🖤 20. Rasa Bersalah

4.5K 135 8
                                    

"KAMU PEMBUNUH!!!" jerit seorang wanita paruh baya

Tangan wanita itu mengguncang tubuh laki - laki bertubuh kekar dihadapannya, sesangkan laki - laki itu hanya bisa diam seribu bahasa.

Bugh

"KENAPA BUKAN KAMU YANG MATI!"

Sebuah pukulan mendarat di wajah Varen, dokter lain yang melihat kejadian itu langsung menghentikan pukulan laki - laki itu.

"Lepaskan menantu saya!" Suara dingin Marchel mengalihkan perhatian mereka

Marchel dan beberapa bodyguard serta seorang pengacara yang ia bawa, berjalan menghampiri Varen juga orang tua Jovanca.

"Menantu saya tidak bersalah dimata hukum!" Marchel memperlihatkan surat pengadilan yang menyatakan kalau Varen tidak bersalah

Ibu Jovanca meremas kerah baju Varen dan memukulnya berkali - kali, namun tetap sama, tidak ada perlawanan dari Varen.

"ORANG KAYAK KALIAN GAK PANTAS DI SEBUT MANUSIA. KALIAN MONSTER!!! SAYA PASTIKAN KALIAN BAKALAN NGERASAIN APA YANG SAYA RASAAIN, INGAT! KARMA ITU ADA"

Marchel kemudian memberikan isyrat pada para bodyguardnya untuk menahan tangan wanita dan laki - laki paruh baya itu.

"Varen, sana tenangin dirimu!" Titah Marchel

Varen kemudian langsung beranjak dari sana dan memutuskan untuk keluar dari rumah sakit menenangkan pikirannya.

Namun saat Varen hendak membuka pintu mobilnya di parkiran, ada sebuah tangan lentik yang menahan tangannya.

"Maaf....maafin saya! Saya nggak akan ngulangin lagi. Saya bukan pembunuh" racau Varen langsung menutup matanya dan mulai keringat dingin

"Hey, Varen......sayang tenang!" Ucap Azel sedikit berbisik

"Jangan teriakin saya pembunuh. Jangan sebut saya monster. Jangan......." Varen menangis histeris. Tangannya memukul kepalanya berkali - kali

"PERGI!! PERGI........." lirih Varen, pikirannya kembali ke masa lalu

Azel yang melihat itu langsung memeluk tubuh suaminya dan ikut menangis dalam pelukan Varen.

Azel memejamkan matanya, mengusap punggung Varen lembut. Azel terus berusaha menenangkan Varen yang keadaan sudah kacau.

Azel tidak bisa melihat Varen seperti ini. Melihat Varen yang ketakutan dan terus melukai dirinya sendiri, membuat Azel juga ikut merasakan sakit yang dirasakan suaminya.

Azel mengendurkan pelukannya hingga pelukan itu terlepas. Kedua tangan lentiknya terulur untuk meraih pipi Varen yang sudah dibanjiri air mata.

"Hey......sayang, jangan sakiti diri kamu, aku disini"

Varen mulai membuka matanya dan menatap sendu Azel yang menangis dihadapannya itu. Tangan yang sebelumnya untuk menyakiti dirinya sendiri, kini sudah bergerak menyentuh pipi Azel.

"Kenapa kamu nangis?" Lirih Varen, mengusap air mata Azel

"Aku gak kuat liat kamu begini, aku gak mau kamu terus nyakitin diri kamu sendiri" Azel langsung menghambur kepelukan Varen kembali dan menenggelamkan wajahnya didada bidang laki - lak itu.

"Aku gagal sayang.....aku udah buat orang meninggal......" lirih Varen dan isakannya

Azel melepaskan pelukan itu dan kembali memegang pipi Varen dengan kedua telapak tangannya.

"Hey, dengerin aku. Seberat apapun masalah yang kamu jalananin sekarang, walaupun kamu gak bisa ceritain ke aku gimana capeknya kamu, apa yang kamu alamin, kamu harus tetap semangat!" Ucap Azel, sedangkan Varen sudah menunduk menangis

"Aku tau kamu laki - laki hebat, laki - laki kuat. Aku bakal selalu ada disini di sampingmu, bakal dengarin semua ceritamu, keluh kesahmu, aku disini. Suami aku hebat, terlepas dari semua ini, aku tetap sayang sama kamu, selamanya. I Love you, myking"

Cup

Tidak peduli orang - orang akan melihatnya, Azel mengecup singkat bibir Varen.

Azel paham Varen pasti mengalami perang batin. Tidak tahu harus merasakan perasaan macam apa di waktu bersamaan kedua perasaan bertolak belakang. Azel memeluk Varen dengan erat.

"Maaf........maaf" Varen terus merapalkan kata maaf itu

Varen memeluk Azel semakin erat, membenamkan wajahnya di rambut hitam yang sekarang tergerai, menghirup dalam - dalam aroma rambut dan tubuh sangat ia sukai.

Azel pun sama, membenamkan kepalanya di ceruk leher Varen, menghirup aroma tubuh Varen. Mereka berdua terlalu nyaman dengan posisi itu. Azel bahkan bisa saja tertidur di sana saat itu juga karna lelah dan karna pelukan Varen adalah tempat ternyamannya.

~~~~~~~~••••••••••~~~~~~~~


Javhi terus menangis digendongan Anna karna tidak melihat Azel. Tidak lama, kedua sahabat laknat Azel pun datang untuk menjenguk si kecil.

Cklek!

"Javhi mau apa hmm?" Anna terus membujuk sang cucu

"Mama hiks.....hiks....."

"Iya, mamanya lagi keluar bentar. Sama aunty aja mau?" Tawar Aleyna, merentangkan tangannya

"Nda au! Huaa......." Javhi menggeleng dan semakin mengeraskan tangisannya

Akhirnya Shemeera ikutan berusaha untuk membantu membujuk Javhi dengan mengeluarkan coklat dari saku jas dokternya.

"Eumm...... gini aja deh, nih aunty mimi punya coklat, mau?" ucap Shemeera sambil menyodorkan coklat itu

Javhi menjeda sebentar tangisnya, kemudian menerima coklat pemberian Shemeera. Marah boleh, tapi coklat masih berlaku.

"Udahan nih marahannya?" tanya Anna

"Javhi macih malah!" balas Javhi cuek sambil memakan coklatnya

Shemeera yang sudah kelewat gemas pun akhirnya menggendong Javhi meskipun anak itu masih meronta-ronta. Javhi yang masih merajuk, hanya bisa memukul - mukul bahu Shemeera.

Cklek!

Azel terkejut melihat putranya dengan mata sembab, namun masih makan coklat. Setelah Azel mengambil alih Javhi dari gendongan Shmeera, si kecil langsung memeluk mamanya itu.

"Mama, aunty jahat Maaa..." adu anak itu dengan mengerucutkan bibirnya

"Aunty kenapa? Aunty nakalin Javhi?" tebak Azel dan Javhi menggeleng

"Terus kenapa?"

"Aunty dendong Javhi" jawab anak itu

"Lah? Gapapa dong aunty gendong Javhi" merasa disalahkan, ekspresi Javhi langsung berubah ditambah lagi wajah Shemeera yang menyebalkan membuat anak itu langsung menangis

"Hua.....papa" Satu isakan lolos dari Javhi, ia sungguh tak kuat sekarang. Rasanya sakit, perasaannya tidak karuan, Ia butuh pelukan

"Eh, kok nangis?" Ucap Azel sambil mengelus pucuk kepala Javhi

"Papa....papa.....hiks..."

Azel mengusap kepala Javhi sayang, ia merutuki mulutnya yang tidak bisa difilter.

"Biar aku yang gendong" Varen menggendong Javhi ala koala

"Ada yang sakit? Bilang sama papa" Tanya Varen tangan kekarnya setia mengusap punggung sang putra

Javhi menggelengkan kepalanya ia menatap Varen sendu. Anak itu merasa kecewa dengan kedua auntynya yang kurang ajar.

"P-papa......aunty mimi cama aunty nana jahat" Jawab Javhi menangis sambil memeluk ceruk leher Varen jadi suaranya tidak terdengar jelas. Sedangkan Shemeera dan Aleyna hanya tersenyum tipis karna gemas.

"Udah, udah..... jangan nangis nanti papa marahin aunty mimi sama aunty nana" mendengar itu Javhi langsung menghentikan tangisannya dan menatap kedua aunty nya itu

"Mama......" Javhi merentangkan tangannya agar digendong oleh Azel












Jangan lupa vote and comment🥰

Klik👇

VAREN: Imperfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang