20. Provokasi dan Pengakuan

21.1K 1.9K 66
                                    

Malam itu, angin dingin dari utara menerpa jendela besar di kamar Amel. Di dalam kamar yang sunyi, hanya terdengar suara napas bayi kecilnya, Deenevan, yang terlelap di dalam box bayi di dekat tempat tidur. Amel duduk di pinggir tempat tidur, matanya terus-menerus melirik ke arah bayinya, merasa gelisah tanpa alasan yang jelas.

Kenapa perasaanku nggak enak? pikirnya dalam hati. Sejak ia mengambil alih tubuh Amelia Von Harbert, banyak hal yang masih terasa asing dan membingungkan. Dan malam ini, perasaan aneh itu semakin kuat. Ia sesekali menatap pintu kamar yang tetap tertutup, menunggu suaminya, Dietrich, untuk kembali. Tapi malam semakin larut, dan Dietrich belum juga muncul.

Sebenarnya, Amel sudah mencoba keras untuk mengingat isi novel yang pernah ia baca sebelum bertransmigrasi ke dunia ini. Namun, semakin ia berusaha, semakin buntu pikirannya. Tidak ada informasi penting yang bisa dia gunakan untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi. Bahkan, plot tentang apa yang terjadi malam ini pun terasa kabur.

Amel bangkit dari tempat tidur, berjalan perlahan ke arah box bayi. Ia berdiri di sana, mengawasi Deenevan yang tidur dengan damai. Wajah bayi itu begitu polos, tapi Amel tahu masa depannya tidak akan seindah tidurnya malam ini. Di novel, Deneevan akan menjadi tokoh antagonis... Aku harus mengubah takdir ini.

Tapi bagaimana caranya?

Setiap kali Amel berpikir tentang masa depan Deenevan, ada rasa takut yang menghantuinya. Dunia ini, di luar apa yang ia bayangkan, terlalu besar, dan ia tidak bisa begitu saja mengubah segalanya dengan mudah. Tapi satu hal yang pasti—ia tidak akan membiarkan Deenevan tumbuh menjadi monster yang menghancurkan dunia.

Amel menghela napas panjang, tangannya dengan lembut menyentuh rambut halus bayi kecil itu. "Kamu tidak akan menjadi seperti yang mereka katakan, Deneevan. Ibu akan melindungimu," bisiknya pelan, seakan menenangkan dirinya sendiri.

Namun, kegelisahan itu tetap bertahan, seakan ada sesuatu yang mengintai dari balik kegelapan. Kenapa Dietrich belum juga kembali? Batinnya berteriak, cemas. Meski di dalam novel Dietrich digambarkan sebagai sosok monster, Amel kini tahu bahwa dia berbeda. Mungkin dulu Amelia yang asli membencinya, tapi Amel bisa merasakan perhatian Dietrich, meski tersembunyi di balik sikap dinginnya.

Malam semakin larut, dan perasaan aneh itu terus menghantui Amel, membuatnya bertanya-tanya apa yang sebenarnya akan terjadi.

Amel baru saja duduk kembali di tepi tempat tidur, matanya kembali melirik ke arah bayi kecilnya yang tertidur tenang. Tapi sebelum ia sempat melamun lebih jauh, suara pintu yang terbuka pelan membuatnya menoleh. Di sana, Dietrich berdiri di ambang pintu, tubuhnya yang tinggi dan gagah terbalut mantel tebal khas utara. Wajahnya yang biasanya serius kini melunak ketika matanya bertemu dengan Amel.

Dietrich tersenyum tipis, seolah lega melihat istrinya masih terjaga. "Kau belum tidur?" tanyanya lembut, suaranya sedikit serak setelah seharian berbicara dengan kaisar dan pejabat lainnya.

Amel memperhatikan suaminya dengan tatapan iseng yang hanya dia sendiri yang tahu. Pikiran jahil tiba-tiba melintas di benaknya. Bagaimana kalau aku menjahili dia sedikit? Pikirnya, mencoba menghibur diri di tengah kebosanan yang ia rasakan setelah seharian ditinggalkan Dietrich.

Alih-alih menjawab pertanyaan Dietrich, Amel memilih untuk tidak membalas. Dia mengerutkan kening, pura-pura kesal, lalu membuang muka ke arah lain. Matanya sengaja tidak menatap langsung Dietrich, membuat suasana seketika hening.

Dietrich berhenti di tempatnya, kebingungan. Tatapan khawatir segera menghiasi wajahnya yang tadinya rileks. Dia menatap Amel dengan seksama, seolah-olah sedang mencari tahu apa yang salah. "Amelia?" Dia memanggilnya lagi, kali ini suaranya lebih pelan namun penuh perhatian. "Istriku, ada apa? Kenapa kau diam saja?"

Menjadi Ibu Dari Antagonis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang