Sejak pagi hingga sore hari, Marsha mengurus dokumen keimigrasiannya bersama Aldy. Dan setelah semuanya selesai, Marsha meminta Aldy untuk menghantarnya ke kantor Zean. Karena ada hal yang harus ia sampaikan pada laki-laki yang sudah membantunya sejak kabur dari rumah sakit saat itu.
"Kamu yakin enggak mau aku temani masuk ?" tanya Aldy setelah menepikan mobil yang ia kemudi itu di depan gedung perkantoran milik Zean.
Marsha mengangguk cepat. "Eum...Makasih ya Al udah bantuin hari ini," jawabnya.
Aldy mengulas senyumnya dan mengangguk samar. "Apapun Sha, "ucapnya.
Marsha mengulas senyumnya, lalu ia turun dari mobil Aldy.
Tap...
Tap...
Tap...
Marsha berjalan sedikit tergesa-gesa ,karena hari yang semakin sore. Ia takut Zean lebih dulu pulang, meski pada akhirnya malam nanti sudah pasti mereka bertemu di rumah. Hanya saja akhir-akhir ini sedikit sulit dan ia merasa Zean juga tengah menghindarinya, karena setiap mereka berpapasan Zean selalu berusaha untuk menghindar.
"Eh...," Ceu Eli terkaget dan menghentikan langkahnya, karena hampir menabrak Marsha.
"Eum ,Maaaf ...bisa bertemu dengan pak Ze...
"Ceu Eli, ada berkas yang perlu di baca lagi atau udah ?" Zean berjalan menghampiri Ceu Eli dengan sedikit merunduk, karena membaca berkas yang ia bawa. Ia belum menyadari keberadaan Marsha di hadapannya.
"Ceu El....," Zean yang hendak kembali memaming Ceu Eli, mendadak terdiam memaku. "Marsha ?" kagetnya, setelah melihat Marsha di hadapanya.
Marsha tersenyum lebar, melambaikan tanganya.
Zean sedikit berfikir, karena ia ingin menghindari gadis itu. Namun sialnya tidak bisa ,karena Ceu Eli lebih dulu mengambil alih berkas ditangannya dan mempersilahkan Marsha menyelesaikan urusannya dengan Zean.
***
Ceklek....
Zean membuka pintu ruangannya dan mempersilahkan Marsha untuk masuk.
Takjub, satu kata yang menggambarkan ekspresi Marsha saat gadis itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang kerja Zean yang cukup besar. Bahkan terlalu besar untuk satu orang di dalamnya.
"Duduk Sha, "Zean mempersilahkan Marsha untuk duduk ,lalu ia membuka lemari pendingin dan mengambil dua kaleng kopi untuknya dan juga Marsha.
Srek....
Marsha kembali mengulas senyumnya, saat Zean duduk di sampingnya sembari meletakan dua kaleng kopi untuk mereka.
"Jadi, apa yang buat kamu datang ke sini Sha ?" tanya Zean, seperti tidak ingin berbasa basi dengan gadis di sampingnya itu.
Marsha mempoutkan bibirnya. "To the point banget Om, basa basi dulu bisa kali ,"jawabnya, sembari membuka kaleng kopi miliknya.
Zean menghela nafasnya, melirik tumpukan berkas di mejanya. Ia berharap tanpa berucap, Marsha sudah mengerti jika dirinya hari ini sangat sibuk meski sudah sore.
Marsha sedikit meminum kopinya, lalu meletakannya kembali di atas meja. Dengan perasaan yang gugup ,ia pun akhirnya menjelaskan maksud dan tujuannya pindah ke Singapura bersama Aldy.
Sebuah keputusan yang bisa Zean terima, akan tetapi semakin Zean mendengarkan alasan Marsha semakin membuat laki-laki itu terdiam dan membuat keduanya duduk saling berhadapan.
"Mak- maksud kamu ?" Zean menaikkan satu alisnya, saat mengetahui alasan Marsha pindah bukan sepenuhnya untuk masa depan. Akan tetapi juga untuk menghindarinya.