22. Terbakar!

25.3K 2.4K 169
                                    

Amel terbangun perlahan di kamarnya yang dipenuhi nuansa kerajaan, tirai tebal yang menjuntai di jendela, dan perabotan megah berukir emas. Cahaya matahari pagi yang lembut menembus celah-celah tirai, menerangi ruangan dengan kehangatan samar. Kepalanya berdenyut pelan, membuatnya sesaat bingung dengan apa yang terjadi. Saat pandangannya mulai jelas, dia melihat sosok Dietrich, suaminya, yang duduk di sampingnya. Tatapan pria itu penuh kekhawatiran, namun tangannya yang menggenggam tangan Amel tetap hangat dan tenang.

"Dietrich..." suara Amel lemah, namun cukup untuk memanggil suaminya.

Mendengar panggilannya, Dietrich segera bangkit. Wajahnya yang semula penuh kecemasan berubah menjadi lega, dan dengan penuh perhatian, dia mendekati Amel. Tanpa berkata-kata, Dietrich dengan lembut menyentuh bahunya, membantu Amel untuk perlahan bangun dari tempat tidur. Sentuhan tangan Dietrich begitu lembut, seolah-olah dia takut melukai Amel, namun penuh dengan kekuatan yang menenangkan.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Dietrich dengan suara pelan, matanya tak lepas dari wajah Amel, mencari tanda-tanda ketidaknyamanan.

"Aku baik-baik saja."

Amel terdiam sejenak, mencoba merasakan tubuhnya yang masih lemah. Tatapannya kemudian beralih ke sudut kamar, di mana box bayi yang terbuat dari kayu berukir indah berada. Wajahnya perlahan berubah serius, dan tanpa mengalihkan pandangannya, dia bertanya dengan suara yang penuh harap namun diselimuti kecemasan, "Di mana bayi kita, Dietrich?"

Sekejap, suasana dalam kamar yang tenang terasa berat. Wajah Dietrich yang semula lega langsung berubah menjadi muram. Matanya perlahan tertunduk, menyiratkan beban yang selama ini coba ia sembunyikan. Napasnya terdengar lebih berat, dan dia ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab.

"Amel...," suaranya pelan, nyaris berbisik, seolah kata-kata itu sulit keluar. Wajahnya menampakkan kesedihan yang mendalam, namun dia tetap berada di sisi Amel, memegang tangannya lebih erat, seakan ingin melindunginya dari kenyataan yang pahit.

"Kenapa wajahmu begitu, Baby Dee berubah jadi naga, bukan mati!" Tukas Amel yang kini menatap marah ke arah Dietrich.

Sayangnya itu berhasil membuat Dietrich sedikit terkejut. Tidak menyangka kalau Amel akan berterus terang tentang kondisi bayi mereka padahal hal itu sudah membuat Amel hampir pingsan.

Amel hendak bangkit namun Dietrich menahannya, "Tidak untuk sekarang Amelia. Aku harus menjaga Bayi kita seharian ini."

Amel menatap Dietrich dengan tatapan penuh kekecewaan dan sedikit amarah. "Kamu jahat! Masa aku tidak boleh bertemu dengan putraku?" Ia merajuk, bibirnya mengerucut dengan wajah kesal. Suaranya terdengar lirih namun jelas memancarkan ketidakpuasan, seolah-olah Dietrich telah menyembunyikan sesuatu yang amat penting baginya.

Dietrich menghela napas dalam, mencoba mengendalikan perasaannya yang campur aduk. "Amelia, ini bukan karena aku ingin menjauhkanmu dari Bayi kita," jawabnya tegas namun penuh dengan nada kecemasan. "Aku hanya... takut kamu akan terkejut. Kondisimu masih lemah, dan aku tak mau kamu pingsan lagi."

Amel memandang suaminya dengan kebingungan yang mulai berubah menjadi kekhawatiran. "Apa maksudmu?" tanyanya, suaranya mulai melunak, namun masih ada ketidakmengertian di sana.

Dietrich memalingkan wajahnya sejenak, seolah mencari cara terbaik untuk menjelaskan. "Putra kita... dia mengalami perubahan. Saat ini... dia bukan lagi bayi manusia seperti yang kamu ingat," katanya perlahan. "Dia berubah menjadi naga hitam kecil, dan aku khawatir kau tidak siap melihatnya dalam kondisi itu."

"Berubah jadi naga kan? Itu tidak masalah, aku tidak selemah itu."

Amel tetap teguh pada pendiriannya untuk bertemu Baby Dee. Padahal dia pingsan hampir seharian. Kemudian ketika Dietrich kembali melarang, saat itu juga mata Amel berubah berbinar.

Menjadi Ibu Dari Antagonis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang