51

1.3K 163 16
                                    



.

Saat sepenjuru hutan yang gelap mulai diselimuti cahaya matahari perlahan-lahan, terdengar lolongan panjang dari bagian paling barat hutan. Disertai dentuman kuat yang menyebabkan guncangan pada tanah yang dipijak.

Saat itu hari yang semula tampak cerah dengan kehadiran matahari, perlahan menggelap. Petaka besar seakan baru saja dimulai. Sama seperti setahun lalu, portal-portal hitam terbuka dimana-mana. Dan dari sana, monster-monster keluar dengan menggila.

Dan saat itulah gemuruh teriakan menggema. Portal dan monster bukan lagi hal yang mereka takuti. Karena itu masing-masing yang bergabung dalam perang mengangkat senjatanya. Maju tanpa ragu seakan kematian bukanlah lagi sesuatu yang bisa membuat mereka gentar di tengah dunia yang terlanjur kacau balau setahun belakangan ini.

Di atas tanah yang gersang menghitam itu perang pun dimulai.

||||||

"Sialan! Buka pintunya!"

Sekeras apapun Xander menendang pintu tak bersalah itu tetap saja tak mau terbuka. Sekali pun dia melempar kursi kesana tetap saja pintu itu tampak kokoh tanpa tergores sedikitpun. Pasti ulah Samuel sampai pintu kayu itu bisa begitu kokoh bak besi.

Seandainya saja Xander tidak lemah, seandainya saja Liam brengsek itu tak menguras habis seluruh kekuatannya.. jagankan pintu, seluruh mansion ini pun pasti Xander hancurkan.

"Samuel bajingan!!!"

Xander sudah tak peduli lagi dengan karakter anak baik yang selama ini dibangunnya di depan Samuel, ayah angkatnya itu. Xander bertingkah baik karena Liam menyuruhnya untuk tidak membuat masalah. Tapi setelah mengaturnya seenaknya lalu si Liam brengsek itu malah membuang Xander.

Sial. Sial sial sial! Benar-benar sialan!

"Arrgghh!"

Pranggg!

Vas itu adalah barang terakhir yang Xander lempar sebelum akhirnya dia berjalan lunglai ke sudut ruangan dan berjongkok disana seraya memeluk lutut. Posisi ini selalu mengingatkannya ketika ia terkurung dahulu. Orang-orang hanya tau tentang Liam, tak ada yang mau mengakui Xander. Dia dianggap bencana. Tak ada yang menginginkannya. Bahkan Liam sendiri mungkin juga sudah muak berbagi tubuh dengannya makanya Xander di depak ke tubuh bocah ingusan yang jelek ini.

"Hiks.. William sialan.. bajingan.. brengsek..."

Tangan kecil Xander mencengkram dadanya. Disana terasa sesak. Persis seperti ketika dia masih terkurung dulu sebelum akhirnya Liam melepaskannya. Rasanya menyakitkan meski Xander yakin sekali kalau tak ada luka apapun disana. Tapi sungguh perih...

"Hiks.. hiks.. huhuu..huaaa..." Dia benar-benar menangis. Bukan karena dia cengeng. Bukan karena dia kekanakan. Xander sendiri juga tak tau alasan pastinya. Dia sudah menahannya cukup lama. Tapi sekarang tak bisa lagi. Biarkan Xander meluapkan semuanya.

Di kamar yang gelap dan kacau karena ulahnya ini. Xander sendirian. Samuel mengurungnya disana saat dia beberapa kali mencoba kabur. Xander benar-benar tak suka ini.

Rasanya sepi dan dingin. Hatinya sakit. Dia benci pemikirannya sendiri. Pemikiran bahwa semua akan berubah jauh lebih buruk dari ini.

Sial!

Tangis Xander semakin menjadi. Liam memang bajingan brengsek tak tau diri. Tapi alih-alih duduk diam disini, Xander lebih suka menerjang maut diluar sana bersama Liam. Xander hanya ingin mereka terus bersama, tapi Liam jelas sekali mengambil jarak selebar-lebarnya dan menetapkan batasan yang tak mungkin akan dapat Xander langgar.

Xander tau perang telah pecah. Tak akan ada hal baik selama itu berlangsung. Dan Xander yang malang itu merasa sesak semakin menjadi di dadanya kala memikirkan Liam yang akan melakukan segalanya untuk meraih kemenangan dalam genggamannya.

Segalanya pasti akan Liam lakukan, termasuk bila itu membuatnya harus menjula jiwanya sendiri. Liam akan melakukan segalanya. Tanpa pernah tau ada yang akan ia sakiti dengan keputusan egoisnya itu.

||||||

Di ruang yang temaram itu, Nereida masih setia duduk pada kursi di samping ranjang tempat putri kecilnya terbaring. Wajah cantik Ratu Calais itu tampak pucat dan suram. Kantung mata yang menghitam memperlihatkan bagaimana ia melalui setiap malam dengan penuh kesulitan.

Sudah lama sekali sejak semuanya menjadi kacau. Dan selama itu pula setiap masalah menggerogoti hingga ke jiwa-jiwanya. Sejak kematian Niels dan menghilangnya Liam, sejak saat itulah semua hal buruk terus terjadi bertubi-tubi.

Apa yang bisa Nereida lakukan? Dia tau dia harus tetap berdiri tegak menjadi pilar penegak selagi Raja berada di singgasananya. Tapi mengingat perang yang menggelora yang pasti tengah berlangsung, pikiran buruknya tak dapat dicegah sama sekali. Perang selalu penuh dengan pengorbanan. Dan entah hal yang semacam apalagi yang harus Nereida relakan kali ini demi dunia terkutuk tempat dia hidup selama ini.

Selagi menggenggam tangan kecil Luisa yang dingin, Nereida memanjatkan seluruh doa-doanya disana. Dia menunduk begitu dalam sampai tak sadar bahwa Luisa telah membuka mata.

Dan sepasang netra gadis kecil itu menyala merah dalam kegelapan.

||||||||

Sayap griffon itu membentang di udara. Dia melesat cepat sementara perang yang berkecamuk di bawah sana. Menjauhi area yang kacau balau dan penuh pertumpahan darah itu dia terbang rendah memasuki hutan. Semakin rendah hingga akhirnya mendarat bersamaan dengan dirinya yang berubah ke wujud manusianya.

Terlihat bahwa disana tengah berlangsung sebuah pertarungan yang lumayan sengit antara kelima pilar J'Hester dengan otak dari semua kekacauan ini, Gaia. Tampaknya Gaia mulai terpojok. Sion jadi mengerti kenapa Liam berkata dia tak ingin ikut campur menghadapi perempuan itu.

Melihat ada celah Sion pun mendekat dengan cepat.

"Dimana Liam?" Yevgeni bertanya. Karena terkahir kali dia lihat Sion pergi dengan Liam.

"Aku yang bereskan sisanya." ujar Sion, "Begitu katanya. Saya diminta menyampaikan pesan kemari."

|||||||||

haha... maaf ya:')

Be The Devil PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang