Liam tidak asal bicara rupanya. Dia benar-benar tak mendapat nilai merah sedikitpun. Tak perlu remedial dan dia tak jadi didiskualifikasi. Itu artinya harga diri kelas alpha terselamatkan.
Eugene akhirnya bisa menghela nafas lega begitu hasil ujian keluar. Dia memberikan lembar hasil ujian pada Liam.
"Nilaimu meningkat pesat. Kerja bagus."
Liam hanya berdehem dan kembali ke tempat duduknya.
Dengan begitu kegiatan kelas berakhir. Eugene mengajak mereka ke kota untuk merayakannya. Akhirnya malam itu mereka akan pesta barbeque di salah satu restoran langganan Eugene. Si guru yang dipandang tak kompeten itu menunjukkan karismanya sebagai orang dewasa malam ini dengan mentraktir mereka semua.
"Liam aku mempertaruhkan semua gajiku bulan ini pada si kumis sialan itu. Jadi kau harus menang melawan anak itu nanti!"
"Kau bertaruh atas nama muridmu sendiri. Sungguh tercela," caci Luna.
"Anak itu siapa maksudnya?" Tanya Sergio.
"Peter. Dia juga ikut turnamen. Kemungkinan akan bertemu dengan Liam di semifinal."
Mendengar itu Emerald merangkul pundak Liam, "Kau dengar itu? Bukankah dia membuat mu kesal? Hajar dia habis-habisan nanti ya."
"Hm."
"Ada apa Liam?" Sena yang sudah memperhatikan sedari tadi pun bertanya. "Kau seperti tidak senang. Apa ada sesuatu terjadi?"
"Tidak ada. Aku ingin keluar sebentar."
Liam beranjak dari duduknya mengabaikan tatapan penuh tanya dari yang lain.
Bruk.
Seorang anak kecil bertabrakan dengan Liam. Permen yang dibawa anak itu jatuh berserakan. Dia menatap Liam menyesal.
"Maaf paman, aku tidak sengaja."
Sudut mulut Liam berkedut kesal, "Pa-paman?"
Mata merah anak berambut perak itu berkaca-kaca, "Aku sungguh tidak sengaja, paman jangan marah."
Liam mati-matian menahan kekesalannya. Sementara itu ia dapat mendengar Killion tertawa terbahak-bahak dalam pikirannya.
'Buahahahah.... dia memanggil mu paman? Hahaha.... Si Xander gila itu memanggil mu paman...'
Ya, anak kecil itu adalah Xander. Aktingnya luar biasa sekali saat menjadi bocah lemah tak berdaya yang tertindas di depan semua orang. Padahal tanpa orang-orang sadar, anak itu diam-diam tersenyum licik.
'Khehehe.... Ini balasan karena kau membuang ku ke panti asuhan.'
Liam mengurut keningnya, "Ya tak apa. Aku tidak marah. Lain kali hati-hati."
Liam berniat pergi tapi sebuah tangan kecil menghentikannya, "Hiks...."
'Kenapa pula kau menangis sialan?!' Liam menjerit dalam hati.
Liam benar-benar frustasi dibuatnya. Apalagi mereka sampai menarik perhatian sekitar. Emerald dan Sergio juga mendekat untuk melihat apa yang terjadi.
"Kenapa Liam?"
'Ups,' Xander merasa aktingnya sudah kelewatan. Emerald sampai datang kesini. Padahal anak itu punya trauma padanya. Bisa gawat kalau Emerald pingsan lagi kalau melihat mata merahnya.
"Ada apa ini?"
Seorang pria dengan pakaian khas bangsawannya mendekat. Diikuti oleh asistennya yang setia berjalan di belakangnya.
"Ayah," Xander memeluk kaki pria itu. Demi menghindari kontak mata dengan Liam. Pria tersebut beralih menggendongnya dengan perhatian. "Apakah putraku menyebabkan masalah?"
Liam menatapnya sebentar lalu menggeleng, "Tidak. Kami hanya tak sengaja bertabrakan. Sepertinya kakinya sakit akibat jatuh tadi makanya dia menangis."
Pria itu terdiam beberapa saat. Ia rasakan Xander memeluk erat lehernya dan menyembunyikan wajahnya. Dia lalu mengelus dengan lembut punggung Xander bertujuan menenangkannya, karena dia kira anak itu tengah menangis seperti kata Liam.
Masalah terselesaikan. Pria itu juga sudah pergi. Emerald kembali ke tempat duduknya. Sementara Sergio terdiam menatap arah kepergian pria tadi bersama anak yang menabrak Liam barusan.
"Deric...." Gumaman halus keluar dari mulut Sergio.
Liam menatapnya rumit. Dia bersikap seolah tak mendengarnya lalu berjalan keluar. Sementara itu kucing yang meringkuk di pangkuan Xavier sedari tadi seakan terpanggil. Telinganya bergerak. Ia menegakkan kepalanya.
"Ada apa, Ric? Kau lapar?" Xavier bertanya. Dan soal nama, Liam memberitahu nya kalau nama kucing ini adalah Ric.
Deric mengibaskan ekornya sekilas, "Miaw...." Dia kembali tidur lagi begitu melihat Sergio mendekat. Meski tak ada yang melihat, tapi tatapan kucing kecil itu terlihat sendu.
|||||||||
Disebuah kereta kuda dengan lambang pedang kembar dan perisai, lambang keluarga Aegus. Keluarga yang terkenal sebagai pedang Calais. Di dalam kereta itu kepala keluarga Aegus yaitu Samuel De Aegus duduk dengan seorang anak di pangkuannya.
Exander De Aegus, anak yang ia adopsi beberapa waktu lalu. Sam berumur 27 tahun. Tapi dia masih melajang sampai sekarang. Dia tak ada ketertarikan sama sekali dengan wanita mana pun. Sam juga terbilang tak peduli dengan sekitarnya.
Namun anak ini cukup menarik perhatiannya saat dia berkunjung ke panti asuhan beberapa waktu lalu. Sam memutuskan untuk mengadopsinya.
"Ayah...." Xander yang semula duduk dengan tenang mengemut permennya mendongak pada Sam. "Kapan kita akan bertemu kakek dan nenek?"
Sam menunduk. Tanpa sadar dia memberi kecupan di pipi anak itu, "Mungkin dua atau tiga minggu lagi. Karena ayah masih harus mengawasi jalannya turnamen di akademi J'Hester sampai selesai."
"Hmm...." Xander bergumam dengan pipi menggembung karena permen di mulutnya. Sam mengecup pipinya lagi dan mengelus kepalanya dengan lembut.
Sementara itu Michelle, asisten pribadi Sam menangis haru dalam hatinya.
'Tuan, Nyonya, Tuan Duke akhirnya benar-benar terlihat seperti manusia normal sekarang. Beliau amat menyayangi putranya huhu... Terimakasih Tuan Muda Kecil.'
Xander menatap Michelle yang menampilkan ekspresi aneh di wajahnya. Keningnya berkerut. Begitu Michelle menatapnya dia menyuguhkan senyum manis yang dibalas senyum ramah oleh Michelle.
Tapi kemudian pandangan Xander dihalangi sebuah tangan besar. Sam pelakunya.
"Jangan lihat, hanya membuat sakit mata."
Michelle tersenyum pasrah, 'Yah... apa yang ku harapkan, sifat manusiawinya hanya menyangkut putranya saja.'
||||||||
Wkwkwkwk Xander malah punya bapak 🤣🤣🤣 gk tau dengan diriku ini gak habis fikri ama otak sendiri
KAMU SEDANG MEMBACA
Be The Devil Prince
FantasyLahir dengan darah ras iblis. Diasingkan dari keluarganya. Dibenci rakyatnya. Lalu menjadi pengkhianat yang akhirnya mati di tangan ayahnya sendiri. Setidaknya itulah yang Alex tau tentang William Alexander yang merupakan antagonis novel The Lord ya...