🌱Part 28

282 36 2
                                    

•🌱Selamat Membaca🌱•

Akhir-akhir ini, sebenarnya banyak sekali beban pertanyaan yang bercokol di dalam pikiran sosok Juan. Mau bertanya, sayang sekali sosok Ayahnya untuk ia tanyakan tidak berada di sisinya saat ini. Tapi untuk segelintir pertanyaan kurang ajar itu, Juan tak yakin apakah dia masih punya nyali menanyakannya secara langsung.

Atau tidak.

Karena salah satu hal yang menjadi penyebab ribuan pertanyaan itu bercokol adalah perihal Ayahnya juga.

"Tara."

Pandangannya lurus pada kanvas alam bernuansa biru yang terbentang luas. Alih-alih fokus menatapnya, Juan memilih menarik sepenuh fokusnya pada pria yang juga berdiri tak jauh darinya.

"Ya?"

"Gimana kabar Tuan Masuda?"

Memilih bertanya keadaan dari Ayah Tara.

Sorot mentari seolah membuat netra gelap milik Tara menjadi lebih terang. Ah, Juan kemana saja hingga baru sadari bahwa ia memiliki warna netra yang sama dengan milik pria itu; cokelat terang yang hangat usai ditembus oleh sinar matahari.

"Ayah saya baik, Tuan Muda. Beliau habisin masa tuanya dengan hidup yang layak."

"Syukur ya Tar."

Bisa dibilang, selisih umur mereka tak terlalu jauh.

Pria itu hanya berbeda 7 tahun dari Juan, menjadikannya asisten termuda diantara para ajudan di kediaman milik Luis. Bagaimanapun Juan memaksa pria muda itu untuk menganggapnya sebagai adik lewat mengubah panggilannya pada panggilan yang lebih santai, Tara tetap bebal dan kepala batu.

"Saya cuma bawahan, Tuan Muda." kelitnya menolak dengan ribuan dalih.

"Titip salam dari cucu terakhir Tuan Gio."

Ada setitik guratan senang saat majikannya itu berkata demikian. Ia menunduk sesaat, Tara takkan ragu menyampaikan salam itu pada Ayahnya jika ia pulang ke Okinawa nanti. Rasanya, mendapat titipan salam yang dianggap sepele itu bisa membuat keluarga mereka merasa begitu terhormat.

Anak itu adalah putra kedua Masuda, ajudan pria yang sudah selama puluhan tahun melayani Gio—kakek Juan selama hidupnya. Kesetiaan mereka pada garis keturunan Demian bahkan tak mungkin mampu dibayar dengan apapun. Juga mustahil dapat dihargai dengan nominal berapapun.

Bukan hanya keluarga Tara yang merasa terhormat bekerja dibawah garis keturunan Demian, Demian pun juga sangat merasa terhormat bisa mendapatkan bawahan dengan kesetiaan luar biasa juga seribu bentuk ketulusan mereka.

"Tara."

"Hm?"

Juan yang sejak pagi masih mengenakan seragam lengkap dengan almamaternya. Sudah siap berangkat untuk sekolah, tapi harus urung karena melupakan sesuatu.

Sekarang tanggal merah.

"Tara."

"Ya, kenapa Tuan Juan?"

"Menurutmu, Luis itu punya istri selain Mommy-ku nggak?"

Tara mengikuti arah pandang yang selama itu juga Tuannya tatap dengan raut serius.

Tak lupa meringis dalam hati.

Belum juga terbiasa dengan panggilan Tuan Muda yang ia layani pada Ayahnya sendiri, saat hanya ada keduanya.

Dari balkon ini, para penembak jitu nampak berbaris rapi. Tara berani bertaruh bahwa senjata yang dipegang dengan dua tangan berotot mereka sudah dalam situasi siap melesakkan peluru. Rapi dalam formasi, tinggal menunggu arahan si panglima tertinggi.

The Silent Truth Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang