Brakk
Liam membanting lawannya. Pria pemilik fenrir yang memakai penutup mata itu sama sekali tak bergerak lagi setelah itu. Tentu saja itu membuat arena sunyi senyap. Sebab baru beberapa menit pertandingan berlangsung. Dan Liam sudah keluar sebagai pemenang.
Mengusap rambutnya, Liam mendesah pelan. Dia tak menyukai ini. Keningnya berkerut bukan karena kalimat protes para penonton yang tidak puas dengan hasilnya.
Entah apa itu, tapi Liam seperti melewatkan sesuatu. Itu membuat matanya meliar, pikirannya bercabang. Memikirkan semua yang terjadi sejauh ini.
Hingga tatapannya jatuh pada bangku VIP. Matanya menatap nyalang pada satu kursi yang tak seharusnya kosong.
"Luisa."
Secepat kilat setelah gumaman itu keluar, seseorang dengan jubah lusuh melesat turun ke arena. Dia Ruby yang dipanggil Ruby. Orang yang telah mengalahkan Theo. Entah apa yang ia lakukan dengan masuk secara tiba-tiba begitu.
Dia berhenti tepat di depan Liam. Dari jarak yang dekat sekali, dia memajukan wajahnya berbisik tepat di telinga lelaki itu.
"Dendam itu telah membuatnya bangkit dari kematian. Nah Lex, it's show time."
Sebuah lingkaran sihir terbentuk. Patung singa keluar dari empat titik yang kemudian saling terhubung dalam lingkaran sihir itu. Dari keempat patung itu keluar rantai-rantai merah yang melilit Liam dengan erat.
Sebuah portal terbuka diatas tempat dimana Liam terikat. Hanya dalam hitungan detik, puluhan monster berjatuhan seperti air hujan dari sana.
Kepanikan melanda. Monster-monster itu mengamuk membabi buta. Ledakan-ledakan menyisakan api dan membuat runtuh beberapa bagian bangunan. Seakan tak ada habisnya monster itu terus keluar dari portal di atas sana. Gilanya lagi, sebagian dari mereka adalah monster tingkat tinggi.
Ditengah hiruk-pikuk itu, Ruby berpangku tangan. Dibalik tudung yang menutupi wajahnya, ada bibir yang mengulas senyum dengan manis. Ia menyentuh dagunya. Menatap Liam yang tak berdaya di hadapannya.
"Sudah lama aku menantikan waktu untuk menjinakkan mu seperti ini, Lex. Kau tampak lebih manis saat tak bisa berbuat apa-apa."
Untuk beberapa detik tidak ada sahutan. Hingga kedua tangan Liam terlihat mengepal. Dan ketika ia mendongak tampaklah wajah angkuh dengan mata hitamnya yang berkilat nyalang.
"Wah sialan. Baru segini saja merasa puas. Sampah seperti mu sama sekali tak layak. Kalau aku..."
Aura putih menyelimuti tubuh Liam. Yang membekukan rantai-rantai itu hingga warnanya berubah putih pula dan perlahan meleleh.
Liam melesat cepat. Mencekik Ruby dengan satu tangannya.
"..bahkan bila kau mati tercabik-cabik di tanganku, itu masih belum cukup memuaskan."
Ia menyeringai dan mengangkat tubuh Ruby yang masih ia cekik dengan satu tangannya. Tudung jubah Ruby terbuka karena sapuan angin dan terpampang wajah terkejutnya disana.
"Lihat..." Liam tertawa. "Kemana perginya kesombongan mu tadi? Mencoba menirunya heh? Ku bilang, kau itu tidak layak."
Mata Liam kian menatap nyalang. Ia menambah kekuatan cekikannya membuat Ruby berteriak kesakitan. Dia mencoba lepas namun tak bisa. Sampai kemudian teriakannya yang amat tersiksa terdengar begitu api putih Liam membakar habis tubuhnya.
Tanpa ada raut gentar sedikitpun, Liam melempar tubuh Ruby yang masih terbakar ke sembarang arah. Ia menatap arena yang kacau. Beberapa monster memang berhasil dikalahkan berkat kerjasama berbagai pihak. Namun, lautan monster ini seakan tak ada habisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be The Devil Prince
FantasyLahir dengan darah ras iblis. Diasingkan dari keluarganya. Dibenci rakyatnya. Lalu menjadi pengkhianat yang akhirnya mati di tangan ayahnya sendiri. Setidaknya itulah yang Alex tau tentang William Alexander yang merupakan antagonis novel The Lord ya...