🖤 18. Permintaan Terakhir

5.3K 145 10
                                    


"Ma.....ma......."

"Mamam"

Semenjak jadi ibu, bukan alarm lagi yang membangun Azel dari tidurnya, melainkan celotehan Javhi yang selalu terdengar setiap pagi. Itu ocehan pertama yang keluar dari mulut Javhi semenjak di rumah sakit. Obat yang dimasukkan ke infus cukup memulihkan tenaga anak itu.

Javhi kembali tantrum seperti biasa. Hanya saja Azel sedikit meringis dan khawatir karena tangan Javhi masih tertancap infus.

"Pangeran mama udah bangun, hmm?"

Cup

Javhi tersenyum lebar, memamerkan gigi susunya yang sudah tumbuh.

"Mama!" Suara Javhi melengking saat Azel bangkit dan beranjak dari brankar ke toilet.

"Bentar ya, Nak. Mama ke toilet dulu. Javhi sama papa dulu"

Begitu punggung Azel tidak terlihat, Javhi mulai merengek. Varen segera mengangkat tubuh anaknya dengan hati-hati. Tentu dengan memperhatikan selang infus.

Varen mengusap pipi sang putra yang basah. Tangis anak itu tidak akan berhenti sampai Azel muncul.

Hingga tidak lama Azel akhirnya muncul dengan membawa nampan berisi mangkuk bubur, serta jusa jambu.

Javhi duduk dipangkuan Varen dan Azel yang menyuapi Javhi. Anak itu terlihat senang saat Azel mulai memasukkan sesendok bubur ke mulutnya.

"Javhi makan yang banyak ya, nak, biar cepet sembuh" Azel menyuapi Javhi dengan telaten sedangkan Varen membantunya dengan mengelap sisa bubur di sekitar mulut anaknya

"Yeay, habis! Anak papa pinter ya?" seru Varen dan jangan lupakan ciuman gemasnya pada sang putra

Cup

Cup

Cup

"Javhi mau ini?" Tanya Varen dengan mengambil segelas jus jambu itu

"Au pa!

Setelah meminum jus jambu itu, Azel dan Varen menemani Javhi bermain dengan
sebagian mainan Javhi yang diangkut ke rumah sakit.

Sampai akhirnya, dokter bersama perawat datang. Melihat Dokter, Javhi melepaskan mainan kemudian langsung memeluk erat pinggang Azel dan menenggelamkan wajahnya disana.

"Gapapa, Sayang. Dokter mau periksa Javhi" ucap Azel lemah lembut sambil mengusap puncuk kepala Javhi

"Mama disini, Javhi gak usah takut"

Javhi sama sekali tidak mau memperlihatkan wajahnya di depan dokter dan perawat.

"Sudah nggak muntah - muntah lagi 'kan, dok?" tanya dokter itu

"Nggak dok, udah berhenti muntahnya"

"Ok, kita periksa dulu, ya"

Namun saat perawat mendekat, Javhi tiba - tiba menangis keras. Memang perawat ini yang kemarin membantu memasangkan infus ke tangan Javhi. Mungkin Javhi masih takut.

"Mama di sini, Sayang" Azel masih terus membujuk Javhi

"Papa juga di sini, nak. Dokter mau periksa perut Javhi, bentar aja ya?" Varen juga ikut membujuk sang putra

"Dokter pinjam perut Javhi boleh?" Saat dokter itu mendekat, Javhi semakin mengeratkan pelukannya

Sedangkan Varen mulai memainkan mainan agar perhatian Javhi teralihkan. Sampai akhirnya tangis Javhi mulai mereda, tubuhnya melunak. Dokter pun mulai menempelkan stetoskop di dada dan perut si kecil.

VAREN: Imperfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang