habis baca ini nanti komen ya apa yang kalian pikirkan soal chapter-chapter selanjutnya~~~
:)
"Oh astaga.." Liam melangkah keluar dari portal teleportasi dan berejengit kaget melihat suasana di tempat yang ia datangi. "Tolong jangan ada yang mati, oke?"
Nico mendengus mengurungkan niatnya untuk meladeni Lionel. Seperti anjing yang melihat pemiliknya, dia berjalan memutari bocah itu dan berdiri di belakangnya dengan patuh.
"Apa? Sudah selesai?"
Liam sibuk mengoceh dengan Nico memperdebatkan tentang haruskah pertarungan Nico dan Lionel itu dihentikan atau dilanjutkan saja. Sementara Lionel kembali tenang. Meski begitu tatapannya terlihat rumit mengarah pada Liam. Ada sesuatu yang berbeda dari adiknya sejak terakhir kali mereka bertemu.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan selama menjadi buronan?"
Liam menoleh dengan wajah bingung, "Tidur??"
"Berhentilah main-main dan katakan saja apa yang kau inginkan."
Saat itu Liam mengulas senyum, "Sebelum itu apa tak ada yang mau kau katakan, kak?"
Lionel diam saja.
"Tentang Niels misal---"
Brugh
Dengan cepat Lionel mendorong Liam ke dinding dengan kuat begitu nama Niels melesat dari bibirnya. Lengannya menekan leher Liam dan mengunci pergerakannya. Sementara wajahnya tampak menggelap.
"Memangnya apa yang kau harapkan dengan mengungkit tentangnya, William?"
Alih-alih kesakitan, Liam malah tertawa. "Aku hanya memeriksa sesuatu untuk persiapan."
Namun Lionel sama sekali tak bisa mengerti kata-kata yang dilontarkan adiknya. Pikirannya berkelana sementara matanya mengamati wajah Liam baik-baik. Hanya untuk membuat hatinya tak nyaman mengingat betapa banyaknya perubahan anak itu yang telah ia lewati.
"Sebenarnya kenapa adikku jadi begini, hm?" ujarnya lirih dengan mata meredup. Seolah yang ia ajak bicara saat ini bukanlah adiknya yang ia kenal. Tapi dipikir-pikir juga waktu kebersamaan mereka sebagai saudara yang singkat memang tak cukup untuk membuat Lionel mengenal anak itu sepenuhnya. Atau malah dia tak tau apa-apa tentang adiknya selama ini?
"Entahlah.." sahut Liam nyaris berbisik. Tangannya terangkat, "Apa aku masih tetap adikmu setelah kau melihat ini?"
Lionel menyadari Liam memakai sarung tangan sejak tadi. Cukup aneh mengingat dia tak pernah begitu sebelumnya. Awalnya Lionel mau mengabaikan hal itu. Tapi sesuatu yang ingin ia abaikan justru menyimpan sesuatu yang amat tak terduga.
Liam melepas sarung tangan sebelah kiri. Dan melihat apa yang terjadi pada tangan adiknya, membuat Lionel mundur perlahan.
Jalur nadinya terlihat di permukaan dan tampak menghitam. Bahkan ujung-ujung jarinya tampak keunguan seakan tak ada aliran darah yang masuk kesana. Dan ketika Lionel meraih tangan Liam untuk menyingkap lengan bajunya, kondisinya jauh lebih parah dari itu.
"Kau lihat kan?" Ujar Liam tenang. Mengabaikan tangan Lionel yang gemetar menggenggam tangannya. "Aku bukan adik mu lagi. Ini adalah hukuman, sesuatu yang harus aku bayarkan. Karena itu, sebelum hukuman yang sebenarnya datang, biarkan aku melakukan semuanya."
"Apa lagi yang mau kau lakukan?!" Suara Lionel meninggi. "Memangnya apa yang mau kau capai sampai harus jadi seperti ini?!"
Pandangan Liam turun, "Apa ya..?" ujarnya setengah tertawa. Suaranya bukannya mengenakkan justru terdengar miris. "Nanti saja kalau semuanya selesai aku pikirkan lagi mau apa."
"Kau masih bercanda disaat begini?"
"Kata siapa?" Ketika Liam mengangkat wajahnya, netra merahnya terlihat menyorot dingin. Wajahnya berubah datar dan jauh berbeda dengan sebelumnya. "Aku tak bercanda. Jadi kak.. ikuti saja apa kata ku. Oke?"
Sementara itu Nico hanya memandang mereka dalam diam. Liam memang sedikit nekat dan gila. Tapi dia yakin seutuhnya, anak itu layak untuk diikuti. Dan dia bisa mewujudkan hal-hal yang tak bisa Nico capai seorang diri.
Bagaimana pun, dia akan mengubah sejarah.
|||||||||||||||
Gemerincing rantai terdengar ketika seseorang yang dirantai pada kedua tangannya membuat gerakan. Kepala yang awalnya tertunduk itu perlahan terangkat naik. Bersamaan dengan matanya perlahan terbuka. Menampakkan netra semerah darah yang terhalang oleh beberapa helai rambut peraknya yang tergerai jatuh di wajah.
"Apa yang anak itu lakukan..." gumamnya lemah. Lucia tertidur untuk waktu cukup lama akibat kekuatannya yang dipakai dalam jumlah banyak oleh Liam. Dan ketika terbangun, ruagan tempat ia di tahan semakin bertambah parah, tempat ini penuh dengan genangan darah.
"Waktunya telah tiba."
Pandangan Lucia yang tak fokus ia arahkan ke sumber suara. Awalnya buram hingga lama-lama dia bisa menyesuaikan dan melihat serigal putih yang duduk di hadapannya dengan penuh wibawa.
"Killion..." Suaranya nyaris tak bisa keluar. "Sebanarnya kenapa? Kau.. mengapa..."
"Tampaknya kau semakin melemah Lucia." Ujar Killion. Suaranya menggema dengan tenang disana. Matanya menatap lurus pada sosok Lucia yang tampak tak berdaya, "Anak itu nyaris menguasai diri mu sepenuhnya."
"Tidak.. kau harus mencegahnya.. Tak boleh begini.." Racau Lucia. Dia terlihat gelisah.
"Lucia."
Wanita itu mengangkat wajahnya.
"Aku tau kau tak sama dengan Gaia. Tujuan mu memutar waktu juga adalah untuk melenyapkannya."
"Benar.. Haha.. tapi aku malah terjebak disini dan membiarkan Liam terpuruk sekali lagi. Memutar waktu apanya? Semua tetap saja sama. Tak ada yang bisa aku lakukan sekalipun bisa kembali ke masa lalu."
Kiliion tetap geming di tempatnya sementara shura putih menyelimuti tubuh serigalanya perlahan-lahan.
"Kau tau Lucia?" Killion berubah jadi sosok pria dengan rambut putih dengan netra biru jernih seperti permata. Dia menunduk menatap Lucia yang mendongak menatap sosoknya, "Tak ada hal yang berjalan sama dengan sebelumnya. Semua berubah. Karena anak itu."
Dia menekuk kakinya. Menyejajarkan tinggi dengan Lucia. Tangannya terulur, meraih dagu wanita itu.
"Dan kau adalah bencana besar yang harus dimusnahkan untuk mewujudkan perubahan besar di dunia ini. Sebelum dirimu yang sebenarnya bangkit dan sebelum semua menjadi telambat. Kau harus dimusnahkan."
|||||||||||||||||||||||||||||
musnahkan ajalah musnahkan
lucia be like : dasar cucu dan piaran durhaka ^v^
KAMU SEDANG MEMBACA
Be The Devil Prince
FantasyLahir dengan darah ras iblis. Diasingkan dari keluarganya. Dibenci rakyatnya. Lalu menjadi pengkhianat yang akhirnya mati di tangan ayahnya sendiri. Setidaknya itulah yang Alex tau tentang William Alexander yang merupakan antagonis novel The Lord ya...