langkah kaki yang terdengar menuju meja makan, mencuri perhatian Alea akan tetapi Zean tidak perduli. Karena Zean pikir sudah pasti itu Mbok Ida, akan tetapi sayangnya bukan. Yang datang adalah Marsha, tamu yang tidak di undang.
"Kak...sini ,duduk sini ,"Alea menepuk kursi disampingnya.
Panggilan "Kak" yang keluar dari Alea membuat Zean menoleh dan ia sedikit melebarkan kedua matanya, kaget karena keberadaan seorang wanita di rumahnya.
Melihat keberadaan laki laki asing dihadapanya, juga membuat Marsha kaget dan bingung. Namun, meski begitu ia tetap duduk di kursi di samping Alea.
"Ka- kalian siapa ?' tanya Marsha, menatap Alea dan Zean bergantian dengan kebingunganya.
"Kenalin Kak, ini papa aku namanya Zean ,"Alea memperkenalkan Zean yang hanya diam menatap Marsha dengan tatapan datarnya.
Kret...Marsha kembali beranjak dari duduknya, "Ma- maaf Om..,"ucapnya, sembari mengusap kedua tanganya dengan baju kemudian mengulurkan tanganya . "Ak- em..saya Marsha ,"ucapnya, memperkenalkan diri.
Zean sedikit berdehem, memperhatikan Marsha dari ujung kepala hingga bawah dengan alis yang sedikit bertaut dan kedua mata yang menyipit di balik kacamata bacanya.
"Kak, duduk aja ...,"Alea menarik ujung baju Marsha pelan, karena menyadari tatapan sang papa yang tidak bersahabat.
Marsha pun kembali duduk dengan rasa canggung, terlebih setelah memperkenalkan diri dan laki laki yang di panggil Om itu hanya diam dengan tatapan datarnya.
Sembari sarapan, Alea sedikit demi sedikit mengintrogasi sosok Marsha yang duduk disampingnya. Dan, Zean yang biasanya selalu menegur putrinya yang mengobrol saat makan, kali ini lebih memilih diam mendengarkan meski menurutnya siapa itu Marsha tidaklah penting untuknya.
Sedangkan Marsha, ia menanggapi Alea sesuai dengan apa yang menimpanya tanpa kurang dan lebih yang membuat Alea menunjukan tatapan prihatin padanya. Karena alamat yang ia bawa justru membuatnya mengetahui sebuah fakta jika keluarganya sudah tidak menempati rumah ini.
"Terus kakak sekarang mau kemana? "tanya Alea.
Marsha menggeleng, "Sejujurnya nggak tahu, "jawabnya.
"Khem...,"Zean sedikit berdehem, mengusap bibirnya dengan tissu. "Alea, sudah jam 07.00..ayo berangkat ,"ucapnya dengan nada datar.
Alea menatap sang Papa. "Tapi pah, Gimana sama Kak Marsha ?" tanyanya, bingung karena ia juga tidak tega meninggalkan Marsha dirumah.
"Kamu harus sekolah Alea ," tegas Zean.
Marsha menatap Alea dengan tatapan hangatnya. "Papa kamu benar, kamu harus sekolah ,"ucapnya.
Alea mendengus dan akhirnya ia pun berangkat ke sekolah dengan berat hati. Berbeda dengan Zean yang berangkat seperti biasanya, karena ia juga tidak merasa memiliki tanggung jawab pada Marsha. Bahkan jika saat pulang nanti, ia tidak mendapati Marsha di rumahnya pun juga tidak masalah.
Setelah Zean dan Alea berangkat, Marsha kembali ke kamar yang ia tempati semalam untuk mengambil tas kecilnya. Karena ia berniat untuk pergi mencari dimana keluarganya saat ini, meski ia juga tidak tahu kemana harus mencari mereka.
"Huftt...,"Marsha menghela nafasnya lesu, menatap alamat rumah ditanganya. "Kenapa kalian pergi tanpa aku ,"gumamnya.
Sementara itu di rumah sakit tempat Marsha di rawat tengah terjadi kegaduhan setelah tidak mendapati Marsha disana. Bahkan petugas kebersihan yang bisa membersihkan ruangan Marsha dan suster yang mengurus Marsha setiap harinya sama sekali tidak tahu kapan Marsha pergi meninggalkan rumah sakit.
Beberapa titik cctv pun juga sudah di lihat, akan tetapi hanya satu yang menunjukan keberadan terakhir Marsha dan itu sama sekali tidak membantu pihak rumah sakit.
**
****
Hari yang semakin siang, Marsha yang sejak pagi hanya duduk melamun akhirnya tersadar jika ia hanya berdiam diri, ia tidak akan bertemu dengan keluarganya. Ia pun akhirnya pergi meninggalkan rumah Zean untuk mencari keberadan keluarganya.
Namun, sebelum pergi Marsha tidak lupa meninggalkan note kecil di pintu kamar yang berada tepat di sebelah kamarnya. Note kecil itu sengaja ia tulis untuk siapapun penghuni rumah ini yang sudah mau menolongnya semalam. Bahkan dalam note itu, ia juga mengatakan tidak akan melupakan pertolongan yang ia dapat dari sang pemiliki rumah seumur hidupnya.
*See you*