11. The New Amelia

42.3K 3.9K 198
                                    


Puk!

"Bwu!"

"Abwuu bu!"

Amel yang sedang menikmati waktu tidurnya, terusik tatkala mendengar suara celotehan dari arah samping tempatnya. Amel sedang bermimpi berlibur di pantai, namun entah kenapa tidak lama setelah itu dia merasakan tangannya yang basah, dan ada tangan lain yang melingkar di pinggangnya.

Amel bergerak tidak tenang. Kemudian ketika seseorang menepuk pipinya, Amel langsung tersadar. Matanya yang semula masih sayu, berubah melek begitu saja tatkala menyadari kalau di kamar ini bukan hanya ada dirinya dan Bayinya saja.

Tunggu!?

Kenapa Amel bisa tidur di ranjang yang sama dengan Dietrich?

"Abwu, nen!" Amel kembali tersadar tatkala melirik ke arah jendela yang sedikit terbuka, kalau suasana masih malam.

Amel menarik bayi kecilnya itu perlahan dan memposisikan untuk menyusui si kecil. Gerakan Amel sengaja dia buat dengan gerakan pelan, takut kalau pria berbadan kekar dengan piyama putih senada dengan miliknya, terbangun.

Sayangnya keinginan Amel kandas begitu saja, saat pria itu ternyata sudah terbangun daritadi dan diam-diam memperhatikan Amelia. Wajahnya merah padam tatkala melirik ke arah sumber makanan bayi kecil mereka. Beruntung Amel belum menyadari kalau Dietrich sekarang sudah bangun.

"Bwu, bwu, yah."

"Makan gak boleh bersuara. Puk, puk, anak ibu. Selesai nenen, lanjut tidur lagi ya," ucap Amel sembari mengelus surai putranya.

Sebenarnya Amel sedang gugup, ini pertama kalinya dia tidur dengan pria. Seumur-umur Amel aja tidak pernah pacaran, bagaimana bisa dia tidur dengan seorang pria.

Bahkan setengah telanjang, karena piyama yang dikenakan memperlihatkan bagian dadanya yang seperti roti sobek itu. Amel segera menggeleng menyingkirkan pikiran kotornya. Kemudian fokus menatap wajah baby dee yang semakin hari, semakin memperlihatkan bahwa bayinya ini mirip sekali dengan Dietrich.

Anjirlah! Gue yang susah-susah keluarin, cuma dapat hikmahnya doang. Eh, gak deng, rambut hitamnya Baby Dee mirip sama rambut gue, batin Amel berkecamuk.

Amel merasa kalau Baby Dee masih tidak nyaman dengan gelang yang melingkar di tangan gembulnya, namun Amel sudah jera untuk membukanya, karena teringat kamarnya yang hampir gosong kalau tidak segera dipakaikan kemarin.

"Anaknya ibu yang lucu, imut, menggemaskan, kaya mochi ini, sudah waktunya untuk tidur," ucap Amel dengan suara pelan.

Pasalnya selesai menyusu sepuluh menit yang lalu. Mata Baby Dee masih melek, salahnya juga yang membiarkan Baby Dee tertidur dari siang sampe sore, sehingga sekarang bayi kecil itu masih aktif.

Mana daritadi minta diturunkan dari gendongan Amel. Takutnya Baby Dee bergerak menuju Dietrich meskipun masih belajar untuk berbalik, dan membuat pria itu terbangun. Amel belum siap menghadapi rayuan-rayuan pria itu.

"Yayah!"

"Bwu, yahyah, aun."

"Baby Dee, jangan panggil-panggil ayah kamu dong. Nanti kalau dia bangun, ibu yang pusing. Baby Dee nurut ya?" Pinta Amel dengan suara lirih, yang tentunya tidak digubris oleh Baby Dee yang malah tertawa dengan liurnya yang menetes-netes membasahi ranjang.

"Yah, bwu ... Yayah, aun."

"Iya, iya Ayahnya Baby Dee tampan."

Amel gak ngerti sih, cuma dia manggut-manggut aja supaya Baby Dee gak cerewet lagi manggil yayah-yayah. Mentang-mentang udah bisa ngoceh, dikit-dikit Abwu, dikit-dikit yayah. Tapi Amel suka sih dengernya, makanya dia sering ngajak ngobrol Baby Dee. Toh juga semua pekerjaan grand Duchess dikerjakan oleh Tuan Tera.

Menjadi Ibu Dari Antagonis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang