.......17
"Ku kira kau keberatan dia bergabung dengan kita Xav," ujar Emerald pada Xavier yang duduk di depannya.
Mereka hanya berdua duduk di bangku kantin menjaga tempat. Sementara Liam tengah mengambil makanan bersama Sergio dan Alexis.
"Aku memang keberatan dengannya sebagai anggota kelas, tapi sebagai teman sekamar tak ada alasan untuk memusuhi Liam."
"Kau selalu logis seperti biasa, nomor 5."
Xavier mendengus, "Berhenti memanggil ku dengan angka-angka itu."
Sementara itu Liam dengan menahan kesal sebab suara seperti dengungan lebah di sekitarnya. Ah, dia benci keramaian, dia benci jadi pusat perhatian. Liam membenci kantin mulai sekarang.
"Itu dia kan? Yang masuk kelas alpha."
"Benar. Katanya Emerald mengijinkan."
"Walau mereka bersaudara, harusnya tidak bisa begitu."
"Iya kan? Anak-anak lain pasti akan merasa tak adil."
"Apa kalian sudah dengar rumornya? Katanya dia itu tirani yang bahkan membunuh saudaranya sendiri...."
"Ah! Benar juga, ada berita seperti itu."
"Dia sudah diasingkan sejak kecil. Tapi kenapa orang berbahaya seperti itu bisa masuk ke akademi?"
Gosip menyebar dengan sempurna. Membuat Liam takjub dengan kekuatan mulut berbisa orang-orang yang menebar rumor itu. Padahal sudah lebih 10 tahun sejak kejadian itu, tapi tampaknya cerita tentang tragedi tersebut diwariskan turun-temurun sampai awet hingga sekarang ini.
Alexis dan Sergio yang berada di dekat Liam juga ikut mendengar bisik-bisik itu. Mereka tak tau tentang fakta dibalik cerita tersebut. Namun melihat reaksi Liam sepertinya ada cerita lain yang jauh berbeda dibalik gosip kejam itu.
"Tidak baik bergosip saat sedang makan lho...."
Seorang pria dengan rambut hitam dan iris bewarna emas memasuki kantin. Orang-orang langsung menutup mulut mereka dengan segan akibat kehadirannya. Sementara dia hanya tersenyum ramah dan melanjutkan langkah menuju meja yang kosong bersama seorang temannya.
"Niels...."
Pria itu menoleh pada temannya, "Ada apa Theo?"
"Tidak... hanya saja berhentilah tersenyum. Kau justru tampak mengerikan sekarang."
Lengkungan di bibir Niels berubah datar, "Ah, apakah terlalu terlihat?"
Theo mengangguk, "Jika kau tak menyukai gosip itu kenapa tak mendatangi adik mu saja? Itu bisa mematahkan omongan semua orang."
Niels melirik pada Liam yang tampak kembali ke mejanya dengan nampan makanan. Tidak ada riak apapun di wajah anak itu, "Dia itu temperamental. Tidak bisa sembarangan didekati."
"Begitukah?" Theo ikut melirik Liam yang sudah mulai makan dengan syahdu. "Padahal kelihatannya seperti anak baik-baik."
Niels terkekeh pelan, "Kau tau kakak ku Lionel?"
"Kakak pertama mu?"
"Ya. Lionel itu menakutkan. Dia paling benci kalau ada yang menyentuh kepalanya. Tapi diantara kami bersaudara hanya Liam yang pernah menjitak kepala Lionel."
Theo tampak tertarik, dia tergelak, "Dan dia masih hidup sesehat itu sekarang."
Theo sudah berteman cukup lama dengan Niels. Dan dia pernah bertemu dengan Lionel. Putra pertama Raja Astra dengan Ratu Nereida itu memang menyeramkan. Theo saja tidak sanggup berdiri berlama-lama di dekatnya. Hawanya penuh tekanan.
"Tapi anehnya dia juga yang paling dimanja oleh Lionel," lanjut Niels. Dia teringat dulu waktu kecil Liam pernah bertengkar hebat dengan Emerald. Liam sampai menangis karena menahan kesal. Akhirnya Lionel menghukum Emerald untuk menenangkannya.
Sementara itu disisi Liam, dia menyelesaikan makannya dengan cepat. Dia ingin bergegas kembali ke asrama sekarang.
"Liam kau sudah selesai? Cepat sekali," komentar Xavier.
Liam hanya mengangguk sekilas sebagai jawaban. Ia bangkit ingin mengembalikan nampan makanannya.
"Ah, jika kau mau kembali lebih dulu apa bisa minta tolong bawakan makanan untuk Javier?"
Liam menjawab sambil lalu, "Tentu."
Dan setelahnya dia kembali ke asrama dengan sekantung makanan untuk Javier. Begitu sampai di kamar asrama, Liam mendapati Javier masih di posisi tadi. Menelungkup di kasurnya membaca buku.
"Ini makanan mu," kata Liam meletakkan bungkus makanan di meja belajar Javier.
Javier menoleh sekilas, "A-ah... terimakasih."
Liam hanya berdehem. Dia mengambil sebuah buku miliknya di rak kemudian berjalan menuju pintu.
"Kau mau kemana?"
Liam urung membuka pintu. Ia menatap Javier, "Membaca di luar, sekalian mencari udah segar."
"Jangan sampai melewatkan jam malam."
Liam hanya mengangguk lalu pergi. Ia tidak menuju gerbang asrama untuk keluar, melainkan memilih jalan berlawanan. Ada sebuah celah kecil di belakang asrama pria yang Liam tau dari seseorang. Begitu melewati celah yang tertutup semak-semak itu, ia disambut oleh tiga orang berjubah hitam.
"Apa-apaan pakaian itu?"
Satu-satunya perempuan diantara mereka mengibaskan jubahnya, "Keren bukan?"
"Aku kira kau tidak akan datang," kata pria yang satu. Dia adalah Derryl. Sementara perempuan tadi adalah Hera. Dan bisa ditebak kalau yang satu lagi adalah Klein, si ketua LE.
"Kalau Mihail melihat perkumpulan ilegal ini, sudah dipastikan vertigonya kambuh lagi," cetus Klein yang semula dibawa secara paksa oleh Hera dan Derryl untuk menghadiri "perkumpulan ilegal" ini.
Liam tersenyum remeh, "Kepala Menara yang sakit-sakitan begitu sudah seharusnya diganti." Kemudian dia berjalan lebih dahulu.
"Bukannya kau yang akan menggantikannya?" Ujar Hera sedikit berlari kecil menyesuaikan langkah dengan Liam.
Derryl mengikuti mereka. Saat sampai di samping Liam dia menyodorkan jubah serupa miliknya, "Mau pakai?"
Liam memakainya dengan sukarela. Sekarang mereka sempurna terlihat seperti sekelompok penghuni sekte sesat yang akan melancarkan aksi genosida. Klein yang menyeret langkah di belakang mereka hanya bisa mengikuti dengan pasrah.
"Haahh kenapa aku harus menjadi bagian dari orang-orang aneh itu...."
Mendengar keluhan di belakangnya, Liam berhenti melangkah. Dia melirik ke belakang, menatap Klein cukup lama untuk kemudian menyuguhkan senyum pongah.
"Kau yang aneh karena bergabung di kelompok ini. Bukan kami."
#####
Selamat pagi siang sore malam
Gimana kabar kalian semua? Mental aman kah menghadapi peliknya realita? Wkwkwk
Mungkin ada sebagian yang bingung dengan alur BTDP ini, tapi karena ini cerita yang dibuat untuk melepaskan unek-unek saya saja dan di buat sebebas-bebasnya jadi jangan heran kalau alurnya memang seberantakan itu.
Terakhir terimakasih untuk yang sudah mampir, yang ngasih vote, yang ngasih komen sama yang udah follow. Thank you very very very much. Gk nyangka kalau respon disini lumayan baik jg.
Dan jangan lupa mampir di karyakarsa ya readers2 tercinta. Yang rejeki belebih bole lah traktir2 saya dikit2 buat paketan
Sekian, see you in the next chapter
Luv u all

KAMU SEDANG MEMBACA
Be The Devil Prince
FantasyLahir dengan darah ras iblis. Diasingkan dari keluarganya. Dibenci rakyatnya. Lalu menjadi pengkhianat yang akhirnya mati di tangan ayahnya sendiri. Setidaknya itulah yang Alex tau tentang William Alexander yang merupakan antagonis novel The Lord ya...