•🌱Selamat Membaca🌱•
"Lin-Lin Srikintil. Ngapain lo?"
Sebuah sapaan familiar masuk ke pendengaran sosok yang disebut-sebut Lin-Lin. Ia mendelik kesal, mau marah tapi sayangnya tidak bisa. Padahal, orang tuanya jelas telah menuliskan nama yang indah pada akta kelahirannya. Yakni Derlyn Danuarta. Bermakna indah, seindah rupa sosoknya, begitu pikir Derlyn.
"Juling mata lo? Pake nanya."
Julian terkekeh garing. Ia menggaruk tengkuk sebelum menyusupkan tangan ke celana, menggaruk bagian bokongnya yang benar-benar gatal. Derlyn adalah sosok paling serius jika sudah memasuki dunia game di ponsel. Padahal karakternya sebelas dua belas dengan Julian. Sama gilanya. Lihat saja bagaimana kegilaannya muncul sewaktu jemari bekas menggaruk pantat itu ia beberkan pada lengan atas Berlyn.
"Gue tau lo abis ngelap sesuatu. Jujur nggak?"
Mendengar kecaman itu, Julian sama sekali tak gentar. Ia malah mematri sebuah senyum Pepsodent yang khas, menunggu sampai cowok itu usai dengan urusan hobinya. Persis seperti seorang cewek yang kesal karena ditinggal bermain game oleh sang pacar.
"Maaf ya. Tapi tadi ada bulu sikat di kancut gue."
Dapat Julian dapati tatapan horor yang terlayangkan padanya. Hanya dalam segenap detik, sebuah buku tulis terlempar kuat-kuat padanya sebab Derlyn tahu betul maksud perkataannya dibalik kata 'bulu sikat di kancut'. Pastilah mengarah pada aksi menggaruk pantat atau lebih parah—pusaka yang satu lagi tanpa merasa malu.
"Emang anak setan. Have i gonna tell ya what is setan?"
Hanya dengan begitu, Julian tergelak sampai mendongak dibuatnya. "Gue setan, berarti lo iblisnya. Kita kan sebelas dua belas."
"Mana ada!" bantah Derlyn keras-keras, tak mau kalah.
"Sebelas dua belas miliar baru gue percaya. Sowry nih ya Le, gue nggak mau disama-samain sama lo."
"Woy, Lian."
Asal suara membuat keduanya menoleh bersamaan. Disana ada Hara, cewek kelas IPA 4 yang baru menjejakkan sepatunya di kelas mereka. Julian tebak dari buku tulis Matermatika miliknya yang gadis itu bawa, pastilah ia ingin mengembalikannya kembali.
"Nih, gue udah salin. Gue salah tiga noh, lihat." dumel cewek itu sambil memperlihatkan buku miliknya. Sosoknya berdiri kokoh, melipat lengan di sisian meja Julian dan Derlyn. Hanya dengan begitu saja membuat Julian praktis mengusung tatapan tak percayanya pada Hara.
"Heh! Bukannya makasih udah dikasih contekan gratis lo. Malah ngamuk."
"Tapi tetep aja salah."
Derlyn tertawa terbahak-bahak, sampai tanpa sadar liurnya terciprat kemana-mana. Ekspresi di wajah Julian yang menunjukkan raut antara berani dan juga tidak merupakan hal yang patut dilihat, setidaknya sekali seumur hidup. Cowok itu jelas kesal pada Hara, namun nyalinya terlalu ciut untuk mengekspresikan rasa kesalnya. Selain takut, pada dasarnya Derlyn tahu baik perasaan macam apa yang tersimpan apik dalam hati cowok itu pada sosok Hara.
"Ya yaudah makasih."
Hara menatap aneh, menyunggingkan sebelah sudut bibirnya terhadap tingkah Julian. "Kenapa jadi lo yang terima kasih? Kan harusnya gue."
"Ya... nggak masalah. Kan gue terima kasih karena lo udah kasih lihat nomor mana aja yang salah."
Betapa kikuknya gestur Julian yang mencari-cari alasan untuk ucapannya yang gegabah. Tapi sayang, sekarang bukan saatnya misuh-misuh karena momen barusan sangat memalukan. Masih ada sosok Hara disana, memperhatikannya dengan tatapan sukar ditebak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Silent Truth
Teen FictionAnak yang tertukar? Bak sebuah serial drama kolosal, Julian tidak pernah menyangka bahwa garis takdirnya akan menjadi selucu ini. "Masalah hidup gue aja udah bikin gue senep. Terus ditambahin drama-drama begini nih, hm... mantep." "Muntah aja lah...