•🌱Selamat Membaca🌱•
"Lima menit gimana maksud lo?"
Sebuah tangan dengan vena kebiruan itu menggaruk tengkuk dengan kikuk. Toh kata Luis, selisih kelahiran keduanya hanya berbeda beberapa menit dalam ruangan yang berdampingan. Tapi untuk alasan yang belum Julian tahu, nampaknya, pria bersurai pendek itu belum bisa mengatakan kebenaran mengejutkan ini pada sang anak yang telah ia besarkan dengan segala perjuangannya.
Julian rasa, Kenzo juga akan melakukan hal yang sama.
Waktu berlalu begitu cepat. Tapi tujuh belas tahun lebih, bukan waktu yang sebentar untuk menjalani hidup satu atap bersama seseorang. Waktu yang lebih dari cukup untuk menguatkan ikatan benang merah diantara mereka. Dan di waktu selama itu, jalinan cinta dan kepedulian diantara orang-orang asing yang tinggal bersama mampu mengalahkan pepatah 'darah lebih kental daripada air'.
"Iye iye, gue anak selir bokap lo."
"Dan kita beda lima menit."
Julian hanya acuh bangkit dari tempat tidur sewaktu Juan terlihat syok dengan mata membola. Memikirkan korelasi antara ucapan orang-orang di rumah ini yang mengatakan sang kepala keluarga tidak punya istri—selir—selain Ibunya yang merupakan sang permaisuri. Jadi, kesimpulannya?
"Lo... anak gundik?"
"Tolong, yang sopan kalau ngomong."
Apalagi ini?
Gundik?
"Shibal." gumam Julian lanjut, mendengus. Berjalan dari ranjang, meskipun tertatih-tatih.
Sudah mengatainya terlahir dari selir, lalu ini.
Gundik?
GUN-DIK?
Memangnya ini zaman kolonial?
Julian rasa, cowok itu terlalu banyak menonton drama atau membaca novel kolosal sejarah. Otaknya jadul sekali.
Kalau selir berarti istri kedua, tentu sebutan gundik bermaksud bahwa Julian lahir dari seorang pelacur yang disewa oleh Luis.
Hei.
Mulut pemuda itu memang minta disentut semut se-kabupaten.
Kalaupun benar ia terlahir dari ibu seorang pelacur—yang entah siapa dan dimana—Julian bersumpah ia akan menuju Korea hanya untuk mengoperasi total wajahnya hingga tak ada lagi kemiripan antara ia dan Luis.
Tapi, amit-amit.
Masalahnya, untuk tahu ia terlahir dari selir atau sang permaisuri rumah inipun, Julian sama sekali belum diberikan sedikitpun kisi-kisi tentang siapa dan bagaimana sosok Ibu kandungnya yang asli.
"Lo mau ngapain?!"
Julian bersungut-sungut saat merasa diekori oleh pemuda yang ternyata menyembunyikan tingkah anehnya dibalik gaya cool abiez. Setelah Ayahnya, lalu anaknya yang membuat kepalanya berasap akibat emosi berlebihan.
"Gue ikut."
Menghela napas. Julian memandangi Juan dengan tatapan sukar diartikan.
"Gue mau kencing. Lo mau liat titit gue molor?"
Juan terlihat linglung sesaat. Ia meringis malu, berbalik sebelum menjatuhkan tubuhnya diatas sofa dengan keras-keras. Terdiam mendengarkan suara gemericik air dibalik pintu yang juga bercat putih.
"Gue mau lanjut tidur. Lo mau ngapain masih disini?" celetuk Julian sambil berdiri, diam-diam batinnya masih bergejolak dalam rasa bingung.
Masih tak menyangka bisa berada satu kamar dengan cowok paling misterius di sekolah yang nama belakangnya saja tak diketahui teman dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Silent Truth
Teen FictionAnak yang tertukar? Bak sebuah serial drama kolosal, Julian tidak pernah menyangka bahwa garis takdirnya akan menjadi selucu ini. "Masalah hidup gue aja udah bikin gue senep. Terus ditambahin drama-drama begini nih, hm... mantep." "Muntah aja lah...