•🌱Selamat Membaca🌱•
Diantara senyap dan gelapnya ruangan, pencahayaan terpusat pada bagian tengah. Tepat diatas area tanding, disoroti oleh lampu dan deretan pasang mata orang-orang disana, Julian dan Dante ada untuk mengikuti sebuah duel sengit.
Romeo, Davano, Artha, lalu Kenzie. Semua putra Luis ada kecuali Juan. Mereka duduk begitu santai, seakan menganggap acara itu adalah hal yang sangat layak disaksikan ditengah kesibukan. Namun pada akhirnya, sedikit tak percaya bahwa rupa anak itu akan keluar sebagai pemenang.
Luis, si pria yang menitahkan pertarungan paling tak masuk akal itu, menjadi yang paling tenang menikmati santapan hiburannya. Duduk tak jauh dari Ken. Hanya diam menelisik saat sang pemenang telah berada di depannya dengan raut luar biasa angkuh serta dagu terangkat pongah.
Bagaimana bisa?
"Kamu paksa Dante mengalah?"
"Nggak."
Dante, di ujung sana pria itu terlihat berniat pergi untuk mengganti pakaiannya. Gesturnya tenang, tampak tak kelelahan sama sekali. Biarkan saja, Luis malas bertanya. Kalaupun benar dipaksa mengalah, Dante jelas takkan mudah mengaku dan mungkin akan melindungi Tuan Mudanya mati-matian— meski tahu ia bekerja untuk Luis.
"Nggak. Nggak mau ngaku," Julian terkekeh membatin. Ia melirik dua ajudan pria itu di belakangnya yang hanya berdiri kaku seperti pengawal. Mereka hanya akan bergerak jika Luis yang meminta sesuatu.
"Selamat."
"Aku nggak butuh pujian. Aku butuh Daddy untuk nepatin janji sendiri."
Ketiga kakaknya disana sebenarnya sudah menahan rasa geli dan kekehan sejak tadi. Dalam pandangan ketiganya, sekilas pun tahu bahwa ada gestur janggal yang sangat smooth dalam pertarungan. Luis juga paham meski dalam diam. Ia hanya ingin tahu seberapa kuat anak itu akan bersikukuh dengan keinginannya.
Seorang bocah ingusan dengan kaki patah— bahkan digips —yang dipaksa bertarung dengan pria besar yang ratusan kali lipat lebih kuat nan hebat darinya. Bahkan, sudah melewati situasi antara hidup dan mati berulang kali. Walaupun sudah terbaca, namun masih mengejutkan ketika pada akhirnya nama si bocah yang justru dideklarasikan sebagai pemenang.
Hm.
Menurut Julian,
Luis selalu sinting.
"Kamu perlu tahu, Daddy nggak pernah ingkar janji."
Diam-diam Julian berdecih sinis.
Rasa julid-nya pada sang Ayah jelas takkan mudah dihapuskan begitu saja. Rasanya sangat sulit untuk mencoba membangun perasaan sewajarnya seorang putra pada sang Ayah saat paham bagaimana luar biasa sintingnya orang yang berperan sebagai Ayah kandungnya itu.
Tidak ada rasa suka.
Apalagi sayang. Belum sempat muncul, rasa menjijikan itu bahkan selalu menguap entah kemana saat pemuda itu kembali mengingat perlakuan macam apa yang ia dapat di malam mengerikan itu.
"Silakan kembali sekolah sesuai yang kamu minta."
Lantas, ia menunduk untuk salam pergi.
Setidaknya Julian masih mampu bersikap sopan seperti putra-putra lain pada Ayah mereka.
•🌱The Silent Truth🌱•
Selama tinggal di rumah ini, Julian selalu penasaran dengan salah satu kamar disana. Diantara puluhan, bahkan ratusan pintu di mansion megah Luis, nampaknya pintu kamar tersebut adalah yang tak pernah dibuka sekalipun. Pintu berwarna hitam dan berdaun dua, seperti kamar utama milik Luis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Silent Truth
Teen FictionAnak yang tertukar? Bak sebuah serial drama kolosal, Julian tidak pernah menyangka bahwa garis takdirnya akan menjadi selucu ini. "Masalah hidup gue aja udah bikin gue senep. Terus ditambahin drama-drama begini nih, hm... mantep." "Muntah aja lah...