1. Bangun-bangun Melahirkan

87.7K 4.4K 116
                                    


"Amel!"

"Anjir! Ngagetin aja lo!" Tukas gadis dengan rambut hitam bermata cokelat. Khas asia tenggara pada umumnya.

"Buku baru gue mau terbit, lo gak mau kasi selamat gitu?" Tanya gadis berambut pendek yang terlihat sebaya dengannya.

Amel juga kadang merasa heran, padahal mereka itu sudah jadi mahasiswa, tapi sahabatnya yang satu ini suka sekali menghayal, dan kekeh mau terus menulis khayalan-khayalan di luar batasnya, meskipun Amel akui dia juga suka cerita buatan sahabatnya itu.

"Buku yang mana lagi?"

"Hm, selamat by the way," ucap Amel lagi.

Terdengar decakan sebal dari lawan bicaranya, "Itu lho, yang judulnya Between Two Heirs."

"Anjir?! Yang endingnya bakalan mati semua!" Pekik Amel.

Siska yang tidak lain merupakan sahabat Amel sampai berjengit kaget karena mendengar pekikan sahabatnya yang satu ini.

"Tau sendiri gue suka bikin yang genre tragedi sama angst," balas Siska dengan senyum mematikan miliknya.

Ck, Amel ingat kalau dia sangat membenci sad ending. Namun sahabatnya yang satu ini diam-diam merecokinya dan membiarkannya membaca kisah itu dan terjebak berhari-hari menangisi ending sialan yang dibuat Siska.

"Tragis banget emang, lo ... jahat lo sama orang. Kalaupun itu kisah, tetep aja rasanya lo kaya gak punya hati."

Siska berdecak sebal, "Ah gak asik lo, lagian hidup udah penuh komedi, jadi buat cerita atau novel yang melenceng jauh dari komedi kehidupan lebih seru."

"Serah lo deh njing, gue mau balik ke panti dulu."

"Mau gue anter gak?"

"Katanya mau pergi ngurus buku lo yang bentar lagi terbit itu?"

Siska langsung tersadar dan menepuk pelan jidatnya. Dia langsung pamit setelah mendapatkan telepon dari pihak editor.

Meninggalkan Amel yang sudah bersiap mencari bus umum untuk pulang. Kehidupan yang sangat biasa dia jalani sehari-hari, setelah pulang dia akan bekerja paruh waktu dan mengurus adik-adik pantinya. Makin lama makin sering orang-orang yang tidak bertanggung jawan meninggalkan bayi yang masih kemerahan di depan panti.

Tiba-tiba saja bus melaju kencang, suara cekikikan di depan sana membuat semua orang yang ada di bus ketakutan.

"MARI KITA MATI BERSAMA!"

"ANJING!" Amel berteriak kaget.

Dia langsung bangkit dengan sempoyongan menembus kerumunan yang berteriak takut, Amel mencoba untuk menjambak rambut supir itu  dengan sekuat tenaga, dia tidak ingin mati bersama seperti ini.

"BODOH KALAU MAU MATI GAK USAH NGAJAK-NGAJAK!" pekik Amel yang membajak rambut supir itu dengan semakin keras.

"LEPASKAN TANGANMU BOCAH KECIL!"

Amel bertahan sekuat tenaga dan tangannya terlepas ketika melihat anak kecil hampir keluar jendela, Amel memeluk anak tersebut dan setelahnya ...

BRUGH!!

Rasa sakit menjalar di sekujur tubuhnya, keringat terus bercucuran membasahi seluruh wajah dan bagian tubuhnya. Perutnya terasa mulas luar biasa.

"Nyonya tolong jangan tutup mata anda!"

Samar-samar ketika Amel mencoba untuk melihatnya dengan jelas, dia terkejut bukan main karena berada di ruangan asing yang tampaknya terlihat begitu kuno. Setiap dinding ada ukiran khusus dan banyak wanita mengenakan pakaian pelayan berlalu lalang dengan panik.

Menjadi Ibu Dari Antagonis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang