7. Kakek Naga Dan Api Harapan

37.3K 3.4K 110
                                    

Aku tjukup terkejut banyak yang suka sama cerita ini wkwkw. Padahal aku iseng banget buat ngetik, fyi btw, cerita ini udah jadi draft aku dari dua tahun yang lalu. Terus aku baca ulang dan revisi, jadi masih ada beberapa draft, nah masalahnya. Aku mager revisi awowkwkwk
Jadi untuk up selanjutnya tergantung komentar kalian yaa
Kalau banyak aku lanjut, kalau dikit ntaran dulu deh😂

Makasi yang udah follow

***

Cukup mengejutkan ketika lembah tandus itu dihuni oleh satu rumah dengan bahan kayu lapuk. Kayu hitam pekat dengan banyak lubang bekas gigitan rayap.

"Hem ... Mari kita lihat. Sepertinya anak itu telah lahir dengan selamat."

Wanita tua berambut panjang hitam legam, berjalan dengan tertatih-tatih membawa tongkat di tangannya. Senyumnya tampak tidak pudar memikirkan hari yang telah dia nanti-nanti.

Keturunan Naga Astra, musuh bebuyutannya. "Dasar Naga sombong. Setelah seribu lima ratus tahun lamanya kamu mengurungku disini, kamu tidak akan bisa menangkapku lagi."

Tatapan matanya jatuh pada figura anak kecil berambut perak dengan bolamata berwarna biru muda. "Aku penasaran, apa sudah saatnya kamu dihancurkan oleh keturunanmu sendiri?"

"Khik khik," Wanita tua itu terkikik melengking di sekitar padang tandus.

Sementara itu Amel memilih kabur dari kenyataan untuk sejenak. Mengingat dari pagi tadi sampai menjelang waktu malam, dia sibuk mengurus persiapan pesta Api harapan.

Dalam hati Amel membatin, "Gak disana, gak disini gue tetep aja harus kerja." Apalagi daritadi Amel gak bisa main sama putra kesayangannya itu.

Rasanya cukup menyebalkan karena Tera terus-menerus mengawasinya. Mungkin dia masih belum percaya kalau Amel sudah berubah, sehingga ketika dia melihat ada benda tajam seperti pisau atau gunting, maka pria itu langsung berteriak heboh meminta pengawal menyingkirkannya.

Ketika Amel bertanya apa alasan Tera berperilaku seperti itu, maka pria itu akan menjawab, "Siapa tau anda berpikiran untuk bunuh diri lagi, dan perubahan tingkah laku anda itu hanya tipu muslihat semata. Orang yang berubah dalam sekejap, pasti orang yang tau kapan dirinya akan mati."

Amel akui Tera memang cocok menjadi Ajudan karena otaknya pintar. Tapi dia sama sekali tidak cocok dijadikan teman, karena sedikit tidak punya perasaan.

"Jena!" Panggil Amel.

"Nyonya," balas Jena yang terkejut melihat keberadaan Nyonyanya di depan kamar.

"Baby Dee mana?"

"Beliau baru saja tertidur."

Amel mendengus sebal, "Aku akan membawanya pindah ke kamar Grand Duke. Setidaknya Tera sialan itu tidak akan mengetahui keberadaanku disana kan?" Ujar Amel yang langsung masuk mengambil Baby Dee yang sedang tertidur, meninggalkan fakta bahwa Jena sedang syok ditempat karena mendengar nyonya mereka mengumpat.

Jena bukannya tidak pernah mendengar orang mengumpat, hanya saja sosok Nyonya Amelia si Grand Duchess utara, orang yang terhormat dan terpelajar mengumpat?

Melihat Amelia mengendap-endap sembari membawa Baby Dee dalam gendongannya. Tentu saja membuat Jena bertanya-tanya, apa yang sedang dihindari oleh sang Grand Duchess.

Saat mendengar suara Tuan Tera memanggil, barulah dia paham. Sepertinya Jena harus mengadu pada Bibi Molly tentang Tuan Tera yang memaksa Nyonya bekerja sampai lelah.

"Jangan katakan dimana keberadaanku. Kepalaku sudah pusing daritadi," ujar Amel dilengkapi tatapan tajam, sebagai peringat bahwa Jena tidak boleh memberitahu tempatnya bersembunyi.

Menjadi Ibu Dari Antagonis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang